Kamis, 14 Maret 2013

cerpen "SURAT BERLUMUR DARAH DARI AYAH"



                   Senyumku selalu menyungging saat aku melihat anak-anak di panti asuhan ini saling berebut mainan yang aku berikan, lalu mereka bermain bersama, aku sangat bahagia melihat canda dan tawa yang mereka rasakan. Namun air mataku juga tak dapat ku bendung, karena setiap melihat anak kecil tertawa riang, aku selalu teringat akan sesosok lelaki bajingan yang telah menghancurkan masa kecilku, lelaki itu dahulu sangat kusayang, dia adalah ayahku, saat aku berusia 5 tahun dia meninggalkan aku dan bundaku, itulah awal dari kehancuran masa kecilku, saat itu aku tak mengerti apa-apa, aku hanya bisa menarik jemari tangan lelaki yang ku panggil ayah itu dengan jemari tangan ku yang mungil, “ayah..ayah mau kemana ???  Dhani sayang ayah…” itulah kata-kata yang tak pernah pudar dari ingatanku akan sesosok lelaki bajingan itu, dan bukannya ia memperlakukanku dengan lembut, Ia justru malah melepaskan pegangan tanganku dengan kasar hingga  aku terjatuh, aku sangat kaget melihat perubahan sikap ayahku, Ia kenapa ?? Sungguh aku tak mengerti dengan sikapnya. Saat itu bunda menggapai tubuh mungilku dan memelukku, bunda tak berkata apa-apa padaku ia hanya bisa menangis sambil memeluk erat tubuh mungilku. Dua tahun masa kecilku berlalu tanpa ayah, sementara bundaku yang depresi karena ditinggalkan ayah 2 tahun silam, terus saja sakit-sakitan hingga usiaku genap 7 tahun bunda pergi kesisi yang maha kuasa, saat itu aku yang masih berusia 7 tahun hanya bisa menangis dan terus saja menangis di makam bunda sambil menyalahkan lelaki bajingan itu, aku yang pernah melihat tetanggaku bertenggar dengan suaminya karena suaminya selingkuh dapat menduga kalau ayah pergi meninggalkan aku dan bundaku karena  wanita lain. Aku benci ayah !! aku benci laki-laki !!! teriakku saat itu di makan bunda, dan tiba-tiba saja ada seorang ibu paruh baya memegang pundakku, Ia adalah Ibu Sri pemilik panti asuhan tempat aku berdiri saat ini, beliau telah merawatku hingga aku lulus kuliah. Kini aku telah berusia 24 tahun, aku bekerja sebagai seorang sekretaris di salah satu perusahan terbesar di Jakarta dan aku juga sudah tak tinggal di panti asuhan ini, karena aku memilih tinggal di kontrakan yang tak jauh dari tempat aku bekerja.

                   “ Nak Dhani, kenapa ?? Kok dari tadi Ibu perhatikan melamun ??? Terus meneteskan air mata ??” tanya Ibu Sri yang tanpa kusadari telah berada disisi kananku.
                   “Hmm… Dhani nggak kenapa-napa kok, Bu” aku segera menghapus air mata yang telah membasahi seluruh bagian wajahku.
                   “ Oh ya Bu, Dhani izin pamit yah, mau kemakam Bunda…” sambungku lagi.
                   “ Oh, ya sudah hati-hati di jalan ya, Nak..” ucap Ibu Sri dengan senyumannya yang begitu lembut.
                   “ Iyah bu, hmm… adik-adik kak Dhani pulang dulu yah…” pamitku kepada adik-adik kecil yang asyik bermain.
                   “ Iya Kak, Kak makasih yah bonekanya…” ucap seorang gadis kecil sambil memeluk boneka Barbie dariku.
                   “ Iyah sayang….Dadaa semua, Assalamu’alaikum” aku pun beranjak pergi dari panti asuhan itu.
                   Dengan menggunakan motor matic sederhana milikku, aku menuju ketempat pemakaman umum, tempat Bundaku di makamkan 17 tahun yang lalu. Jujur saja setiap ke makam bunda, air mataku tak pernah bisa berhenti menetes, luka masalalu tak pernah bisa ku hapus dari ingatanku, terlebih ingatanku tentang lelaki bajingan yang meinggalkan Bunda hanya karena wanita lain  itu.
