Senyumku selalu menyungging
saat aku melihat anak-anak di panti asuhan ini saling berebut mainan yang aku
berikan, lalu mereka bermain bersama, aku sangat bahagia melihat canda dan tawa
yang mereka rasakan. Namun air mataku juga tak dapat ku bendung, karena setiap
melihat anak kecil tertawa riang, aku selalu teringat akan sesosok lelaki
bajingan yang telah menghancurkan masa kecilku, lelaki itu dahulu sangat
kusayang, dia adalah ayahku, saat aku berusia 5 tahun dia meninggalkan aku dan
bundaku, itulah awal dari kehancuran masa kecilku, saat itu aku tak mengerti
apa-apa, aku hanya bisa menarik jemari tangan lelaki yang ku panggil ayah itu
dengan jemari tangan ku yang mungil, “ayah..ayah mau kemana ??? Dhani sayang ayah…” itulah kata-kata
yang tak pernah pudar dari ingatanku akan sesosok lelaki bajingan itu, dan
bukannya ia memperlakukanku dengan lembut, Ia justru malah melepaskan pegangan
tanganku dengan kasar hingga aku
terjatuh, aku sangat kaget melihat perubahan sikap ayahku, Ia kenapa ?? Sungguh
aku tak mengerti dengan sikapnya. Saat itu bunda menggapai tubuh mungilku dan
memelukku, bunda tak berkata apa-apa padaku ia hanya bisa menangis sambil
memeluk erat tubuh mungilku. Dua tahun masa kecilku berlalu tanpa ayah,
sementara bundaku yang depresi karena ditinggalkan ayah 2 tahun silam, terus
saja sakit-sakitan hingga usiaku genap 7 tahun bunda pergi kesisi yang maha
kuasa, saat itu aku yang masih berusia 7 tahun hanya bisa menangis dan terus
saja menangis di makam bunda sambil menyalahkan lelaki bajingan itu, aku yang
pernah melihat tetanggaku bertenggar dengan suaminya karena suaminya selingkuh
dapat menduga kalau ayah pergi meninggalkan aku dan bundaku karena wanita lain. Aku benci ayah !! aku
benci laki-laki !!! teriakku saat itu di makan bunda, dan tiba-tiba
saja ada seorang ibu paruh baya memegang pundakku, Ia adalah Ibu Sri pemilik
panti asuhan tempat aku berdiri saat ini, beliau telah merawatku hingga aku
lulus kuliah. Kini aku telah berusia 24 tahun, aku bekerja sebagai seorang
sekretaris di salah satu perusahan terbesar di Jakarta dan aku juga sudah tak
tinggal di panti asuhan ini, karena aku memilih tinggal di kontrakan yang tak
jauh dari tempat aku bekerja.
“ Nak Dhani, kenapa ?? Kok
dari tadi Ibu perhatikan melamun ??? Terus meneteskan air mata ??” tanya Ibu
Sri yang tanpa kusadari telah berada disisi kananku.
“Hmm… Dhani nggak kenapa-napa
kok, Bu” aku segera menghapus air mata yang telah membasahi seluruh bagian
wajahku.
“ Oh ya Bu, Dhani izin pamit
yah, mau kemakam Bunda…” sambungku lagi.
“ Oh, ya sudah hati-hati di jalan
ya, Nak..” ucap Ibu Sri dengan senyumannya yang begitu lembut.
“ Iyah bu, hmm… adik-adik kak
Dhani pulang dulu yah…” pamitku kepada adik-adik kecil yang asyik bermain.
“ Iya Kak, Kak makasih yah
bonekanya…” ucap seorang gadis kecil sambil memeluk boneka Barbie dariku.
“ Iyah sayang….Dadaa semua,
Assalamu’alaikum” aku pun beranjak pergi dari panti asuhan itu.
Dengan menggunakan motor
matic sederhana milikku, aku menuju ketempat pemakaman umum, tempat Bundaku di
makamkan 17 tahun yang lalu. Jujur saja setiap ke makam bunda, air mataku tak
pernah bisa berhenti menetes, luka masalalu tak pernah bisa ku hapus dari
ingatanku, terlebih ingatanku tentang lelaki bajingan yang meinggalkan Bunda
hanya karena wanita lain itu.
“ Hiks…hikss… bunda…. Bunda
apa kabar ?? Dhani kangen dipeluk sama
Bunda” rengekku penuh dengan derai air mata.