                   “ Hiks…hikss… bunda…. Bunda apa kabar ??  Dhani kangen dipeluk sama Bunda” rengekku penuh dengan derai air mata.
                   “ Heii,,, tak baik meratapi orang yang sudah meninggal, lebih baik kamu berdo’a saja untuknya” tutur seorang lelaki yang berdiri di belakangku, aku tak tahu sejak kapan ia berdiri di belakangku.
                   “ Siapa kamu ?? Berani sekali kamu menasehatiku ?? Kamu tak tahu aku, dan jangan sok menasehatiku !!” ucapku dengan nada sinis menatap matanya dengan bola mataku yang berkaca-kaca.
                   “ Jutek sekali kamu, aku hanya menasehati yang baik, jika kamu tak mau mendengar nasehatku ya sudah” ia pun bersikap cuek lalu beranjak pergi meninggalkanku.
                   “ Huuft.. siapa lelaki itu, merusak suasana saja…memang semua lelaki di dunia ini sama, menyebalkan dan bajingan “ keluhku didalam hati.
***
                   Esok harinya saat aku baru saja memasuki ruang kerjaku, aku dikejutkan oleh sesosok makhluk yang paling aku benci di dunia ini, yaitu lelaki dan anehnya lelaki ini seperti pernah aku jumpai.
                   “ Hei, mengapa kamu ada disini ?? Bukannya kamu yang sok menasehatiku sewaktu di pemakaman itu ??” tanya ku dengan sinis.
                   “ Kamu ?? Aturannya aku yang bertanya, mengapa kamu disini ?? ini ruang kerja Direktur dan Sekretaris”
                   “ Aku Sekretaris di sini ?? Dan kamu ?? Kamu siapa ?? Dan mengapa kamu duduk di bangku bosku Ibu Diana ??”
                   “ Oh, jadi kamu sekretaris kak Diana. Hmm.. kenalkan, aku ADITYA FEBRY PRASETYA,  adiknya Diana dan mulai saat ini aku yang menggantikannya, karena dia sedang ada tugas di Paris” aku kaget bukan kepalang mendengar penjelasan dari lelaki bernama Adit itu, huuft… semangat kerjaku mulai berkurang, karena aku di pimpin oleh makhluk yang palingku benci.
                   “ Oh ya... siapa nama mu ??” tanyanya lagi.
                   “ Aku Dhani” jawabku lesu tak bersemangat.
                   “ Oh, hmm… Dhani, apa aku ada meeting dengan client siang ini ??” tanyanya padaku.
                   “ Hmm… tampaknya tidak ada, adanya besok pkl. 13.00 dengan direktur dari perusahaan China” jawabku.
                   “ Ya sudah kalau begitu nanti siang kamu temani aku makan siang di café dekat sini”
                   “ Tapi Pak….”
                   “ Tak ada tapi-tapi ini perintah dari bosmu”
***
                   Siang itu dengan amat sangat terpaksa aku makan siang bersama Adit, Atasan baruku. Andai dia bukan atasanku tak sudi aku makan siang bersamanya. Saat kami tengah melahap hidangan makan siang, tiba-tiba keributan muncul dari 2 sejoli yang berada tak jauh dari meja makan aku dan Adit, sepertinya 2 sejoli itu sedang bertengkar, ini untuk yang kesekian kalinya aku melihat konflik dalam pasangan, aku lihat si cewek menampar wajah cowoknya dan memaki-maki cowoknya karena selingkuh.
                   “ Huft…dasar lelaki, bajingan dan tak bisa setia pada satu hati. Kalau begitu apa gunanya pacaran dan mengapa harus ada pernikahan ??!! Hheeuuhhh” gumamku dengan sangat pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalaku, tanpaku sadari gumamanku yang pelan ternyata didengar oleh Bosku Adit.
                   “ Bicara apa kamu ?? Tak semua lelaki sebecat apa yang kamu fikirkan, misalnya saja aku, aku kan baik hati, tidak sombong dan rajin menabung” ucapnya memuji dirinya sendiri.
                   “Heeh… Kalau saja kamu bukan bosku, tak sudi aku makan bersamamu, oh ya ternyata kamu narsis yah, memuji diri sendiri” jawabku judes dan cuek karena aku sama sekali tak menganggapnya Bosku.
                   “ Hehhh.. lancang sekali mulut mu, tapi tak apa, karena aku rasa kita seumuran jadi kalau di luar kamu boleh berbicara sesuka hatimu, anggap saja aku teman.”
                   “ Iiiuuh… maaf lagi-lagi aku lancang, tapi aku tak sudi berteman dengan laki-laki”
                   “ Hah ?? Aneh sekali kamu ?? Sepertinya kamu begitu membenci lelaki ?? Pasti kamu belum pernah pacaran”
                   “ Yah, aku belum pernah pacaran, dan aku tak mau pacaran, apalagi menikah itu hal yang ku benci…”
                   “Dasar, kamu memang wanita aneh yang baru pertama kali ku temui…  Tapi aku yakin jalan pemikiranmu akan berubah jika kau telah bertemu dengan namanya cinta”
                   “ What ?? Cinta ?? Nggak ada cinta di dunia ini, cinta itu buulsshhitt !!!” tegasku padanya, ia pun tak menjawab ucapanku, ia hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, hhufft aku tak mengerti apa arti dari sikapnya.
***
                   Hari-hariku terus saja berlalu, meski awalnya aku merasa bad mood dipimpin oleh Adit tapi semakin hari aku merasa semakin nyaman dengannya, apalagi waktu itu tanpa sepengetahuannya aku sempat melihatnya datang ke panti asuhanku dulu dan bercanda tawa dengan adik-adik dipanti, setelah aku tanyakan pada Ibu Sri, aku baru tahu kalau ternyata Adit adalah seorang Donatur dipanti asuhanku. Adit juga mampu membuat hari-hariku menjadi semakin asyik dengan leluconnya diruang kerja yang awalnya aku anggap garing, tapi kian hari kian menumbuhkan tawa di pipiku. Yah kini aku mulai menyukainya dan mulai berteman baik dengannya dan bagiku hanya dia laki-laki baik didunia ini. Hari ini aku dikejutkan dengan kedatangan seorang lelaki ketempat kost.an ku…
                   “ Siapa anda ???” Tanya aku melihat sinis kepada seorang lelaki yang sudah tua renta dan terlihat kumuh.
                   “ Dhani.. kamu Dhani….???” tanyanya dengan suara parau.
                   “ Yah, saya Dhani… anda siapa ??” tanyaku semakin heran.
                   “ Ini ayah nak…  Ini ayah…  Maafkan ayah dulu meninggalkan mu Nak” kata-kata yang keluar dari mulutnya sama sekali tak terfikir olehku.
                   “ Ayah ?? Tidak ! Tidak mungkin !!! Ayahku telah mati !! Aku tak punya ayah !!!” jeritku membentak lelaki tua itu, lalu ku tutup pintu kost.anku dengan bantingan yang cukup menggemparkan.
                   “ Dhani… Maafkan ayah nak… Ayah tahu dulu ayah salah meninggalkan mu dengan bundamu nak…Tapi ayah punya alasan dengan itu semua”
                   “Pergi kau dari sini !!! Kau bukan ayahku,,, Aku tak punya ayah !!!!” jeritku sekencang-kencangnya dari balik pintu menahan derai air mata. Aku heran lelaki tua itu tak membalas  jeritanku, ku intip dari jendela ternyata ia telah beranjak pergi. “Huuh… sudah jatuh miskin, baru kau temui aku, dasar laki-laki bajingan !!” keluhku dalam hati.
***
                   Esok harinya saat aku bersama Adit pergi ke panti asuhanku dulu, Ibu Sri bercerita kalau ada lelaki tua  yang meminta alamatku dan karena rasa kasihan ibu Sri memberi alamatku. Mendengar cerita Ibu Sri aku sangat yakin kalau lelaki yang Ibu Sri maksud adalah lelaki bajingan itu.
                   “ Dhani, kamu kenapa melamun ???” tanya Adit padaku.
                   “ Hmm..nggak, oh  ya Adit kamu maukan menemaniku sebentar ke makam bundaku ??” tanyaku melarikan pembicaraan pada Adit, yah diluarkantor aku dan Adit memang sudah akrab seperti teman.
                   “ Yah..tentu” ucapnya tersenyum manis, aku dan Adit pun berpamitan kepada Ibu Sri dan adik-adik di panti asuhan.
***
                   Saat di makam bunda, lagi-lagi aku bertemu dengan lelaki bajingan itu, hatikupun semakin kesal emosiku tak dapat dibendung.