“ Heii,,, tak baik meratapi
orang yang sudah meninggal, lebih baik kamu berdo’a saja untuknya” tutur
seorang lelaki yang berdiri di belakangku, aku tak tahu sejak kapan ia berdiri
di belakangku.
“ Siapa kamu ?? Berani sekali
kamu menasehatiku ?? Kamu tak tahu aku, dan jangan sok menasehatiku !!” ucapku
dengan nada sinis menatap matanya dengan bola mataku yang berkaca-kaca.
“ Jutek sekali kamu, aku
hanya menasehati yang baik, jika kamu tak mau mendengar nasehatku ya sudah” ia
pun bersikap cuek lalu beranjak pergi meninggalkanku.
“ Huuft.. siapa lelaki itu,
merusak suasana saja…memang semua lelaki di dunia ini sama, menyebalkan dan
bajingan “ keluhku didalam hati.
***
Esok harinya saat aku baru
saja memasuki ruang kerjaku, aku dikejutkan oleh sesosok makhluk yang paling
aku benci di dunia ini, yaitu lelaki dan anehnya lelaki ini seperti pernah aku
jumpai.
“ Hei, mengapa kamu ada
disini ?? Bukannya kamu yang sok menasehatiku sewaktu di pemakaman itu ??”
tanya ku dengan sinis.
“ Kamu ?? Aturannya aku yang
bertanya, mengapa kamu disini ?? ini ruang kerja Direktur dan Sekretaris”
“ Aku Sekretaris di sini ?? Dan
kamu ?? Kamu siapa ?? Dan mengapa kamu duduk di bangku bosku Ibu Diana ??”
“ Oh, jadi kamu sekretaris
kak Diana. Hmm.. kenalkan, aku ADITYA FEBRY PRASETYA, adiknya Diana dan mulai saat ini aku yang
menggantikannya, karena dia sedang ada tugas di Paris” aku kaget bukan kepalang
mendengar penjelasan dari lelaki bernama Adit itu, huuft… semangat
kerjaku mulai berkurang, karena aku di pimpin oleh makhluk yang palingku benci.
“ Oh ya... siapa nama mu ??”
tanyanya lagi.
“ Aku Dhani” jawabku lesu tak
bersemangat.
“ Oh, hmm… Dhani, apa aku ada
meeting dengan client siang ini ??” tanyanya padaku.
“ Hmm… tampaknya tidak ada,
adanya besok pkl. 13.00 dengan direktur dari perusahaan China” jawabku.
“ Ya sudah kalau begitu nanti
siang kamu temani aku makan siang di café dekat sini”
“ Tapi Pak….”
“ Tak ada tapi-tapi ini
perintah dari bosmu”
***
Siang itu dengan amat sangat
terpaksa aku makan siang bersama Adit, Atasan baruku. Andai dia bukan atasanku
tak sudi aku makan siang bersamanya. Saat kami tengah melahap hidangan makan
siang, tiba-tiba keributan muncul dari 2 sejoli yang berada tak jauh dari meja
makan aku dan Adit, sepertinya 2 sejoli itu sedang bertengkar, ini untuk yang
kesekian kalinya aku melihat konflik dalam pasangan, aku lihat si cewek
menampar wajah cowoknya dan memaki-maki cowoknya karena selingkuh.
“ Huft…dasar lelaki, bajingan
dan tak bisa setia pada satu hati. Kalau begitu apa gunanya pacaran dan mengapa
harus ada pernikahan ??!! Hheeuuhhh” gumamku dengan sangat pelan sambil
menggeleng-gelengkan kepalaku, tanpaku sadari gumamanku yang pelan ternyata
didengar oleh Bosku Adit.
“ Bicara apa kamu ?? Tak
semua lelaki sebecat apa yang kamu fikirkan, misalnya saja aku, aku kan baik
hati, tidak sombong dan rajin menabung” ucapnya memuji dirinya sendiri.
“Heeh… Kalau saja kamu bukan
bosku, tak sudi aku makan bersamamu, oh ya ternyata kamu narsis yah, memuji
diri sendiri” jawabku judes dan cuek karena aku sama sekali tak menganggapnya
Bosku.
“ Hehhh.. lancang sekali
mulut mu, tapi tak apa, karena aku rasa kita seumuran jadi kalau di luar kamu
boleh berbicara sesuka hatimu, anggap saja aku teman.”