                   “ Ngapain anda di makam bunda saya ?!!” tanyaku sinis
                   “ Nak…maafkan ayah, ini ayah Nak,, maafkan ayah…” ucap lelaki bajingan itu menyalami tanganku, namun dengan kasarnya aku melepaskan tangannya, sama persis seperti ia melepaskan pegangan tangan mungilku dahulu.
                   “Sebaiknya anda pergi dari sini !!! Ayah saya sudah mati !!! Pergi !!!” bentakku dengan penuh emosi, Adit saja sampai kaget melihat kemarahanku. Saat lelaki tua itu sudah pergi, aku dan Aditpun berdoa dimakam bunda.
                   “ Dhani, sebenarnya siapa lelaki tua tadi ??” tanya Adit usai kami memanjatkan do’a.
                   “ Dia bajingan, sudahlah aku tak mau membahas tentangnya”
                   “ Jadi dia benar ayahmu ??”
                   “ Hmm” sahutku dengan berdehemm.
                   “ Ya ampun Dhani, kenapa kamu tega membentak ayahmu seperti itu, nanti kamu jadi anak durhaka loh”
                   “ Dia tak pantas di berlakukan dengan baik Adit, dia bajingan, dia pergi begitu saja meninggalkan aku bersama bunda, karena wanita lain dan karena dia juga bundaku meninggal Adit “
                   “ Yah…tapi bagaimanapun juga dia tetap ayahmu, Dhan”
                   “ Nggak Adit… aku sudah tak punya ayah, ayah ku telah meninggal”
                   “ Dhani….tuhan saja maha pemaaf, apa kamu tak mau memaafkan ayahmu?? Dia asbab hingga kamu bisa lahir kedunia ini Dhan…” Adit menasehatiku sambil menatap mataaku sangat lekat.
                   “ Tapi Adit…”
                   “ Sssttt” ia meletakkan jari telunjuknya tepat dibibirku, “ Maafkan lah ayahmu Dhan, dengarkan dulu penjelasannya… jangan sampai kamu menjadi anak durhaka yang menyesal di kemudian hari…. Kamu dapat lihat aku kan ?? aku laki-laki dan aku bukan bajingan, Veb… jangan mencap seseorang itu jahat sebelum kamu kenal ia dengan dekat… hmm.. sekarang aku mau tanya, dari mana kamu tahu ayahmu meninggalkan bundamu karena wanita ??”
                   “ Dari tetangga…karena aku banyak lihat lelaki itu meninggalkan kekasihnya karena wanita lain…” sahutku polos.
                   “ Ya ampun… pendek sekali jalan pikiranmu, hmmm aku berharap kamu mau mema’afkan ayahmu dan mau mendengar penjelasannya, tak baik ada dendam antara anak dan orang tua”
                   Begitu banyak nasihat yang keluar dari mulut Adit, tetapi tetap saja rasa benci dihatiku terhadap sosok ayahku tak bisa pudar, aku bukan Tuhan yang Maha pemaaf, aku hanya hambanya yang punya hasrat berbeda. Dan jujur aku rasa sampaikapanpun hatiku tak bisa memaafkan kesalahan ayahku.
***
                   Seminggu berlalu, lelaki bajingan itu, selalu saja mengikutiku dan berusaha menjelaskan hal yang menurutku sudah jelas, berkali-kali juga Adit menasehatiku, namun  yah… luka yang dibuat lelaki bajingan itu sangat dalam dan belum mampu aku tutupi.
                   Sore hari saat aku dan Adit berjalan di sebuah taman kota, diseberang jalan besar aku melihat seorang anak kecil yang sedang mengikat tali sepatunya, dari arah kanan kuliat mobil  truuk melaju dengan kencangnya ke arah anak kecil itu, dengan reflex aku berlari dan mendorong anak itu, hingga saat itu aku berada tepat beberapa cm dari mobil truuk itu…
                   “ Aaaaaaaaaaaaaa !!!!” jeritku akan tetapi ada tangan seseorang yang melemparkan aku hingga aku terperosoh di pinggir jalan besar itu, saat aku mulai separuh sadar kulihat ditengah jalan telah banyak orang-orang berkerumun, akupun heran.
                   “ Kamu nggak kenapa-napakan ??” tanya Adit memangku kepalaku.
                   “ Nggak kok… hmmm kenapa banyak orang yang berkerumun disana ??” tanyaku menatap mata Adit, Adit terdiam mendengar pertanyaanku, dengan pelan dan perlahan ia membantuku berdiri dan dengan Adit menuntunku ketempat kerumunan orang-orang itu.
                   “ Astaghfirullah…” sungguh saat itu jantungku seolah berhenti berdetak, air mataku menetes dengan sendirinya melihat tubuh ayahku terbaring di tengah jalan dengan bersimbah darah karena menyelamatkanku, ku lihat tangan kanan ayahku memegang secarik kertas yang sepertinya adalah sebuah surat namun di pinggir kertas itu telah terkena lumuran darah segar yang trus mengalir dari bagian kepala ayahku dan juga tangannya yang dicium oleh aspal jalanan.
                   “ Adit tolong bawa lelaki ini kerumah sakit” pintaku memandang Adit dengan berlinang air mata.
***
                   Setelah sampai dirumah sakit lelaki bajingan itu langsung di masukkan keruang UGD karena saat Adit hendak mengambil surat yang dipegang ditangannya, nadi ayah masih berdenyut, lelaki bajingan itupun diperiksa oleh dokter.
                   Sementara aku dan Adit menunggu diluar, aku yang sedari tadi penasaran dengan isi surat yang telah berlumur darah itupun segera membaca isi surat itu
                   “Dear Dhani, putri ayah tercinta…. Nak, maafkan ayah yang telah meninggalkanmu dan bundamu waktu itu,  jujur saat itu ayah tak punya pilihan lain nak, waktu itu ayah terjerat kasus korupsi karena fitnah dari rekan kerja ayah, ayah tak sanggup menceritakan ini padamu dan bunda, ayah juga tak mau nanti Dhani diejek sama teman-teman Dhani kalau Dhani anak narapidana… Maka itu ayah meninggalkan kalian, selama ini ayah tinggal di penjara nak, Dhani maafkan ayah yah baru menemuimu saat ini, karena ayah baru saja bebas nak, Dhani...ketahuilah nak hanya bundamu yang ada dihati ayah, dan hanya dirimulah putri satu-satunya ayah yang paling ayah cinta… ayah harap Dhani mau memaafkan ayah…maaf kalau  cara ayah waktu itu salah karena hanya cara itu yang terlintas dipikiran ayah nak…Dhani ayah sangat mencintai dan menyayangimu…ayah minta kau mau memaafkan ayah nak, kau mau menerima ayah kembali…. Ayah sayang Dhani :*
                   ” Hks…hiksss….. air mataku tak henti-hentinya mentes saat membaca kata demi kata yang ada dalam surat itu meski sedikit buram karena ada lumuran darah dipinggirnya,huufft.. benar kata pepatah kalau penyesalan itu datangnya belakangan, aku menyesal telah salah menilai ayah, aku menyesal, tuhan tolong segera sadarkan ayahku, aku ingin meminta ma’af padanya.
                   Tak berapa lama dokter yang memeriksa ayahku pun keluar, dan aku bergegas menghapus air mataku dan bertanya pada dokter itu.
                   “Dok, bagaimana kondisi ayah saya ???” tanyaku tak sabar menanti jawaban.
                   “ Maaf mbak, kami hanya bisa berusaha, namun Tuhan berkata lain”
                   “ Maksud dokter ??”
                   “ Ayah mbak, sudah kembali kesisi Yang Maha Kuasa…”
                   “ Apa….??? Hikss…hikkss… nggak nggak mungkin…. Ayaahh… ayah aku Adit…” aku mulai histeris dan menarik –narik lengan baju Adit lelaki yang saat itu berada di sampingku. Adit hanya terdiam dan mencoba menenangkanku dengan merangkulku. Dan membimbingku masuk ke ruang UGD.
                   Tubuhku seolah tak bernyawa karena hanya bisa terdiam mematung di hadapan tubuh ayah yang terbaring dan telah diselimuti kain putih, kubuka kain putih yang menutupi wajah ayah
                   “ Ayah…. Bangun yah !! Bangun !!! Maafin Dhani ! ” ucapku mengguncang-guncang tubuh ayahku yang tlah tak bernyawa, kendati ayahku tak kunjung bangun seperti apa yang ku inginkan.