“ Iiiuuh… maaf lagi-lagi aku
lancang, tapi aku tak sudi berteman dengan laki-laki”
“ Hah ?? Aneh sekali kamu ?? Sepertinya
kamu begitu membenci lelaki ?? Pasti kamu belum pernah pacaran”
“ Yah, aku belum pernah
pacaran, dan aku tak mau pacaran, apalagi menikah itu hal yang ku benci…”
“Dasar, kamu memang wanita
aneh yang baru pertama kali ku temui… Tapi
aku yakin jalan pemikiranmu akan berubah jika kau telah bertemu dengan namanya
cinta”
“ What ?? Cinta ?? Nggak ada
cinta di dunia ini, cinta itu buulsshhitt !!!” tegasku padanya, ia pun tak
menjawab ucapanku, ia hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, hhufft
aku tak mengerti apa arti dari sikapnya.
***
Hari-hariku terus saja
berlalu, meski awalnya aku merasa bad mood dipimpin oleh Adit tapi semakin hari
aku merasa semakin nyaman dengannya, apalagi waktu itu tanpa sepengetahuannya
aku sempat melihatnya datang ke panti asuhanku dulu dan bercanda tawa dengan
adik-adik dipanti, setelah aku tanyakan pada Ibu Sri, aku baru tahu kalau
ternyata Adit adalah seorang Donatur dipanti asuhanku. Adit juga mampu membuat
hari-hariku menjadi semakin asyik dengan leluconnya diruang kerja yang awalnya
aku anggap garing, tapi kian hari kian menumbuhkan tawa di pipiku. Yah kini aku
mulai menyukainya dan mulai berteman baik dengannya dan bagiku hanya dia
laki-laki baik didunia ini. Hari ini
aku dikejutkan dengan kedatangan seorang lelaki ketempat kost.an ku…
“ Siapa anda ???” Tanya aku
melihat sinis kepada seorang lelaki yang sudah tua renta dan terlihat kumuh.
“ Dhani.. kamu Dhani….???” tanyanya
dengan suara parau.
“ Yah, saya Dhani… anda siapa
??” tanyaku semakin heran.
“ Ini ayah nak… Ini ayah… Maafkan ayah dulu meninggalkan mu Nak”
kata-kata yang keluar dari mulutnya sama sekali tak terfikir olehku.
“ Ayah ?? Tidak ! Tidak
mungkin !!! Ayahku telah mati !! Aku tak punya ayah !!!” jeritku membentak lelaki
tua itu, lalu ku tutup pintu kost.anku dengan bantingan yang cukup
menggemparkan.
“ Dhani… Maafkan ayah nak… Ayah
tahu dulu ayah salah meninggalkan mu dengan bundamu nak…Tapi ayah punya alasan
dengan itu semua”
“Pergi kau dari sini !!! Kau
bukan ayahku,,, Aku tak punya ayah !!!!” jeritku sekencang-kencangnya dari
balik pintu menahan derai air mata. Aku heran lelaki tua itu tak membalas jeritanku, ku intip dari jendela ternyata ia
telah beranjak pergi. “Huuh… sudah jatuh miskin, baru kau temui aku, dasar
laki-laki bajingan !!” keluhku dalam hati.
***
Esok harinya saat aku bersama
Adit pergi ke panti asuhanku dulu, Ibu Sri bercerita kalau ada lelaki
tua yang meminta alamatku dan karena rasa kasihan ibu Sri memberi
alamatku. Mendengar cerita Ibu Sri aku sangat yakin kalau lelaki yang Ibu Sri
maksud adalah lelaki bajingan itu.
“ Dhani, kamu kenapa melamun
???” tanya Adit padaku.
“ Hmm..nggak, oh ya Adit kamu maukan menemaniku sebentar ke
makam bundaku ??” tanyaku melarikan pembicaraan pada Adit, yah diluarkantor aku
dan Adit memang sudah akrab seperti teman.
“ Yah..tentu” ucapnya
tersenyum manis, aku dan Adit pun berpamitan kepada Ibu Sri dan adik-adik di
panti asuhan.
***
Saat di makam bunda,
lagi-lagi aku bertemu dengan lelaki bajingan itu, hatikupun semakin kesal
emosiku tak dapat dibendung.
“ Ngapain anda di makam bunda
saya ?!!” tanyaku sinis
“ Nak…maafkan ayah, ini ayah
Nak,, maafkan ayah…” ucap lelaki bajingan itu menyalami tanganku, namun dengan
kasarnya aku melepaskan tangannya, sama persis seperti ia melepaskan pegangan
tangan mungilku dahulu.
“Sebaiknya anda pergi dari
sini !!! Ayah saya sudah mati !!! Pergi !!!” bentakku dengan penuh emosi, Adit
saja sampai kaget melihat kemarahanku. Saat lelaki tua itu sudah pergi, aku dan
Aditpun berdoa dimakam bunda.
“ Dhani, sebenarnya siapa
lelaki tua tadi ??” tanya Adit usai kami memanjatkan do’a.
“ Dia bajingan, sudahlah aku
tak mau membahas tentangnya”
“ Jadi dia benar ayahmu ??”
“ Hmm” sahutku dengan
berdehemm.
“ Ya ampun Dhani, kenapa kamu
tega membentak ayahmu seperti itu, nanti kamu jadi anak durhaka loh”
“ Dia tak pantas di
berlakukan dengan baik Adit, dia bajingan, dia pergi begitu saja meninggalkan
aku bersama bunda, karena wanita lain dan karena dia juga bundaku meninggal Adit
“
“ Yah…tapi bagaimanapun juga
dia tetap ayahmu, Dhan”
“ Nggak Adit… aku sudah tak
punya ayah, ayah ku telah meninggal”
“ Dhani….tuhan saja maha
pemaaf, apa kamu tak mau memaafkan ayahmu?? Dia asbab hingga kamu bisa lahir
kedunia ini Dhan…” Adit menasehatiku sambil menatap mataaku sangat lekat.
“ Tapi Adit…”
“ Sssttt” ia meletakkan jari
telunjuknya tepat dibibirku, “ Maafkan lah ayahmu Dhan, dengarkan dulu
penjelasannya… jangan sampai kamu menjadi anak durhaka yang menyesal di
kemudian hari…. Kamu dapat lihat aku kan ?? aku laki-laki dan aku bukan
bajingan, Veb… jangan mencap seseorang itu jahat sebelum kamu kenal ia dengan
dekat… hmm.. sekarang aku mau tanya, dari mana kamu tahu ayahmu meninggalkan
bundamu karena wanita ??”
“ Dari tetangga…karena aku
banyak lihat lelaki itu meninggalkan kekasihnya karena wanita lain…” sahutku
polos.
“ Ya ampun… pendek sekali
jalan pikiranmu, hmmm aku berharap kamu mau mema’afkan ayahmu dan mau mendengar
penjelasannya, tak baik ada dendam antara anak dan orang tua”
Begitu banyak nasihat yang
keluar dari mulut Adit, tetapi tetap saja rasa benci dihatiku terhadap sosok
ayahku tak bisa pudar, aku bukan Tuhan yang Maha pemaaf, aku hanya hambanya
yang punya hasrat berbeda. Dan jujur aku rasa sampaikapanpun hatiku tak bisa
memaafkan kesalahan ayahku.
***
Seminggu berlalu, lelaki
bajingan itu, selalu saja mengikutiku dan berusaha menjelaskan hal yang
menurutku sudah jelas, berkali-kali juga Adit menasehatiku, namun yah… luka yang dibuat lelaki bajingan itu
sangat dalam dan belum mampu aku tutupi.
Sore hari saat aku dan Adit
berjalan di sebuah taman kota, diseberang jalan besar aku melihat seorang anak
kecil yang sedang mengikat tali sepatunya, dari arah kanan kuliat mobil truuk melaju dengan kencangnya ke arah anak kecil
itu, dengan reflex aku berlari dan mendorong anak itu, hingga saat itu aku
berada tepat beberapa cm dari mobil truuk itu…
“ Aaaaaaaaaaaaaa !!!!”
jeritku akan tetapi ada tangan seseorang yang melemparkan aku hingga aku
terperosoh di pinggir jalan besar itu, saat aku mulai separuh sadar kulihat
ditengah jalan telah banyak orang-orang berkerumun, akupun heran.
“ Kamu nggak kenapa-napakan
??” tanya Adit memangku kepalaku.
“ Nggak kok… hmmm kenapa
banyak orang yang berkerumun disana ??” tanyaku menatap mata Adit, Adit terdiam
mendengar pertanyaanku, dengan pelan dan perlahan ia membantuku berdiri dan
dengan Adit menuntunku ketempat kerumunan orang-orang itu.
“ Astaghfirullah…” sungguh
saat itu jantungku seolah berhenti berdetak, air mataku menetes dengan
sendirinya melihat tubuh ayahku terbaring di tengah jalan dengan bersimbah
darah karena menyelamatkanku, ku lihat tangan kanan ayahku memegang secarik
kertas yang sepertinya adalah sebuah surat namun di pinggir kertas itu telah
terkena lumuran darah segar yang trus mengalir dari bagian kepala ayahku dan
juga tangannya yang dicium oleh aspal jalanan.
“ Adit tolong bawa lelaki ini
kerumah sakit” pintaku memandang Adit dengan berlinang air mata.
***
Setelah sampai dirumah sakit
lelaki bajingan itu langsung di masukkan keruang UGD karena saat Adit hendak
mengambil surat yang dipegang ditangannya, nadi ayah masih berdenyut, lelaki
bajingan itupun diperiksa oleh dokter.
Sementara aku dan Adit
menunggu diluar, aku yang sedari tadi penasaran dengan isi surat yang telah
berlumur darah itupun segera membaca isi surat itu
“Dear Dhani, putri ayah
tercinta…. Nak, maafkan ayah yang telah meninggalkanmu dan bundamu waktu itu, jujur saat itu ayah tak punya pilihan lain
nak, waktu itu ayah terjerat kasus korupsi karena fitnah dari rekan kerja ayah,
ayah tak sanggup menceritakan ini padamu dan bunda, ayah juga tak mau nanti Dhani
diejek sama teman-teman Dhani kalau Dhani anak narapidana… Maka itu ayah
meninggalkan kalian, selama ini ayah tinggal di penjara nak, Dhani maafkan ayah
yah baru menemuimu saat ini, karena ayah baru saja bebas nak, Dhani...ketahuilah
nak hanya bundamu yang ada dihati ayah, dan hanya dirimulah putri satu-satunya
ayah yang paling ayah cinta… ayah harap Dhani mau memaafkan ayah…maaf kalau cara ayah waktu itu salah karena hanya cara
itu yang terlintas dipikiran ayah nak…Dhani ayah sangat mencintai dan
menyayangimu…ayah minta kau mau memaafkan ayah nak, kau mau menerima ayah
kembali…. Ayah sayang Dhani :*
” Hks…hiksss….. air mataku
tak henti-hentinya mentes saat membaca kata demi kata yang ada dalam surat itu
meski sedikit buram karena ada lumuran darah dipinggirnya,huufft.. benar
kata pepatah kalau penyesalan itu datangnya belakangan, aku menyesal telah
salah menilai ayah, aku menyesal, tuhan tolong segera sadarkan ayahku, aku
ingin meminta ma’af padanya.
Tak berapa lama dokter yang
memeriksa ayahku pun keluar, dan aku bergegas menghapus air mataku dan bertanya
pada dokter itu.
“Dok, bagaimana kondisi ayah
saya ???” tanyaku tak sabar menanti jawaban.
“ Maaf mbak, kami hanya bisa
berusaha, namun Tuhan berkata lain”
“ Maksud dokter ??”
“ Ayah mbak, sudah kembali
kesisi Yang Maha Kuasa…”
“ Apa….??? Hikss…hikkss…
nggak nggak mungkin…. Ayaahh… ayah aku Adit…” aku mulai histeris dan menarik
–narik lengan baju Adit lelaki yang saat itu berada di sampingku. Adit hanya
terdiam dan mencoba menenangkanku dengan merangkulku. Dan membimbingku masuk ke
ruang UGD.
Tubuhku seolah tak bernyawa
karena hanya bisa terdiam mematung di hadapan tubuh ayah yang terbaring dan
telah diselimuti kain putih, kubuka kain putih yang menutupi wajah ayah
“ Ayah…. Bangun yah !! Bangun
!!! Maafin Dhani ! ” ucapku mengguncang-guncang tubuh ayahku yang tlah tak
bernyawa, kendati ayahku tak kunjung bangun seperti apa yang ku inginkan.
“ Ayah…Maafkan Dhani yang
salah menilai ayah… ayah… Dhani juga sayang banget sama ayah… maafin Dhani
karena telah buat ayah begini…maafin Dhani yah.. ayah…” ucapku lalu memeluk
jasad ayahku dan mencium keningnya. Tetesan airmatakupun mengenai wajah ayahku
yang telah pucat tak bernyawa.
Hari itu
juga ayahku dimakamkan, dan kerena kebetulan tanah disebelah makam bundaku
kosong, akupun meminta agar ayah dimakamkan disebelah makam bundaku. Selama
proses pemakaman ayah, isak tangis trus mewarnaiku, derai airmata trus menghias
pipiku meski Adit berusaha menguatkanku dengan selalu menempatkanku
diranggkulannya. Kini aku memang benar-benar tinggal sebatangkara, ayah dan
bundaku telah tiada, jujur aku sangat merasa bersalah kepada ayahku karena
telah lebih dari 18 tahun aku membencinya dan menyebutnya Lelaki
bajingan, hmmm… kuharap ayah mendengar permintaan maafku dan mau
memaafkanku.
***
3 hari kemudian aku masih
saja belum bisa berhenti menyalahkan diriku tentang ayah, aku hanya bisa
melamun di ruang kerjaku.
“Dhani, aku ingin bicara
denganmu tentang urusan pribadi, dan aku minta nanti kamu mau makan siang
bersamaku di café dekat sini” ucap Adit yang tampaknya ingin membicarakan hal
serius.
“ Baik Pak” ucapku dengan
lesu.
Siang harinya saat aku makan
siang bersama Adit tiba-tiba saja Adit menyentuh tanganku, akupun kaget dan
buru-buru melepaskan tanganku dari tangannya.
“ Dhani….” Adit menatapku
lekat dan mulai menggenggam tanganku, aku terhanyut dalam tatapan matanya.
“ Dhani, jujur saat
pertamakali aku melihatmu, aku sudah merasakan rasa berbeda denganmu… Dhani,
aku tahu ini bukan saat yang tepat untuk aku membicarakan ini, tapi hatiku trus
saja mendesak agar aku mengutarakan ini padamu…By, apa kamu mau menjadi istriku
??” pertanyaan Adit seolah membuat suasana terhenti seketika, aku tak menyangka
jika ia memiliki rasa cinta terhadapku,
“ Tapi Adit, itu nggak
mungkin. Ayahku baru saja meninggal 3 hari lalu, makamnya saja belum kering,
bagaimana mungkin kita melangsungkan pesta pernikahan ??”
“ Aku tak meminta persta
pernikahan itu diadakan secepatnya Dhan, aku hanya ingin tahu apa kamu punya
rasa yang sama denganku dan apa kamu mau menikah denganku” aku tak mampu
mengeluarkan sepatah katapun untuk menjawab kata-kata Adit, bibirku terasa
sangat kelu.
“ Apa kamu takut hubungan
kita akan berakhir dengan perceraian ???” tanya Adit menatapku lagi, dan aku
hanya diam.
“ Dhani..aku tak akan lakukan
itu, aku benar-benar mencintaimu, aku yakin kamulah tulang rusukku…” ucapnya
memegang tanganku dan menatap mataku seolah meyakinkan ungkapan hatinya.
“hmm..aku tak memaksamu menjawab sekarang, aku siap menunggu hingga hatimu
telah temukan jawaban dari pertanyaanku” sambungnya lagi dan kini mulai
melepaskan tangannya dari tanganku.
“ Aku mau Adit… I do love you
too…” ucapku sambil menarik tangannya kembali.
“ Sungguhkah ucapanmu tadi
??” tanyanya dengan raut wajah sangat bahagia.
“ Yah..” akupun tersenyum
dalam keraguan, tapi aku berusaha meyakinkan hatiku kalau ini memanglah yang
terbaik. Hari itu juga Adit dan aku kemakam ayah dan bundaku, sesekali aku
tertawa kecil melihat Adit bercerita banyak di batu nisan ayah dan bundaku, ia
bercerita seolah-olah saat itu ia benar-benar sedang berada bersama kedua orang
tuaku yang masih hidup. Hufftt … kini meski masih berduka
namun ku tlah temukan kebahagianku. Terimakasih ya Allah kau telah pertemukan
aku dengan Malaikat Cintaku yaitu ADITYA FEBRY PRASETYA bagiku Adit adalah arti
Cinta dihidupku, ia mukjizat nyata yang mampu mengalihkan duniaku.
0 komentar:
Posting Komentar