                   “ Ayah…Maafkan Dhani yang salah menilai ayah… ayah… Dhani juga sayang banget sama ayah… maafin Dhani karena telah buat ayah begini…maafin Dhani yah.. ayah…” ucapku lalu memeluk jasad ayahku dan mencium keningnya. Tetesan airmatakupun mengenai wajah ayahku yang telah pucat tak bernyawa.
Hari itu juga ayahku dimakamkan, dan kerena kebetulan tanah disebelah makam bundaku kosong, akupun meminta agar ayah dimakamkan disebelah makam bundaku. Selama proses pemakaman ayah, isak tangis trus mewarnaiku, derai airmata trus menghias pipiku meski Adit berusaha menguatkanku dengan  selalu menempatkanku diranggkulannya. Kini aku memang benar-benar tinggal sebatangkara, ayah dan bundaku telah tiada, jujur aku sangat merasa bersalah kepada ayahku karena telah lebih dari 18 tahun aku membencinya dan menyebutnya Lelaki bajingan, hmmm… kuharap ayah mendengar permintaan maafku dan mau memaafkanku.
***
                   3 hari kemudian aku masih saja belum bisa berhenti menyalahkan diriku tentang ayah, aku hanya bisa melamun di ruang kerjaku.
                   “Dhani, aku ingin bicara denganmu tentang urusan pribadi, dan aku minta nanti kamu mau makan siang bersamaku di café dekat sini” ucap Adit yang tampaknya ingin membicarakan hal serius.
                   “ Baik Pak” ucapku dengan lesu.
                   Siang harinya saat aku makan siang bersama Adit tiba-tiba saja Adit menyentuh tanganku, akupun kaget dan buru-buru melepaskan tanganku dari tangannya.
                   “ Dhani….” Adit menatapku lekat dan mulai menggenggam tanganku, aku terhanyut dalam tatapan matanya.
                   “ Dhani, jujur saat pertamakali aku melihatmu, aku sudah merasakan rasa berbeda denganmu… Dhani, aku tahu ini bukan saat yang tepat untuk aku membicarakan ini, tapi hatiku trus saja mendesak agar aku mengutarakan ini padamu…By, apa kamu mau menjadi istriku ??” pertanyaan Adit seolah membuat suasana terhenti seketika, aku tak menyangka jika ia memiliki rasa cinta terhadapku,
                   “ Tapi Adit, itu nggak mungkin. Ayahku baru saja meninggal 3 hari lalu, makamnya saja belum kering, bagaimana mungkin kita melangsungkan pesta pernikahan ??”
                             “ Aku tak meminta persta pernikahan itu diadakan secepatnya Dhan, aku hanya ingin tahu apa kamu punya rasa yang sama denganku dan apa kamu mau menikah denganku” aku tak mampu mengeluarkan sepatah katapun untuk menjawab kata-kata Adit, bibirku terasa sangat kelu.
                   “ Apa kamu takut hubungan kita akan berakhir dengan perceraian ???” tanya Adit menatapku lagi, dan aku hanya diam.
                   “ Dhani..aku tak akan lakukan itu, aku benar-benar mencintaimu, aku yakin kamulah tulang rusukku…” ucapnya memegang tanganku dan menatap mataku seolah meyakinkan ungkapan hatinya. “hmm..aku tak memaksamu menjawab sekarang, aku siap menunggu hingga hatimu telah temukan jawaban dari pertanyaanku” sambungnya lagi dan kini mulai melepaskan tangannya dari tanganku.
                   “ Aku mau Adit… I do love you too…” ucapku sambil menarik tangannya kembali.
                   “ Sungguhkah ucapanmu tadi ??” tanyanya dengan raut wajah sangat bahagia.
                   “ Yah..” akupun tersenyum dalam keraguan, tapi aku berusaha meyakinkan hatiku kalau ini memanglah yang terbaik. Hari itu juga Adit dan aku kemakam ayah dan bundaku, sesekali aku tertawa kecil melihat Adit bercerita banyak di batu nisan ayah dan bundaku, ia bercerita seolah-olah saat itu ia benar-benar sedang berada bersama kedua orang tuaku yang masih hidup. Hufftt … kini meski masih berduka namun ku tlah temukan kebahagianku. Terimakasih ya Allah kau telah pertemukan aku dengan Malaikat Cintaku yaitu ADITYA FEBRY PRASETYA bagiku Adit adalah arti Cinta dihidupku, ia mukjizat nyata yang mampu mengalihkan duniaku.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar