J When I Need You (Disaat Aku Membutuhkanmu) J
“Dan
suatu saat nanti semua akan mengerti tentang apa yang aku rasakan” Aku menutup
buku memoku, menyungging sedikit senyum disudut bibir mungilku. Ya aku memang
suka menulis di buku memo karna buku itu
adalah satu satunya yang bisa aku jadikan tempat curhatan ataupun keluhan
hatiku. Setiap pagi setelah sholat subuh dan sebelum berangkat sekolah, aku
selalu menulis harapan-harapan dan keinginan manis ku di sana, di bukuku.
“Ma aku pergi dulu ya” ucapku lalu
mencium punggung tangan mamaku.
“Iya sayang, hati-hati ya” ucap
mamaku lembut. Aku hanya menjawab pertanyaan mama tadi dengan anggukan lalu
melangkah keluar rumah dan menaiki sepedaku. Ya, aku memang suka naik sepeda
dari pada harus membawa mobil mamaku, menurutku kesederhanaan itu lebih baik
dari pada harus berlebih-lebihan dan hanyut dalam kemewahan semu. Selang
beberapa menit, aku sampai di depan sekolahku tepatnya SMAN 1 BANDUNG, lalu aku
memarkirkan sepedaku di samping pagar sekolah, aku melangkah dengan santai
menuju ke kelas, mulutku sedikit bergerak bersenandung kecil mengiringi langkah
kaki.
“Aduh!” tiba tiba ada yang
menabrakku, aku pun jatuh dan lututku sedikit berdarah.
“Ehm maaf ya, aku gak sengaja” ucap
orang yang menabrakku itu. Dia cukup tampan, manis, berpostur tinggi, dan
berhidung mancung. Akupun berdiri dan menyamakan tinggiku dengan laki-laki itu.
“Kalau kata maaf cukup menyelesaikan
masalah, gak akan ada penjara di dunia ini!” ucapku tepat di depan muka laki-laki
itu. Lalu dengan sedikit tertatih aku pergi dari hadapannya. Laki-laki itu
hanya terdiam mematung 3 detik kemudian dia berbalik dan memanggilku.
“Hei tunggu, nama kamu siapa?!” seru
laki-laki itu mengangkat tangannya namun aku tak menghiraukannya.
“Hm namaku Adit, aku minta maaf!”
serunya lagi.
“Hei!” laki-laki itu hanya diam di tempat
sambil berteriak memanggilku tapi percuma aku tetap melangkah menuju kelas.
“Ah, cewek aneh. Tapi..... bikin aku
penasaran” gumam laki-laki yang bernama Adit itu, dia sedikit menyungging
senyum di bibirnya.
~~~~~
“Dasar cowok gila, emang dia pikir aku
barang apa, main tabrak aja, emang dia pikir gak sakit gitu?” mulutku tak
berhenti mengoceh sepanjang langkahku hingga aku sampai di tempat dudukku.
“Kenapa kamuEsti?” seru teman
sebangkuku, namanya Roma.
“Itu, cowok yang sok populer di SMA
ini, masa dia nabrak aku? Matanya budeg apa, udah gitu cuma minta maaf lagi”
ucapku kesal.
“Bukan budeg tapi buta kali.
Haha..... tapi kasian juga ya kamu Esti. Maksud kamu Adit anak IPA 1 itu?” Roma
tertawa lepas mendengar ceritaku, kemudian dia balik bertanya.
“Iya!” ucap ku meninggi.
“Yaudah mana orangnya sini aku
tonjok!” ucap Roma menantang dan sok jadi pahlawan di depanku.
“Ihh emang kamu berani? Secara tu
cowok kan digilai banget di sekolah ini, nanti fans-fans nya yang kecentilan
itu marah sama kamu, gimana?” ucapku meremehkan Roma.
“hehe enggak sih”.
“uuu” aku menoyor kepala Roma..
Aku
dan Roma memang bersahabat dekat, aku mau berteman dengan laki-laki ya cuma Roma,
itu pun karna Roma tetanggaku sejak SMP, sejak aku pindah ke Bandung. Obrolanku
dengan Roma terhenti karna bel masuk berbunyi.
~~~~~
Ini
adalah saat yang aku nantikan. Jam istirahat. Ya, aku memang orang yang
cepat bosan, berlama-lama di kelas membuatku malas tapi walaupun begitu aku
salah satu murid yang berprestasi.
“Hm akhirnya istirahat juga, ke taman
ahh” gumamku sendiri sambil melangkah ke taman sekolah. Beberapa detik kemudian
aku sudah sampai dan duduk di bangku taman yang berwarna coklat itu.
Ditanganku
sudah ada kotak makanan dan minuman yang sengaja aku bawa dari rumah. Walaupun aku
anak orang kaya tapi aku berpikir makanan yang dibuat sendiri itu lebih sehat
dari pada harus jajan di kantin sekolah, lagi pula uang jajanku bisa disimpan
dan digunakan untuk membeli keperluan yang lebih berguna bukan?. Berhemat itu
salah satu cara indah untuk mendapatkan hidup yang terjamin. Bukankah begitu?
“Krikss!”
Aku
mendengar seperti ada suara ranting yang terinjak, aku sedikit menoleh ke belakang.
Dan benar saja di sana sudah berdiri laki-laki manis yang menabrakku tadi pagi.
“Aduh mampus aku” gumam laki-laki
itu, sepertinya dia memperhatikanku dari tadi.
“Eh sejak kapan kamu disitu?”
tanyaku sedikit membesarkan mataku.
“Hm ngh, anu itu aku..... aku cuma lewat”
laki-laki yang bernama Adit itu berhasil aku buat gugup. Seketika tawaku pecah
karna tak kuasa melihat wajah Adit yang begitu lucu saat sedang gugup dan
salting seperti itu.
“Hahahahaha... ternyata cowok
populer yang katanya kece bin keren itu kayak gini, digituin aja udah kayak
kucing diblototin monyet hahahahaha....” Aku benar benar melepas tawaku, aku
merasa menang karna telah membuat laki-laki itu salting. Mataku terlihat sipit
karna tertawa. Ini seperti drama komedi tanpa layar kaca, yang dapat aku
jadikan tontonan gratis.
Tiba-tiba
tawaku berhenti karna entah sejak kapan Adit tiba-tiba berada di depanku, Adit
sedikit menundukkan badannya agar menyamai tinggi dudukku. Wajah Adit begitu
dekat dengan wajahku, hingga membuat nafasku tak beraturan. Sepertinya Adit
kesal padaku dan juga ingin membalas perbuatanku tadi, perbuatanku yang sudah
berhasil membuatnya mati gaya. Sekarang sepertinya dia yang akan membuatku
begitu. Bisa dilihat dari tatapannya, dia tersenyum devil.
“Kenapa diam?” Adit mulai bersuara, namun
tatapannya tetap padaku.
“Ngh, ga.....” aku terlihat gugup. bisa
didengar dari suaraku. Adit sedikit memajukan wajahnya tapi aku mundur, Adit
malah semakin mendekatiku, dan jarakku dengan Adit sangat dekat sekarang. Adit
semakin mendekat hingga hidung kami bersentuhan, karna takut dan gugup aku langsung
menutup mataku, wajahku terlihat lucu sekali.
“Hahaha..... kena kamu!” Adit malah
menjauhkan wajahnya dan menertawakanku. Sepertinya, tadi dia hanya ingin
mengerjaiku. Benar saja, dia berhasil.
“Aaaaaaa dasar cungkring! Berani kamu
ya ngerjain aku? Mentang mentang kamu populer disini trus digilai tuh cewek
cewek centil? Trus kamu bisa seenaknya gitu sama aku?” ucapku tanpa titik-koma,
membuat Adit tertawa kecil.
“Udah, ngomongnya?” Adit. Untuk
kedua kalinya Adit membuatku kesal, aku berdiri dan mencubit perutnya.
“Adoohhhhh sakit tau!” ucap Adit.
“Aduhhhhh sakit ya sayang? Mau aku
obatin?” godaku. Adit mengangguk polos.
“Auhhhhh” Adit kembali menjerit.
Bukannya mengobati tapi aku menginjak kaki Adit dan menjulurkan lidahku lalu
berlari pergi dari taman sekolahku itu, meninggalkan Adit yang berdiri dengan
wajah kesalnya terhadap tingkahku.
“Dasar cewek gila! Berani banget ya kamu
sama cowok manis bin sexi kayak aku” Adit mengoceh dan memuji dirinya sendiri, murid-murid
yang lewat di taman itu menggeleng melihat tingkah Adit. Menyadari itu, Adit
langsung menepuk jidatnya.
“Aduh! Masa aku ngomong sendiri sih,
tuh kan.. diliatin, mau ditaruh di mana muka aku? Nah loh, kok aku jadi kayak
orang gila gini ya? Nih pasti gara gara cewek aneh itu deh, aku jadi penasaran
sama tuh cewek, sumpah deh pengen ketemu lagi rasanya, aduh! Kok aku ngomong
sendiri lagi? Bodo ah!” Adit melangkah, berniat meninggalkan taman itu. Tapi
tunggu, Adit menghentikan langkahnya, kelihatannya dia melihat sesuatu. Ya!
Kotak makanan yang aku bawa tadi tertinggal di bangku coklat taman itu, Adit
mengambil kotak itu dan tersenyum manis.
“Aku punya alasan buat ketemu sama
dia lagi” gumam Adit lalu pergi.
~~~~~
Aku
melangkah ke kelasku, saat aku sampai di bangkuku, tiba-tiba bel masuk
berbunyi. Ini pelajaran terakhir hari ini. Setelah pelajarannya selesai, aku
mengambil tasku dan melangkah keluar kelas.
“Roma aku duluan ya?” ucapku pada
sahabatku Roma. Roma hanya mengangguk karna tampaknya dia sedang mengerjakan
tugas tambahan dari guru. Aku pastinya ke pagar sekolah dulu untuk mengambil
sepeda kesayanganku.
“Aaaaaaaa sepede aku mana?????” Aku
berteriak karna sepedaku tak ada di dekat pagar sekolah. Mataku menyapu semua
daerah didekat situ. Tiba tiba pandanganku berhenti pada satu titik. Yang benar
saja? Di sana Adit sudah berdiri disamping mobil merahnya, sedangkan sepedaku
terikat di atas mobil Adit.
“Aaaaaaa cowok resek!” Aku memasang
wajah segahar mungkin, dan melangkah menghampiri Adit dengan tangan yang berada
di kedua belah pinggangku.
“Ke na pa, kamu ga ng gu sepeda aku!?”
aku sengaja menekankan nada disetiap suku kata kalimat yang aku lontarkan pada Adit
barusan.
“☺” Adit hanya melempar senyuman manisnya padaku.
“Ihhh jawab” nada bicaraku berubah
seperti anak kecil.
“Pulang sama aku” ucap Adit singkat
sambil menarik ku. Hingga aku langsung terduduk di dalam mobil Adit.
“Ihhh kamu apa-apaan sih? Aku gak
mau!” ucapku tapi Adit tak menghiraukannya.
“Adit turunin gak?” ucapku lagi. Adit
menghentikan mobilnya mendadak hingga membuat jidatku terbentur sedikit.
“Apa? Coba panggil namaku lagi dong,
aku pengen denger lagi” ucap Adit menatapku. Aku hanya diam karna heran dan
bingung.
“Ih apaan sih, gak penting banget A…”
ucapku santai dan memalingkan pandanganku ke depan. Tapi Adit memegang wajahku
agar melihatnya.
“A apa lagi?” ucapku gugup. Adit
mengelus keningku. Aku terdiam.
“Sakit ya?” Tanya Adit. Aku hanya
diam dan tak menjawab pertanyaan Adit.
“Kening kamu memar, dikit” ucap Adit
lembut.
“Cuppp” Adit mengecup lembut
keningku.
“Udah sembuh,” ucap Adit membelai
rambutku. Lalu Adit kembali menyetir. Aku terdiam membisu. Getaran-getaran aneh
aku rasakan saat ini, sebelumnya aku tidak pernah merasakan ini.
“Kok aku mau aja sih dicium tuh
cowok playboy?” ucapku dalam hati
~~~~~
Adit
menghentikan mobilnya di depan sebuah pemakaman.
“Ngapain sih kamu bawa aku kesini? Kamu
mau nguburin aku hidup-hidup?” ucapku sekena nya.
“Ya elah Esti, masa iya aku nguburin
cewek yang aku sayang” ceplos Adit.
“Apa?” karna sibuk memandang sekitar
pemakaman itu, jawaban Adit terdengar samar-samar ditelingaku. Karna itu aku
menanyakan kembali.
“Ngh, enggak kok gak papa, aku cuma
mau ngajak kamu ke sini” Adit menghentikan langkahnya di depan sebuah kuburan. Aku
juga berhenti.
“Ini kuburan siapa?” T\tanyaku
sambil mengikuti Adit yang menjongkok.
“Ini kuburan orang yang aku sayang,
satu satunya wanita yang berharga dikehidupan aku” ucap Adit mengukir senyum di
bibirnya. Tapi kelihatannya ada sakit dibalik senyuman itu.
“Maksud kamu?” tanyaku agak
merendahkan suara.
“Ibu aku” Lirih Adit.
“Oh maaf aku gak tau” ucapku juga
lirih merasa tidak enak pada Adit. Ternyata kehidupan Adit tidak seperti yang aku
bayangkan. Ternyata dibalik kepopulerannya, dan kekayaanya, dibalik Adit yang
menyebalkan, Adit yang selalu semangat, ternyata tersembunyi Adit yang lemah
dan rapuh tanpa seorang wanita berharga yang sangat berarti bagi kehidupan setiap
Insan, termasuk Adit.
“Gak papa kok, hm aku ngajak kamu ke
sini karna kamu mirip sama sosok ibu aku, kamu orangnya lucu, apa adanya,
sederhana, tegar dan cuek. Aku suka sama sikap kamu yang sama kayak ibu aku
yang dulu” ucap Adit mengungkapkan isi hatinya, walau tidak sepenuhnya.
“Aku gak setegar yang kamu bayangin Adit”
ucapku dalam hati. Aku menoleh ke arah Adit, mendapati Adit dengan air mata
yang sedikit menetes di sudut matanya.
“Loh kok cowok nangis sih?” ucapku
sedikit tertawa. Adit mengahlikan pandangannya ke arah kuburan ibunya itu. Dia
teringat sesuatu.
“Saat kamu ngeliat cowok nangis, itu
bukan berarti dia gak jantan, bukan berarti dia banci dan bukan berarti dia
lemah, tapi air mata itu menandakan kalau cowok juga punya perasaan” ucap Adit
yang membuatku tertunduk. Mencoba meresapi kata kata Adit.
“Aku bakal seneng kalau kamu mau
jadi temen aku” ucap Adit lagi.
Berniat meresapi kata kata Adit tadi, pikiranku malah
tersesaat pada bayangan masa lalu ku. Ayahku..... Kejahatannya..... Ayah yang selalu
membuat ibuku menangis. Membuatku terjatuh dalam cahaya namun menyakitkan.
Kejadian yang membuatku benci terhadap makhluk atas nama LAKI-LAKI.
“Enggak!” Adit menatapku, dia kaget
karna aku berdiri dan suaraku yang meninggi. Sedangkan Adit masih
menonggok/mencangkung.
“Kalau semua cowok punya hati, gak
akan ada yang tega bikin air mata wanita jatuh” ucapku tanpa memandang Adit.
Lalu aku pergi meninggalkan Adit.
“Tunggu!” ucap Adit berdiri.
“Dan aku gak akan pernah mau jadi
temen kamu” ucapku berhenti sebentar tanpa berbalik. Lalu melanjutkan langkah
cepatku. Adit terdiam heran akan tingkahku itu.
~~~~~
“Kucoba
untuk mengartikan getar itu namun aku tak sanggup karna jujur, aku tidak
mengerti dengan rasa yang kau tinggalkan di hatiku. Ku coba menyadari, namun
terlalu gelap untuk aku lalui dan aku jalani. Kucoba mengakuinya, namun hanya
membuatku jatuh pada cahaya yang menyakitkan. Aku tak sanggup bersamamu,
bersamanya, bersama semua orang yang kuanggap hanya akan meninggalkan sakit
dihatiku. Aku tak ingin kau tau dan aku tak ingin kau memahami ini.”
Air
mataku menetes disampul biru buku memoku. Entahlah, entah untuk siapa tetes air
mata itu, entah hanya untuk ayahku atau malah untuk Adit.
“Esti.. ayo kesini makan dulu sayang”
suara mamaku terdengar samar-samar mungkin karna sedang hujan. Ya, hujan turun
entah sejak kapan, melengkapi perasaanku saat ini.
“Musim
hujan kali ini mewakili tentangku. Derasnya air hujan itu mewakili tangisnya
diriku. Kerasnya suara petir mewakili amarahku. Dan adanya angin mewakili semua
perasaanku” aku menulis sebait kata-kata sebelum aku menuju ke ruang
makan.
“Iya ma” aku langsung turun dan
menghapus air mataku.
“Duduk disini sayang” ucap mama ku,
dan aku hanya menurutinya.
“Gimana sekolah kamu hari ini?
Menyenangkan?” mamaku membuka pembicaraan baru. Ini memang kebiasaannya, di
saat makan malam seperti ini, mamaku selalu menanyakan tentang sekolahku.
“Baik baik aja kok ma” ucapku sambil
menyungging sedikit senyuman.
“Bagus deh kalau gitu, kamu sekolah
yang rajin ya, supaya kelak kamu jadi orang sukses” pesan mamaku.
“Iya ma, pasti” ucapku lalu kembali
menyantap makananku.
“Tok tok tok” tiba-tiba terdengar
suara ketokan pintu rumahku, sepertinya ada tamu.
“Biar aku aja yang buka ma” mamaku
tersenyum dan ucapku langsung ke pintu depan.
“Siapa ya malam-malam gini kok
dateng ke rumah orang sih” omelku disepanjang langkah.
“Iya sia....” omonganku terputus
karna sudah ada seorang laki-laki yang aku benci disana. Ya, Adit
“Ngapain lagi sih kamu? Lagian dari
mana kamu tau rumah aku? Heran deh aku sama kamu. Udah pulang sana pulang!”
ucapku mengusir Adit.
“Esti aku cuma mau ngan.....” Adit
belum selesai bicara aku sudah memotong pembicaraan Adit yang terbata bata
karna kedinginan itu
“Ah kelamaan, udah sana pulang”
ucapku sedikit mendorong Adit dan menutup kasar pintu rumahku.
“Siapa sayang?.....” ucap mamaku
menghampiriku.
“Ha? Eng enggak ma. Bukan siapa-siapa
kok” ucapku berlalu dari depan mamaku. Mamaku menghela kain penutup jendela dan
melirik keluar, sedetik kekudia mamaku tersenyum.
“Hm anak muda jaman sekarang” gumam mamaku pergi sambil menggeleng.Bukannya
menghabiskan makan malam ku, tapi aku malah langsung pergi menuju ke kamar.
Melihat itu, mamaku hanya memakluminya
~~~~~
“Dasar cowok keras kepala, ngapain
sih dia masih disitu” ucapku sendirian di depan jendela, melihat Adit terduduk
sambil menyandar di dinding rumahku.
“Gak kedinginan apa?” gumamku pelan.
“Aduh.....” aku sedikit bingung.
“Ah bodo ah, kan dia yang maunya itu
ya biarin aja” ucapku berlalu. Aku naik ketempat tidurku dan menutup mata,
mencoba untuk mekulai tidurku.
~~~~~~
Jam
menunjukkan pukul 12.25 aku terbangun dari tidurku. Entah kenapa perasaanku
sedikit gelisah. Aku keluar kamar dan mencari segelas air putih. Hujan masih
belum redah, aku teringat akan seseorang diluar sana. Ya, Adit
“Pasti dia udah pulang” gumamku
sedikit melirik keluar
“Adit!” aku kaget karna ternyata Adit
masih disitu, wajahnya kelihatan pucat dan tubuhnya menggigil kedinginan. Aku
keluar dan memopong Adit untuk masuk ke rumah, aku membawa Adit ke kamar tamu.
“Berat banget sih kamu, badan aja
yang cungkring tapi berat banget, ah ini badan kamu yang berat apa dosa kamu
sih” ucapku masih sempat saja mengomel saat menidurkan tubuh Adit di atas kasur
“Aduh kamu dingin banget” gumamku sedikit
khawatir. Aku melangkah mengambil selimut di dalam lemari dan menyelimuti Adit.
“Gimana ya, nanti kalau kamu kenapa
napa aku yang repot” ucapku memegangi kepalaku sendiri.
“Ngh,” Adit membuka matanya
perlahan. Aku menatap Adit berharap laki-laki itu tidak kenapa napa.
“Esti” ucap Adit saat melihatku. Dia
mengukir senyum dibibirnya.
“Ih kamu sarap ya, baru aja bangun
udah senyum senyum gak jelas gitu” ucapku terkekeh geli.
“Kamu emang lucu ya, aku senyum
karna ada kamu” ucap Adit sambil berusaha duduk.
“Hm aku kesini cuma mau ngasih ini”
ucap Adit memberikan sesuatu padaku. Ya, tempat makan kesayanganku yang
tertinggal di taman waktu itu.
“Ya ampun, aku pikir ilang. Makasih
ya” ucapku mengambilnya cepat.
“Ngh, makasih ya. Maaf aku
udah......” Adit menyentuh bibirku dengan telunjuknya.
“Suttt, gak papa kok” ucap Adit
lembut lalu menurunkan tangannya dari bibirku. Aku sedikit salah tingkah
dibuatnya.
“Hm ya yaudah ngapain lagi disini?”
ucapku kembali ketus.
“Ngapain ya.....” goda Adit
mendekatiku.
“Wah kayaknya nih kamar kosong ya,
trus disini cuma ada kita berdua” ucap Adit menaik turunkan alisnya. Dia
semakin mendekatiku.
“Apaan sih kamu! Aku panggilin mama aku
mau kamu ha?” ucapkuu mengancam.
“Panggil aja gak papa kok, paling
kita disangka ngapa ngapain” ucap Adit semakin mendekat.
“Eh nanti kita malah dinikahin cungkring!”
ucapku menjauh.
“Ya gak papa, itu yang aku mau” ucap
Adit tersenyum.
Aku
menelan ludahku, merasa sedikit takut bin bingung. Ini Adit becanda apa serius.
Akhirnya aku mentok ditembok dengan badan Adit yang tidak ada jarak lagi
denganku.
“Adit becanda kamu gak lucu” ucapku.
“Siapa sih yang becanda” goda Adit.
“Adit, kamu jangan macem macem! Aku
jago silat! Aku juga jago kungfu” ucapku mengancam padahal aku tidak bisa silat
ataupun kungfu sama sekali.
“Masa sih.....” ucap Adit menyentuh
rambutku. Aku menutup mata. Aku mulai ketakutan sepertinya Adit serius.
Keringatku sedikit keluar dikeningku.
“Hap!” Adit memelukku erat
“Aku gak ngapa-ngapain kamu kok, dan
gak akan pernah” ucap Adit sambil memelukku.
“Aku sayang sama kamu. Aku butuh kamu.
I Need You” ucap Adit memperat
pelukannya.
Aku
tidak tau harus berkata apa, aku mendorong pelan tubuh Adit tapi nihil. Percuma
“Aku tau, kamu benci sama aku tapi
kenapa? Aku butuh alesan kamu Esti” ucap Adit .
“Karna kamu playboy, lepasin aku”
ucapku mendorong pelan Adit lagi tapi Adit tidak mau melepaskanku.
“Ok, aku akan berubah demi kamu”
ucap Adit mempererat pelukannya. Lalu melepaskan dan mencium lama keningku.
“Bye. I Need You And I Hope You Need Me Too.
Because I Will Come To You, When You Need Me” ucapan Adit lalu pergi
keluar rumahku dan pulang dengan mobil merahnya walau masih jam 12.30. Ucapan Adit
tadi terekam jelas di otakku. Aku terdiam sejenak meresapi kata kata Adit.
“Sometime, I Will Need You. Adit” lirihku dalam hati.
~~~~~
Sekarang
sudah jam 07.00 tentunya aku sudah di luar rumah mengambil dan menaiki
sepedaku. Aku teringat sesuatu, malam tadi ternyata Adit bukan hanya
mengantarkan kotak makananku tapi juga mengantarkan sepedaku. Aku menyungging
sedikit senyuman. Dalam perjalanan menuju sekolah, pikiranku melayang pada
kejadian tadi malam. Entah kenapa, jujur, kejadian itu membuatku bimbang.
“Akhirnya sampai juga” gumamku
memarkirkan sepeda seperti biasa. Aku masuk ke kelas. Disana nampaknya sudah
banyak murid-murid lain tapi tidak Roma
“Roma kemana?” aku bertanya dalam
hati. Saat aku duduk, aku melihat kertas biru di atas mejaku. Cantik, warnanya
dan hiasan dikertas itu sangat manis. Kertas itu hanya satu lembar. Kemudian aku
mengambilnya. Ternyata dibalik hiasan gambar indah di depan kertas itu, di belakangnya
terdapat tulisan.
“Cinta
sejati itu, berawal dari ketidak sengajaan, berjalan dengan proses yang menyakitkan, dan berakhir dengan
kebahagiaan”
Begitulah bacaan dari tulisan
dikertas biru kecil itu. Aku mengerutkan dahiku, mencoba memahami makna kata
kata dikertas itu.
“Dari siapa? Kok gak ada tanda atau
namanya” Ucapku sendiri.
“Ah paling orang iseng” jawabku juga.
~~~~~
Istirahat
pun datang, karna Roma tidak masuk hari ini, jadi aku berniat makan di taman
sendirian. Aku melangkah dengan santai dan ceria menuju taman sekolah itu.
Seperti biasa aku duduk dibangku yang berwarna coklat. Saat duduk, aku melihat
kertas seperti yang ada di kelas tadi. Kertas kecil berwarna biru.
“Kalau
aku yang terbaik untukmu, apalagi mencari yang lain yang belum tentu seindah aku,
sebaik aku, sesederhana aku Dan yang pasti mampu melewati semua kesedihanmu.
Setiap keputusan yang kamu ambil sekarang, itu menyangkut hidupku ke depannya.
Meski 'perih' tapi akan indah pada akhirnya, karna aku yakin aku yang tertepat”
“Siapa sih?” Gumamku bingung dan
penasaran.
~~~~~
Setelah
makan di taman, aku langsung ke kelas, berhenti di depan kelasku sambil
menunggu bel masuk berbunyi. Tiba-tiba tiga orang wanita menghampiriku, mereka
adalah teman sekelasku. Mungkin, mereka ingin mengajakku mengobrol.
“Hy Esti” ucap mereka sambil ikut
duduk disampingku tepatnya di teras depan kelas.
“Hy juga” balasku dengan lembut.
“Eh ada gosip baru loh” ucap salah
satu wanita yang ada didekatku itu.
“Apa” tanya wanita satunya lagi. Aku
hanya diam dan mendengarnya, karna aku tidak teralu suka sama yang namanya
Ngegosip.
“Pastinya kamu tau Adit dong, cowok
populer di SMA kita ini?” ucap cewek itu memulai ceritanya
“Yaiyalah, aaa dia kan cowok idaman aku”
jawab cewek satunya. Aku yang mendengar itu hanya diam
“Dia lagi, dia lagi. Dunia ini kan
luas, emang gak ada cerita lain apa” ucapku dalam hati. Dengan santai aku
berdiri dan berniat masuk ke kelas sedangkan tiga wanita temanku itu sibuk
dengan gosip mereka
“Adit berubah tau, dia mutusin SEMUA
cewek-ceweknya, dan setau aku udah 9 cewek yang nangis gara-gara diputusin Adit”
Langkahku
terhenti namun aku tidak berbalik, aku
sedikit kaget atas pernyataan temanku itu.
“Jadi Adit serius sama omongannya
waktu itu? Tapi, apa ini semua dia lakuin bener-bener buat aku?” aku berfikir
sejenak, kekudian menggeleng dan meneruskan langkahku
~~~~~
Sekarang
sudah jam pulang sekolah, aku langsung membawa tasku dan menuju sepedaku. Tidak
sengaja aku melihat sesuatu dikeranjang depan sepedaku. Selembar kertas kecil
biru itu lagi.
“Cinta
memang datang tanpa disadari, tumbuh tanpa disirami, dan berkembang tanpa
alasan. Jika gelap telah membuat kamu terjatuh, maka kamu butuh cahaya untuk
membuatmu bangkit dan harusnya kamu sadari bahwa akulah cahaya itu”
Aku membuang kertas itu.
“Apa sih maksud semua ini? Siapa
yang bikin ini?” ucapku lalu pergi dengan sepedaku. Pulang.
~~~~~
“Siapa ya yang ngirim itu semua” aku
bergumam diatas kasurku sambil istirahat siang ini.
“Kayaknya orang itu selalu tau apa
yang lagi aku rasain” ucapku lagi.
“Kringtakhkn...” suara vas bunga
yang pecah. Aku kaget dan langsung melihat ke jendela kamarku sepertinya
suaranya dari sana.
“Apaan sih tuh” ucapku berusaha
melihatnya dengan jelas. Terlihat sosok laki-laki manis dengan rambut yang
sedikit menutupi sebelah matanya. Dia menatap satu titik dimataku, membuatku
terdiam kemudian dia melempar senyum padaku
lalu pergi.
“Ha! Kok ilang?” ucapku kaget.
“Adohhhhh kok ilang? Kemana dia? Itu
apaan ya yang aku lihat? Bulu roma aku berdiri, Soalnya dia ganteng banget
aaaa” Entah apa yang terjadi denganku, baru kali ini aku memuji laki-laki.
“Siapa ya” aku kembali bergumam dan
berfikir, ah hari ini memang penuh dengan teka teki. Tapi yang jelas semua
kejadian dihari ini adalah salah satu momen dari ribuan momen yang aku tulis
dibuku memoku.
“Jika
bintang mampu menerima dua bulan, aku akan menjadi bintang itu. Jika bumi
sanggup merasakan dua matahari, mungkin aku ingin menjadi bumi itu. Dan jika
hati bisa menyimpan dua cinta, sungguh aku ingin belajar dari hati itu”
Setelah menulis dibuku memoku, aku langsung tidur, mencoba
menutup mata dan menikmati bunga tidur yang akan menemani malamku.
~~~~~
“Hai” sapa seseorang dari belakangku.
“Kamu siapa?” ucapku sambil
menatapnya.
“Aku Dicky. Bukankah kau Esti?”
jawabnya dan tanyanya balik padaku.
“Iya aku Esti. Aku dimana? Kok
disini putih semua?” ucapku melihat sekelilingku.
“Kau dialamku. Maaf, aku tidak
meminta izin dulu padamu. Aku hanya ingin membawa kau kesini, hanya sebentar”
ucapnya. Kelihatannya laki-laki ini hanya bita berbahasa formal, terdengar ditelingaku.
“Bisakah kau merubah gaya bahasamu
dan membuatnya sedikit lebih santai tuan?” tanyaku meniru gaya bahasanya.
Berniat meledeknya.
“Tentu” ucapnya mendekatiku dan
tersenyum manis.
“Panggil aku Dicky” ucapnya lagi.
“Sip” jawabku santai. Dicky mengajakku
berjalan jalan disekeliling tempat itu. Aku mencoba akrab dengannya.
“Aku bingung deh, sebenarnya ini
dimana sih? Dan kenapa juga aku bisa disini?” tanyaku ditengah tengah obrolan kami.
“Ini tempat aku, mmm aku bukan
manusia sepenuhnya” ucap Dicky sedikit ragu mengakui itu.
“Bu bu bukan manusia? Trus kamu kamu
siapa?” ucapku kulai takut dan mengatur jarakku dengan Dicky.
“Kamu gak usah takut, aku gak bakal
nyakitin kamu kok” ucap Dicky mendekatiku dan membelai rambutku. Akhirnya aku
luluh dan duduk di sebuah kursi putih bersama Dicky.
“Terus kamu sebenarnya siapa?” tanyaku.
“Aku setengah malaikat dan setengah
manusia” ucap Dicky.
“Gak, gak mungkin” ucapku menggeleng.
“Iya, itu emang kenyataanya dan aku
gak boong karna aku gak pernah bohong” ucap Dicky meyakinkanku.
“Terus kenapa kamu bisa tau aku?
Kenal aku? Dan bawa aku kesini?” ucapku sedikit panik.
“Aku udah lama kenal kamu, dari kamu
lahir dan sampai sekarang” ucap Dicky.
“Gak masuk akal Dick” ucapku menatap
Dicky.
“Kita berbeda, di sini semua bisa
terjadi, so gak ada yang gak masuk akal” ucap Dicky tersenyum. Ah, senyuman Dicky
benar benar membuatku melayang. Wajar saja, karna dia malaikat.
“Dan jujur, dari dulu aku cinta dan
sayang sama kamu” lanjut Dicky. Membuatku membulatkan mata.
“Aku pengen kamu jadi pacar aku”
sambung Dicky lagi, kali ini dia membelai rambutku.
“Gak mungkin Dick, kamu sendiri yang
bilang, kita beda” ucap ku menepis pelan tangan Dicky.
“Tapi aku rela ngelakuin apapun buat
kamu” ucap Dicky jujur. Namun belum sempat menjawab pertanyaan Dicky, aku sudah
menghilang.
~~~~~
“Aaaaaaaaaa” pekikku dan bangun dari
tidurku.
“Jadi, itu cuma mimpi?” tanyaku
sendirian. Aku melihat jam kamarku, sudah pukul 07.25. Oh tidak 5 menit lagi aku
akan terlambat ke sekolah.
“Aduh mampus aku” jeritku langsung
ngacir kekamar mandi.
Setelah siap siap, aku langsung
kelur rumah menuju sepedaku tapi...
“Adit?” aku kaget karna Adit sudah
menungguku di depan rumahku dengan mobil merahnya.
“Silahkan masuk tuan putri” ucap Adit
memperlakukanku seperti putri raja.
“Ah Adit apa apan sih?” ucapku
menahan senyuman. Namun kembali memasang wajah jutekku agar Adit tak kegeeran.
“Udah ayo, mau masuk apa mau
terlambat?” tanya Adit diiringi senyuman.
“Yaudah deh” ucapku masuk.
~~~~~
Saat
tiba di kelas, aku masuk dan duduk di bangkuku tepatnya disamping Roma.
“Kenapa kemaren kamu gak masuk?”
tanyaku.
“Gak papa kok, mobil aku mogok jadi aku
pulang aja deh” ucap Roma cengengesan.
“Uuuuu dasar tukang males” ucapku
menoyor kepala Roma. Roma mengusap kepalanya dan cemberut.
Aku
membuka tas berniat mencari buku pelajaran yang akan di pelajari nanti tapi aku
menekukan kertas kecill biru itu lagi.
“Bagiku,
indahnya hidup tidak terletak pada seberapa banyak orang mengenalku.
Tapi, seberapa banyak aku mendapatkan senyuman dari orang yang aku
sayangi. Dan aku akan selalu berusaha membuatmu tersenyum, berusaha mengubah
tangismu menjadi senyuman, mengubah luamu menjadi kenangan, dan mengubah gelapmu
menjadi terang. Karna kau yang terindah. Disini, di hati kecilku”
Aku tersenyum simpul membaca kata-kata di kertas biru itu.
Entah mengapa ini terasa menyentuh bagiku.
"Jangan jangan ini dari Dicky”
fikirku sejenak. Setelah itu aku senyum senyum gak jelas.
“Woy! Ngapain sih kamu dari tadi,
senyam senyum, senyam senyum. Kayak orang gila tau gak!” ucap Roma tiba-tiba,
membuatku sedikit kaget.
“Enggak kok, gak papa” ucapku
mencoba santai agar Roma tak curiga.
“Pagi anak-anak” seru seseorang dari
depan kelas, ternyata guruku sudah masuk.
“Pagi, Bu!” jawab murid-murid
serentak termasuk aku dan Roma.
“Hari ini ibu tidak mengajar seperti
biasanya karna ada pengumuman yang harus disampaikan pada kalian, dan juga
perlu kita bahas bersama. Besok, kita akan mengadakan perkemahan di hutan ransia,
disana kalian harus menulis selembar kertas yang mengisi tentang pengalaman kalian
disitu tentunya nanti, setelah kita selesai menginap selama 3 hari disana” ucap
ibu guru itu menjelaskan.
“Wah kayaknya seru tuh Rom, kamu
ikut gak?” bisikku pada Roma.
“Kalau kamu ikut, aku pasti ikut”
balas Roma. Dan aku tersenyum.
“Sipp deh” ucapku mengangkat kedua
jempolku.
~~~~~
Hari
ini adalah hari keberangkatanku ke hutan ransia untuk melakukan perkemahan
bersama teman temanku. Aku sudah mempersiapkan barang barang yang akan dibawa,
dan makanan makanan juga. Aku juga sudah sampai di sekolah tidak terlalu jauh
dari bis pribadi sekolah yang akan kami tumpangi untuk pergi keperkemahan itu. Murid
murid lainpun sudah berkumpul
“Baiklah anak anak, silahkan kami
masuk kedalam bia” ucap salah satu guru disitu. Semua muridpun mulai melangkah
membawa barang barangnya kedalam bis.
“Aduh nih barang barang aku apa
rumah aku sih? Berat banget” ucapku asal.
“Esti! Biar aku bawain ya” ucap
orang yang tiba tiba saja berlari kearahku. Adit.
“Enggak usah!” ucapku jutek dan
membawa barang barang itu sendiri.
“Udah deh gak usah gengsi gitu, sini
aku bawain” ucap Adit mengikutiku.
“Aku bilang gak usah ya gak
usah”balasku makin jutek. Namun barang barang dalam koper itu tidak kunjung beranjak
juga.
“Tuh kan sini” ucap Adit langsung
menarik koperku dan mengangkatnya masuk ke dalam bis.
“Kok disini?” tanyaku.
“Iya, kamu duduk sama aku” jawab Adit
santai.
“Ih mau kamu aja” Aku melangkah
berniat mencari tempat duduk lain.
“Eh mau kemana? Bis nya berangkat
nih” ucap Adit memegang tanganku dan menarikku hingga terduduk.
“Dasar resek” Kataku memasang wajah
cemberut.
“Hohoho” Adit tertawa lucu.
“Haha kok ketawanya gitu sih? Aneh”
ucapku terkekeh geli.
“Biar! Dari pada kamu kayak nenek
lampir cemberut terus” ledek Adit.
“Apa kamu bilang??” ucapku dengan
suara meninggi
“Hehehehe J ! Peace Esti! Bercanda aja” Adit dengan senyum-senyum
meringis
~~~~~
Setelah
setengah hari di bis, akhirnya aku dan murid murid lain sampai juga di tempat
perkemahan.
“Ayok turun, aku pegangin” ucap Adit
saat jalan yang kami lalui agak menurun dan licin.
“Cie cie” seru murid murid lain
melihat perhatian lebih Adit padaku. Aku tak kuasa menahan senyumanku walau
sudah berusaha menyembunyikannya tapi pipiku memerah, kemudian aku berusaha
memasang wajah jutek kembali.
“Ngapain sih pegang pegang?” ucapku
menepis tangan Adit yang aku gandeng.
“Nah loh? Kan kamu yang gandeng dari
tadi” kata Adit pokamus, dan jujur.
“Em yaudah deh, jauh dikit dari aku”
ucapku mengusir Adit.
“Selalu dikit kok, aku gak bakal
jauh jauh kok dari kamu” ucap Adit berhasil memutar balikkan ucapanku tadi.
“Ihhh maksud aku bukan kayak gitu!”
ucapku kesal dan berlari lebih dulu dari Adit, dan Adit tetap mengikutiku dan murid
lain.
~~~~~
Akhirnya
kami sampai ditengah tengah hutan ransia itu, dan tenda tenda perkemahanpun
sudah dipasang, hari sudah kulai gelap, api unggun juga sudah dinyalakan.
Beberapa murid duduk menglilingi api unggun itu, termasuk aku,Roma dan Adit. Roma
disamping kananku dan Adit disamping kiriku
“Ada yang bawa gitar gak nih? Sepi
aja” seru seorang murid laki-laki lain
“Iya yang bisa nyanyi kek” lanjud murid
lainnya. Adit mengambil sesuatu dari belakangnya dan ternyata itu gitar.
“Ih emang dia bisa main gitu?” ucapku
dalam hati, meremehkan Adit.
“Paling gaya doang” ceplosku. Dengan
cepat aku menutup mulutku sedangkan Adit hanya tersenyum. Adit memetik gitarnya
“Jreng.....”
“Melihat
tawamu, mendengar senandungmu.....”
“Terlihat
jelas dimatamu warna warna indahmu.....”
Diawal lagunya, Adit menatapku
sambil bernyanyi dan memainkan gitarnya, sekalipun terlihat diam dan
mendengarkan Adit.
“Menatap
langkahmu, meratapi kisah hidupmu.....”
“Terlihat
jelas bahwa hatimu.....”
“Anugrah
terindah yang sulit kumiliki.....”
Dibagian ini Adit sedikit mengubah
lirik lagu SheilaOn7 ini dari kata Pernah menjadi kata Sulit
“Sifatmu
kan slalu ledakkan ambisiku..”
“Tepikan
khilafmu dari bunga yang layu..”
Dibagian ini Adit membayangkan
kejadian di malam itu, waktu aku membawa Adit ke kamar tamu. Yang sebenarnya Adit
berniat menciumku tapi akhirnya dia mengurungkan niatnya karna baginya aku
terlalu indah untuk disentuh. Dan keindahanku telah membuat kehilafannya REDUP
“Saat
kau disisiku, kembali dunia teriak..”
“Tegaskan
bahwa kamu, anugrah terindah yang sulit kumilki..”
“Belai
lembut jarimu.. sejuk tatap wajahmu.. hangat peluk janjimu..”
“Anugrah
terindah yang sulit kumiliki..”
Semua tepuk tangan, kecuali aku, aku terdiam dan mengalihkan
pandanganku. Aku hanya bisa diam. Dicky yang melihatku dari atas sana, juga
sedang menahan emosinya, dia tau kalau Adit menyukaiku dan Dicky tak mau aku
juga menyukai Adit. Dicky tak akan membiarkan itu terjadi
“Anak anak, ayo semuanya cari kayu
bakar sekitar sini untuk menambah persiapan buat nanti malam” ucap seorang guru
tiba tiba, membuat lamunanku lenyap.
“Iya pak” ucapku lirih begitu juga
anak anak lainnya.
Aku
melangkah, terlihat aku melangkah sambil memikirkan sesuatu. Selang beberapa
menit kemudian aku baru menyadari kalau aku berada entah diamana, sepertinya aku
tersesat.
“Aduh mampus aku, ini dimana? Anak
anak gak ada yang disini lagi” ucapku mencari dan melihat jalan menuju
perkemahan tapi aku tidak tau yang mana. Tiba tiba.
“Jangan dekat dengannnya lagi” tiba
tiba saja ada orang di depanku aku tidak bisa melihat wajahnya karna dia
membelakangiku.
“Si siapa?” ucapku mundur. Lalu
orang itu berbalik dan ternyata dia Dicky!
“Dicky??!” ucapku kaget.
“Aku sudah terlalu lama menunggumu Esti,
aku yang selalu menyelamatkanmu dari bahanya sejak kau kecil, dan aku ingin
sekarang kau jadi milikku, sebelum dia merebutmu dariku. Karna aku mencintaimu”
ucap Dicky membawa sebuah benda tajam. Entah siapa yang dimaksud Dicky, entah mungkin
Adit.
“Kau harus ku bunuh agar bisa masuk
kekal ke alamku” lanjut Dicky lagi.
“Dicky, bukan seperti itu jalannya!
Aku masih punya keluarga, ibuku, aku gak mungkin ninggalin ibu aku” ucapku
menjerit takut. Dicky semakin maju dan aku semakin mundur. Tiba tiba Dicky
menghilang dan muncul tepat di depanku mendorongku hingga tersandar ke sebuah
pohon. Air mataku menetes, keringat dingin membasahi tubuhku.
“Dicky, kamu malaikat tapi kenapa kamu
jahat?!” ucapku berani membentak Dicky.
“Karna aku juga manusia dan hanya
separuh malaikat. Aku punya emosi dan nafsu” jawab Dicky mengalahi suaraku, itu
membuatku terdiam dan semakin takut.
Tiba
tiba Dicky mengangkat tangannya yang memegang benda tajam itu, perlahan menuju
leherku. Saat benda itu sudah sangat dekat tiba-tiba saja ada yang menarik dan
mendorong Dicky. Ternyata dari tadi Adit mengikutiku sampai ke sini.
“Adit!” ucapku kaget dan langsung
memeluk Adit, sangat erat.
“Aku akan slalu jagain kamu. Kamu
gak papa kan” ucap Adit sangat khawatir.
“Enggak papa kok Dit” jawabku agak
terisak karna air mataku yang sempat terjatuh di pipiku, tiba-tiba Dicky muncul
dari belakangku dan.
“Esti! Awas!” jerit Adit sambil
mendorongku ke samping dan.
“Arrhhh.....” Benda tajam itu
mengenai tangan Adit. Karna takut Dicky tiba tiba menghilang. Aku berlari ke arah
Adit, air mataku menetes dikedua pipiku, aku membuka jeketku dan membalut
tangan Adit yang berdarah dan terkulai lemah. Seketika hujan turun memecahkan
kesunyian yang ada ditengah hutan itu, tanpa teman-temanku, tanpa guru-guruku.
Tak peduli setiap hembusan air dalam angin yang menerpa tubuhku, yang jelas Adit
harus selamat, setidaknya jeketku dapat menghentikan darah yang keluar dari
luka Adit. Walau tubuhku kedinginan saat ini.
“Aku sayang kamu Adit..” lirihku
memeluk raga Adit. Erat.
“Maafkan
aku yang slalu menyakitimu..”
“Mengecewakanmu,
dan meragukanmu..”
“Tersadar
aku memang kamu yang terbaik..”
“Terima
aku, mencintaiku, apa adanya..”
“Diantara
beribu bintang hanya kaulah yang paling terang..”
“Diantara
beribu cinta pilihanku hanya kau sayang”
“Takkan
ada selain kamu dalam segala keadaanku..”
“Cuma
kamu, ya hanya kamu yang slalu ada untukku..”
Lagu Hello-Diantara Bintang. Lagu
yang cocok untuk mewaliki perasaanku saat ini. Senandung lagu itu terdengar
jelas ditelingaku, entah dari mana dan entah bagaimana yang jelas sekarang hatiku
rapuh melihat Adit yang terluka karna menyelamatkanku.
“Tersadar,
kalau cinta itu bukan bagaimana mengungkapkannya tapi bagaimana cinta itu
terungkap dengan sendirinya. Bukan bagaimana menumbuhkan rasa, tapi bagaimana
rasa itu tumbuh karna cinta itu sendiri.
”Tersadar,
kalau penyesalan adalah jawaban yang tidak akan terlepas dari air mata,
kesedihan dan kerapuhan, penyesalan yang akan membuka semuanya dan mengungkapkan
kenyataan manis dalam keraguan dan ketakutan”
Aku
menangis sambil memeluk Adit, sangat erat. Berharap ada keajaiban yang datang
dimalam yang gelap ini. Keajaiban yang bisa menyelamatkan Pangeran hatiku,
cinta dan senyumanku.. Tiba tiba Adit mengambil sesuatu dari saku bajunya,
walau sulit dia menguatkan hatinya, mengeluarkan kertas kecil biru dan
memberikan padaku.
“Disaat
aku terlalu menyayangimu dan menaruh harapan besar terhadapmu, disaat itu pula
aku harus siap menerima kenyataan yang mungkin akan menyakitkanku”
Air mataku semakin jatuh.. Aku tersenyum dan menatap teduh
wajah Adit, Adit pun membalas senyumanku. Senyum manis ku perlahan tenggelam
dalam air mata yang mengalir dipipiku.
“Adit.....” Lirihku, tak ada kata-kata
lagi yang bisa aku ucapkan, ternyata yang memberiku kertas itu adalah Adit,
ternyata yang membuatku tersenyum itu adalah Adit. Pahlawan yang diam diam,
sembunyi sembunyi selalu berusaha dan punya 1000 cara untuk membuatku
tersenyum..
“Makasih karna kamu udah nepatin
kata kata kamu, Dan sekarang “I Need You too, Adit” aku membutuhkanmu.
Sangat membutuhkanmu” Lirihku lagi, kembali memeluk erat tubuh Adit
Adit pernah bilang bukan, “I Need
You, and I Hope You Need Me Too. Because I Will Come To You, When You Need Me” Artinya
“Aku membutuhkanmu, dan Aku Harap Kamu Membutuhkanku Juga. Karna Aku Akan
Datang Untuk Kamu, Disaat Kamu Membutuhkan Ku” Dan sekarang Adit telah
membuktikan kata-katanya, satu bukti dari 1000 bukti yang akan dia berikan padaku.
“Kamu harus kuat ya” ucapku menyemangati Adit.
“Aku selalu kuat kok, kalau kamu ada didekat aku” jawab Adit
memegangi pipiku lembut. Walau sulit bersuara Adit tetap menjawab perkataanku.
“Adit.. kamu lagi sakit masih bias-bisanya ngegombal” ucapku
memaksa senyumanku keluar walau terasa pahit karna tak sanggup melihat Adit
seperti ini. Adit hanya tersenyum manis membalas perkataanku tadi. Waktu
semakin berputar, hujan tak kunjung reda membuatku kedinginan karna jeketku
dibalutkan ketangan Adit
“Kamu kedinginan?” tanya Adit yang sedang bersandar dipohon.
Dan aku disampingnya.
“Eng enggak kok Dit” lirihku dan menyembunyikan wajahku dikedua
lututku. Tiba tiba aku merasakan pelukan hangat karna Adit tiba tiba memelukku
dari samping.
“Kamu tidur aja ya, besok pagi kita cari jalan kembali
keperkemahan” ucap Adit mencoba tegar didepanku, padahal dia sedang kesakitan.
“Tapi tangan kamu.....” omonganku belum sempat selesai tapi Adit
sudah menjawabnya.
“Gak papa kok, besok pasti sembuh” jawab Adit asal, supaya
kehawatiranku berkurang.
“Yaudah, aku tidur dulu” ucapku membalas pelukan Adit dan
bersandar didada Adit. Entah kenapa ini terasa nyaman bagiku. Hening..
“Adit...” Lirihku memecahkan keheningan itu
“Ya”
“Makasih ya,” ucapku hampir tak terdengar. Sepertinya aku menahan
air mataku.
“Semua buat kamu” jawab Adit mempererat pelukannya dan mencium
lama puncak kepalaku. Aku menutup mataku perlahan mencoba menikmati kenyamanan
yang diberikan Adit. Hembusan angin dan air hujan jatuh menyentuh kulitku dan Adit.
~~~~~
Tetes demi tetes
air, terjatuh menetesi Adit. Sisa sisa air hujan yang ada didedaunan pohon itu.
Matahari pun sudah keluar, bersiap menerangi bumi di pagi ini. Cahaya lembut
menyentuh kulitku dan kulit Adit, menyilaukan mata indahku..... perlahan mata
itu terbuka.
“Udah pagi ya..” lirihku mengusap mataku.
“Iya” jawab seseorang tersenyum, seseorang yang sedang aku
peluk saat ini. Adit.
“Pagi..” ucapku menyapa Adit dan menebar senyum manisku.
“Pagi juga” jawab Adit. Hei! Tak taukah kami ini sedang tersesat
dan dalam bahaya? Sadarlah!
“Yaudah kita mulai yuk cari jalan keperkemahannya” ajak Adit.
“Yuk” jawabku.
Aku dan Adit
berdiri, Adit menggenggam tanganku dan melangkah bersamku, aku kembali
tersenyum atas perlakuan Adit.
~~~~~
Sudah berjam-jam aku
dan Adit berjalan dihutan ini namun perkemahan tidak kunjung terlihat.
“Istirahat dulu yuk Dit, aku capek” ucapku terduduk lemas ditanah,
“Yaudah disini aja ya, mumpung ada kayu bakar, kayaknya bekas
orang deh” ucap Adit membereskan kayu bakar yang terlihat sudah separuh
terbakar itu. Kemudian dengan peralatan seadanya, Adit menghidupkan api
agar membuat udara terasa lebih hangat.
“Dit, aku minta maaf ya, selama ini aku udah jahat sama kamu” ucapku
menatap api unggun didepanku itu. Tanpa menatap Adit.
“Aku gak pernah ngerasa kamu jahat” jawab Adit jujur.
“Tapikan..” ucapku terpotong.
“Gak papa kok. Aku gak pernah marah dan gak akan pernah” tegas Adit
dengan satu senyumannya sambil menatapku dari balik api unggun itu. Hening.
“Adit! Dit!” Tiba tiba segerombolan orang menghampiri kami
ternyata itu.. Teman teman dan guru kami
“Ya ampun untung saja kalian tidak kenapa napa” Ucap salah satu
guru yang menghampiriku.
“Tangan Adit luka, Bu” ucapku pada guru itu.
“Yasudah kita obati diperkemahan” ucap guru itu.
“Aduh Adit kamu gak kenapa-napa kan?” teriak gadis cantik yang
terlihat centil pada Adit.
“Sayang..... tangan kamu kenapa” ucap gadis lain lagi.
“Eh kita udah putus” bisik Adit pada gadis itu.
“Aku gak peduli Adit, aku itu tetap pacar kamu karna aku gak mau
putus” teriak gadis itu.
“Eh apaan sih kamu! Gak malu apa” bisik Adit lagi.
“Bodo!” bentak gadis itu menggandeng tangan Adit.
Aku yang
melihat itu hanya diam dan membuang muka saat Adit memandangiku. Akhirnya kami semua
kembali ke perkemahan, aku mengatur jarak dengan Adit sekarang. Mungkin aku
kesal karna kejadian tadi. Kami sedang berkumpul di luar kemah saat ini. Aku
mengambil Gitar dan menyanyikan sebuah lagu. Sedangkan Adit sedang diobati oleh
gadis gadis centil yang tergila gila padanya itu.
“+....+......+....+”
“Ucapkanlah kasih
satu kata yang kunantikan..”
“Sebabku tak
mampu membaca matamu, mendengar bisikmu..”
“Nyanyikanlah
kasih senandung kata hatimu..”
“Sebabku tak
sanggup mengartikan getar ini..”
“Sebabku meragu pada
dirimu..”
“Mengapa berat
ungkapkan cinta, padahal ia ada..”
“Dalam rinai
hujan dalam terang bulan, juga dalam sedu sedang..”
“Mengapa sulit
mengaku cinta padahal ia terasa..”
“Dalam rindu
Redam, hening malam, cinta.... terasa ada..”
Senandung lagu Acha itu seakan mewakili perasaanku saat ini. Semua
tepuk tangan, aku tersenyum, sedangkan Adit diam menatapku dari jauh. Adit
berdiri dan menepis tangan gadis centil itu, kemudian melangkah ke arahku. Adit
mengajakku berdiri, awalnya aku tidak mau tapi Adit menarik tanganku dan
berjongkok didepanku
“Aku udah lama merasakan ini, mengungkapkan dan
mengisyaratkan, namun ternyata aku tidak pernah mengerti dan tidak mau mengerti
tentang apa yang aku rasakan..” ungkap Adit sejenak berhenti. Semua yang ada
disitu menatapku dan Adit.
“Kucoba mengukir senyuman namun kau membalasnya dengan air mata,
kucoba memberi kenyataan namun kau kubur dalam impian. Bisakah kamu sedikit
mengerti nona tentang semua itu, mencoba peka terhadap hal hal kecil yang ku
hembuskan padamu? Bisakah kau mengerti tentang apa yang aku rasakan?” jantungku
berdetak lebih cepat dari biasanya, aku tertunduk.. dan
Satu bait yang harus kalian ingat:
Cinta itu akan
rela tersakiti saat dia terhenti pada satu pilihan
Cinta, akan rela
diacuhkan saat dia menaruh sebuah harapan
Cinta, akan rela
pergi demi cahaya dalam satu bintang
“Cinta bukan
dimiliki dan memiliki. Sebab cinta, hanya untuk Cinta”
“Jawab Es” lirih Adit menatapku dengan penuh harapan.
“Oke kalau memang kamu gak ngerasain apapun, akugak bisa maksa kamu”
ucap Adit melepaskan tanganku dan berbalik. Tanpa berfikir panjang, aku berlari
dan memeluk Adit dari belakang.
“Aku merasakan apa yang kau rasakan Adit, sangat..” lirihku. Adit
tersenyum, dia berbalik dan memelukku.
“Prok prok prok!” suara tepuk tangan dari teman teman dan guru ku.
Aku tersenyum malu, menatap Adit lalu memeluk Adit erat.
~~~~~
Karna kejadian,
yang menimpaku dan Adit, perkemahan dipersingkat menjadi 1 hari. Dan pulang kami
dipercepat, itu keputusan kepala sekolah. Sekarang, aku dan Adit berada di depan
rumahku, Adit mengantarkanku pulang dari sekolah karna bus perkemahan itu hanya
mengantarkan sampai di sekolah.
“Makasih buat hari kemaren, tadi dan detik ini” ucap Adit memegang
kedua pipiku. Aku hanya tersenyum. Adit memelukku dan mencium puncak
kepalaku, lama.
“I Need You, and Always Need You” lirih Adit mengeratkan
pelukannya lalu melepaskanku.
“I Need You Too Adit” balasku. Adit naik ke mobilnya dan pulang. Aku
hanya melambaikan tanganku.
“Aku harap ini yang terbaik” gumamku dan melangkah ke dalam rumah.
~~~~~
“Saatku berfikir
cinta itu sakit, diam-diam kau datang menepis bayangan itu. Saat kubimbang
dalam dua pilihan, kau datang membawa 1000 alasan dan kenyataan bahwa kaulah
yang terbaik untuk melengkapi lembar demi lembar cerita kehidupanku. Kusambut
1000 alasan itu, kusulap ketakutan dan masa lalu menjadi kenangan yang tidak
akan hadir lagi dalam kehidupan ku yang sekarang. Luka perih yang pernah
tertanam dalam hatiku, kini melayang disela-sela angin cinta yang kau tebarkan
dalam hati dan fikiranku. Aku bahagia bersamamu.. Adit”
Untuk kesekian
kalinya, buku memoku tergores tinta tinta kasih sayang yang membuat hidupku
semakin berwarna. Aku memeluk boneka biru yang ada ditanganku sekarang, aku
mencoba menutup mataku dan tertidur untuk menyambut mimpi indahku.
~~~~~
“Pagi sayang” bisik suara serak serak basah yang terdengar lembut
ditelingaku. Perlahan aku membuka mata dan terlihat Adit yang sudah duduk
ditepi kasurku.
“Aaaaaaaaaaa” aku berteriak, tampaknya aku kaget.
“Suttttttsss” Adit menaruh telunjuknya dibibirnya sendiri, arti
isyarat menyuruhku diam dan mengecilkan volume suaraku yang cukup membesar tadi.
“Isss ngapain kesini?” bisikku.
“Bangunin kamu” jawab Adit sambil tersenyum.
“Aduh kalau mama aku tau gimana? Nanti dikira macem macem” ucapku
dengan wajah melemas.
“Gak akan marah kok, aku udah minta izin” jawab Adit santai.
“Ha? Emang diizinin gitu? Ya amplop, kemasukan setan apa ibu aku Dit?”
ceplosku asal.
“Wiss kamu jangan ngomong kayak gitu dong, yaiyalah diijinin kan
calon ” kata Adit dengan PD nya.
“Iya bener Calon, calon pembantu tapi hahahaha” ucapku tertawa.
“Bukan, tapi calon menantu dong” bantah Adit.
“Gak terima! wluekk” ucapku melempar boneka ke arah Adit.
“Ihh bukannya dikasih kiss, malah dilempar” kata Adit memanyunkan
bibirnya.
“Oh kiss ya? Nih kiss” ucapku mengepal tanganku di depan wajah Adit.
“Gak mau” ucap Adit menggeleng seperti anak kecil.
“Hahaa gak lucu Dit, gak lucu” ucapku kembali tertawa.
“Ayo ketawa lagi, sekali lagi.. aku cium” ancam Adit. Dengan cepat
aku menutup mulutku dengan kedua tangan.
“Yaudah mandi dulu sana, mumpung ini hari minggu aku mau ajak kamu
ke suatu tempat” kata Adit menyatakan.
“Iya aku mandi” ucapku langsung turun dari kasur dan menuju kamar
mandi.
“Eisssttt, you out!” ucapku menunjuk Adit..
“Iya deh iya” jawab Adit keluar dari kamarku
~~~~~
“Mau kemana sih Dit?” tanyaku. Dari tadi sejak mobil Adit
berhenti, Adit memegang tanganku dan mengajakku melangkah ke dalam kerumunan
tumbuh tumbuhan liar ini, entah mau kemana aku tidak tau.
“Udah tenang aja, aku mau tunjukin sesuatu” jawab Adit.
Tiba tiba saat
tangan Adit menarik dan membuka semak semak liar itu, terlihat pemandangan
kebun teh yang indah sekali, embun embun masih ada disekitar kebun itu karna
hari masih pagi. makin indah karna terlihat dari tempat tinggi seperti ini.
“Wahhh indah bangat” Pernyataanku. Aku melepaskan genggaman tangan
Adit sambil berlari agar lebih dekat pada pemandangan itu.
“Hmmmm segar bangat udaranya. Masih alami” ucapku merentangkan
kedua tanganku dan menghirup udara segar itu. Tiba tiba aku merasakan pelukan
hangat, ternyata Adit memelukku dari belakang. Aku tersenyum dan menikmati
pelukan itu, mencoba larut dalam keindahan yang mungkin hanya sesaat ini
“Aku sayang banget sama aku..” lirih Adit mempererat pelukannya
dan menenggelamkan wajahnya disela sela rambutku
“Aku juga.. lebih dari yang kamu tau” balasku sambil menutup kedua
mataku. Adit membalikkan tubuhku dan memelukku dari depan sekarang.
“Jangan pernah jauh dari aku, karna aku gak sanggup jika harus
hidup tanpa ada kamu dilembaran kehidupanku” ucap Adit mencium puncak kepalaku,
sangat lama..
“Kamu kasih aku bukti Dit, Bukan hanya janji” jawabku menyandarkan
kepalaku di dada Adit.
“Yang kamu butuh hanya ucapan yang tulus dari hati aku, gak perlu
ada bukti yang harus aku korbankan buat kamu, karna didalam cinta tidak ada
kata paksaan” jawab Adit membuat kelopak mataku menahan butiran air mata yang
hampir menetesi pipiku. Mencoba tetap tegar walau hatiku rapuh mendengar kata
kata tulus dari hati Adit.
“Aku merasakan apa yang kamu rasakan Adit, aku mengerti apa yang kamu
isyaratkan, dan selagi cinta ini penuh dengan arti sayang yang tulus, aku akan
selalu mengerti dan memahami kamu” lirihku dengan air mata yang akhirnya
mengalir juga dikedua pipiku. Sisa sisa embun dengan lembut menyentuh kulitku,
anginpun membelai rambutku, membuat kenyamanan antara aku dan Adit semakin
terlengkapi.
“Ingin
rasanya aku terlelap pada kehangatan dan kenyaman yang membuatku bahagia ini.
Menyentuh hatiku dan menguatkan jiwaku. Aku mampu mengeluarkan
ketegaran saat hati lunglai dan rapuh karna ketulusannya yang tak terhingga.
Mencoba mengharapkan satu kepastian dari Tuhan, agar aku selalu bersamanya,
agar hatiku selalu diruang hatinya. Namun kesadaran dalam kata takdir kini
hadir dalam fikiranku, mengingatkanku pada perpisahan yang bisa saja
menghampiriku dan Adit, memisahkan kasih sayang yang ada diantara kami,
mengubah satu menjadi dua kepingan. Kuharap itu tidak akan pernah
terjadi..” Suaraku dalam hatiku
Aku melangkah menuju ke dalam rumahku, Adit yang
mengantarkanku pulang dan sekarang sudah hampir siang..
“Es kamu udah pulang?” tanya mamaku tiba tiba, dan langsung
menghampiriku.
“Iya ma” jawabku tersenyum. Mamaku membawaku duduk di depan TV.
“Soal hubungan kamu sama Adit, lebih baik diperjelas aja ya” ucap
mamaku tiba tiba, aku kaget dan menatap mamaku dengan penuh tanda Tanya.
“Iya, mama gak mau aja nanti terjadi apa apa sama kalian, lebih
baik dihalalkan dulu” jawab mamaku memegang bahuku.
“Tapikan aku baru SMA ma” aku kelihatannya agak keberatan.
“Setelah lulus SMA. Lebih cepat, lebih baik. Kan kamu masih bisa
lanjutin kuliah walaupun udah nikah” jelas mamaku.
“Yaudah deh ma, tapi aku omongin ke Adit dulu ya” pintaku.
“Iya” jawab mamaku tersenyum.
~~~~~
“Hallo Dit, mm ada yang mau aku omongin” ucapku memulai
pembicaraan Via telpon itu. Sekarang aku berada di kamarku karna malam sudah
tiba.
“Hallo sayang ada apa, kangen ya sama aku” balas Adit dengan PDnya.
“PD Banget sih kamu, aku cuma mau ngomongin sesuatu” jawabku
memperjelas.
“Ngomongin apa sih sayang?” kata Adit menanyakan.
“Tadi mama ngomong ke aku, mama nyuruh kita cepat cepat nikah
supaya gak terjadi hal yang gak diinginkan.. tapi..” Belum selesai berbicara, Adit
sudah memotong pembicaraanku.
“Ha? Serius? Sumpah demi apa? Aku mau sayang, mau banget” ucap Adit
membuat bibirku mayun
“Tapi aku belum siap Adit” ucapku menekankan. Sejenak suasana
hening.
“Kamu gak beneran sayang ya sama aku?” lirih Adit.
“Bukan nya gitu Dit tapi kita kan masih terlalu muda” jawabku
jujur.
“Kan gak ada salahnya, bener kok kata mama kamu, dari pada terjadi
yang gak diinginkan kan?” Adit bernada serius.
“Yaudah deh terserah kamu” jawabku pasrah.
“Oke besok pagi aku bawa papa aku kerumah kamu ya, buat bicarain
tentang rencana kita” kata Adit padaku.
“Iya Adit sayang” ucapku mencoba memanggil Adit dengan kata saying.
“Nah gitu kek terus, biar romantis” goda Adit.
“Romantis dari sumedang?” ejekku pada Adit.
“Haha dari hongkong kali” balas Adit.
“Hehe suka suka aku dong, mau dari apa kek” jawabku.
“Iya deh, lagian apa sih yang gak buat Esti yang paling aku sayang
di dunia ini” puji Adit jujur membuatku Fly.
“Hahaa lebay deh kamu” ucapku mengejek Adit lagi. Begitu
seterusnya sampai aku tertidur malam ini.
~~~~~
“Silahkan masuk om, Dit” ucapku setelah membukakan pintu rumahku.
Sedangkan mamaku menunggu di ruang tamu. Aku mengajak Adit dan papanya
melangkah menuju ruang tamu. Wajah papa Adit yang tadinya ceria, sekarang
berubah kaget saat melihat mamaku, entah apa yang terjadi aku pun Bingung,
sejenak semua diam.
“Ros!!!!” pekik papa Adit menunjuk mamaku.
“Mas Budi!!!!” balas mamaku dengan nada kaget. Aku dan Adit saling
menatap. Penuh dengan tanda tanya, aku menggeleng tanda tak mengerti begitupun Adit.
“Esti kamu dan Adit adek kakak sayang! Kami lain Ibu, satu ayah! Kalian
tidak boleh menikah! Ataupun menjalin hubungan!” pekik mamaku langsung menatapku
dan Adit.
Wajahku kaget
seketika, mataku memerah, semua ini tidak pernah terlintas difikiranku, hal
besar yang tidak aku sangka. Aditpun begitu. Aku menggeleng cepat.
“ENGGAK! Nggak mungkin ma!” teriakku tak terima.
“Ini gak mungkin kan pa, pa jawab!” ucap Adit memegang kedua bahu
papanya sekaligus papaku itu..
“Ini kenyataan Adit!” balas papa Adit.
“Enggak pa, Adit gak percaya! Kalian pasti bohong!” bentak Adit
sambil mundur kearahku.
“Kalian gak mau kan kami menikah? Makanya kalian bohong!” ucap Adit
dengan nada tinggi.
“Jaga omongan kamu Adit!” bentak papa Adit, Adit tersenyum masam..
“Kalau kalian gak ngijinin kami nikah gak papa, kami bisa berdua”
ucap Adit merangkulku dan membawaku melangkah berniat keluar rumah. Aku hanya bisa
pasrah, bingung, sedih, takut, gelisah, semua bercampur aduk dalam hatiku, aku
hanya Dita menangis sekarang ini.
“Adit! Tunggu!” himbau papaku sekaligus papa Adit itu.
“Apa?” lirih Adit.
“Kalian adek kakak! Kalian punya tanda lahir yang sama dileher
belakang! Itu bukti Adit!” jelas papa Adit meyakinkan. Sedangkan mamaku hanya bisa
memegangi kepalanya yang pusing melihat keadaan dan kenyataan ini.
“Es lihat leher aku, gak ada tanda kan, gak ada kan?” suruh Adit
padaku untuk melihat leher belakangnya.
“Hiks hiks, ada Dit..” lirihku tertunduk dengan suara bergetar.
“gak! Sekarang aku liat leher kamu, pasti gak ada” ucap Adit
menyingkirkan rambutku.
“hm, gak kan gak ada Es gak ada!” ucap Adit berbohong dan menarik
tanganku pergi ke dalam mobilnya. Menginjak gas dengan kencang.
“Adit!! Dit!! Kalian mau kemana???!” pekik mamaku dan papaku
sekaligus papa Adit itu.
~~~~~
“Beneran gak ada Dit?” lirihku menghapus air mataku.
“I i iya gak ada!” jawab Adit sedikit gugup karna dia berbohong. Mungkin
dia terlalu menyayangiku dan tidak akan pernah menerima kenyataan itu.
“Kamu gak bohong kan Dit?” lirihku dengan tetes air mataku yang
kembali mengalir.
“Udahlah Es, orang tua kita gak setuju dengan hubungan kita,
makanya mereka bikin rencana yang konyol itu! Aku bisa kok bahagiain kamu tanpa
harus ada mereka!” ucap Adit meyakinkanku. Aku hanya mengangguk dan menunduk. Adit
membawaku keapartemennya, disana cukup mewah.
~~~~~
“Besok kita kepenghulu ya” ucap Adit memegangi kedua pipiku.
“Gak mungkin kita nikah kayak gitu Dit? Kalau orang tua kita gak
ngizinin, kita bakal hidup menderita” lirihku menatap Adit dengan sendu.
“Kamu gak cinta sama aku?!” bentak Adit.
“Aku cinta sama kamu, aku sayang banget, tapi gak gitu caranya Dit!”
ungkapku. Adit mengepal tangannya, dan pergi sambil menedang pintu kamar.
“Maafin aku Dit, aku salah ngelakuin ini semua” lirihku. Aku
terlihat memikirkan sesuatu, mencari ide agar Adit tidak keras kepala seperti
ini
“Aku harus lakuin itu supaya Adit gak kayak gini, dan ngelupain
aku” kata aku sendirian. Entah apa rencanaku itu, yang jelas itu akan membuat Adit
sadar, fikirku..
~~~~~
Jam sudah
menunjukkan pukul 11.25 malam Adit tak kunjung pulang sejak dia pergi tadi
siang entah kemana saat dia kelihatannya marah padaku.
“tok tok tok” suara pintu kamar yang diketok seseorang. Aku turun
dari kasur dan membuka pintu. Ternyata itu Adit, Adit terlihat berantakan,
seperti orang... Mabuk!
“Adit! Kamu kenapa?” teriakku membantu Adit melangkah masuk ke kamar.
“Aku mau nikah sama aku Es, aku gak mau kehilangan kamu!” ucap Adit
dengan nada mabuk.
“Itu gak boleh Dit, kita adek kakak! Dan kamu gak usah bohong lagi
karna aku udah tau kalau di leher aku juga ada tanda itu” ucapku pada Adit.
“Hahaha.. aku gak peduli!,, aku maunya nikah sama kamu!” jawab Adit
mengusap rambutnya kasar.
“Tapi, itu gak boleh! Karna dilarang adat kita. Lupain aja aku Dit,
kamu pasti bisa kok, di dunia ini kan masih banyak cewek lain” jawabku memegang
bahu kanan Adit. Adit tersenyum devil, dan memegang pipiku lembut.
“Di dunia ini emang masih banyak yang lain, tapi kalau yang aku
mau cuma kamu gimana?” ucap Adit mencium bibirku namun hanya sekilas
karna aku menghindar.
“Kamu mabok Adit! Lebih baik kamu keluar deh!” ucapku sedikit
takut pada sikap Adit yang tak seperti biasanya.
“Ini apartemen aku sayang, jadi terserah aku mau dimana aja” jawab
Adit mengikutiku karna aku berdiri.
“Oke gak papa kalau kamu gak mau nikah sama aku, fine fine aja.
Tapi aku mau coba paksa kamu” ucap Adit menyudutkanku ke tembok.
“Ini satu satunya jalan yang tersisa” ucap Adit mencium pipiku.
“Adit sadar!” teriakku mendorong Adit tapi hasilnya nihil.
“Aku sayang banget sama aku” ucap Adit menciumi ku.
Air mataku
menetes, aku tertunduk, aku tak menyangka dengan sikap Adit yang setega ini. Adit
berhenti dan menaikkan wajahku agar menatapnya. Adit menghapus air mataku, dia
tampaknya sadar.
“Es maafin aku, aku gak bermaksud, aku tulus sayang sama kamu, aku
janji gak akan kayak gitu lagi sama kamu Es” ucap Adit dengan matanya yang
memerah karna menahan air mata. Mungkin dia sangat takut kalau aku membencinya
karna niat jahatnya tadi.
“Kamu pernah bilang, kalau aku terlalu indah untuk kau sentuh, kamu
pernah bilang, kalau kamu akan slalu menepikan khilaf kamu, tapi kamu ternyata
cuma bohong, aku gak nyangka..” ucapku duduk dan menenggelamkan wajahku
dikedua kakiku, dan masih tersandar di dinding tadi.
“Engggak, aku minta maaf.. maafin aku” lirih Adit memelukku..
“Hidup
memang penuh dengan harapan,keinginan, dan kepahitan. Begitu pun cinta. Disaat
cinta hadir, semua hal pun menjadi mungkin saat seseorang berkemauan keras
untuk mendapatkannya. Namun jangan sampai keindahan menjadi kepudaran, jangan
sampai kesucian menjadi hitam, dan jangan sampai cinta menjadi penyesalan yang
akan menghantui kehidupanku J ”
“Enggak!, aku gak mau maafin kamu! Aku gak suka sama orang kasar
dan jahat kayak kamu!” pekikku sambil mendorong Adit.
“Kamu tuh gak pernah cinta sama aku, jadi kamu mending lupain aku
deh, karna aku bosen sama kamu” ucapku agak ragu karna semua itu bohong. Aku
sekarang hanya berfikir bagaimana cara mencari cari alasan supaya Adit meupakanku
dan menerima kenyataan kalau aku saudaranya.
“Es.. kamu bohong kan?” ucap Adit berdiri dan menyamai tinggiku.
“Aku gak bohong, aku.. aku Cuma maamfaatin kepopuleran kamu, cuma
itu kok, supaya aku juga terkenal udah naklukin cowok populer di SMA kita” kataku
berlaga seperti wanita licik. Padahal dalam hati aku tersiksa,
“Aku gak nyangka, kamu tega banget sama aku..” ucap Adit dengan
matanya yang memerah karna menahan tangis, dia mengangkat tangannya berniat
menamparku.
“Ayo tampar! Gak masalah kok, kamu udah abis sama aku, ya aku
buang lah. Seperti kata pepatah, habis manis sepah dibuang Adit!” ucapku
tersenyum sinis.
“Plak! Dasar cewek murahan!” ucap Adit akhirnya menamparku.
“Aaw” aku memegangi pipiku, sepertinya disudut bibirku berdarah. Aku
menunduk supaya Adit tak tau kalau air mataku menetes.
“Thanks udah sukses bikin aku tergila gila sama kamu, sumpah aku
sayang banget sama kamu tapi kamu ngecewain aku, sakit sih iya, sakit banget.
Tapi aku yakin kok suatu saat kamu bakal dapet balesannya” ucap Adit pergi dari
hadapanku. Aku terduduk lemas, air mataku mengalir, perasaanku hancur saat ini.
“Maafin aku Dit, aku gak pernah berniat nyakitin kamu, aku sayang
sama kamu, dan aku tulus, aku gak pernah mamfaatin kamu, maaf kalau aku harus
ngelakuin cara ini buat bikin kamu ngelupain aku dan ngebuat kamu benci sama
aku” lirihku melampiaskan perasaanku dengan air mata.
Tiba tiba ada seseorang yang berdiri di depanku, aku tersenyum
sakit dan kembali menangis
“Mau apa lagi dick? Mau bunuh aku? Bunuh aku sekarang!” ucapku
pasrah.Dicky memegang kedua bahuku dan membawaku berdiri.
“Saat aku simpen
sebuah rasa cinta buat kamu, sejak itu pula semua berubah dari aku. Kesepian
menjadi indah saat hari hari aku bisa merhatiin kamu walau hanya dari jauh.
Tangis menjadi senyuman saat aku liat kamu bahagia. Kebosanan aku tenggelan
dalam kebiasaan aku buat selalu jagain kamu, walau aku sadar kecil kemungkinan kamu
bakal balas rasa aku, aku tetap tegar dan semangat untuk slalu jagain kamu, dan
bantu kamu tanpa kamu tau, tapi setelah ada seseorang yang pengen milikin kamu,
tiba tiba hati aku hancur, aku berubah jahat cuma karna gak rela kehilangan
sosok kamu yang sendiri dimata aku. Tapi sekarang, aku sadar kalau cinta itu
tidak memiliki ataupun dimiliki karna cinta aku dan cinta kamu hanya untuk
cinta. Kulai kemaren aku belajar untuk mencintai kamu dan menyayangi kamu
dengan tulus tanpa mengaharapkan harapan apapun dari kamu. Aku akan slalu
jagain kamu dan akan slalu bantu kamu kapanpun kamu butuh aku” Ucap Dicky mengungkapkan perasaannya, aku
berhambur kedalam pelukan Dicky. Aku menangis lepas didada Dicky.
“Kita ketaman apartemen ini aja ya, kita cari jalan yang tepat
buat masalah kamu” ucap Dicky membelai rambutku, karna Dicky tau kalau aku
sedang ada masalah
~~~~~
Sementara Adit
pergi dengan mobilnya entah kemana, Adit berhenti disebuah danau. Air matanya
sudah menetesi kedua pipinya.
“arhhhhhhhhhhhhh............... kenapa semua harus jadi gini??
Kenapa??” teriak Adit menjambak rambutnya kasar.
Adit sejenak
termenung, lalu melangkah menuju ke mobilnya, Adit berniat mengambil semua pakaiannya
yang ada di apartemen. Saat mobil Adit sampai didepan apartemen itu, tidak
sengaja mata Adit tertuju pada dua sosok insan yang ada di taman disamping
apartemen itu, Adit mendekatinya dan melihat dari sela sela tumbuhan disitu,
ternyata 2 insan itu adalah aku dan Dicky. Karna Adit melihatnya dari belakang,
aku terlihat sedang bersandar didada Dicky seperti orang yang bermesraan atau
sepasang kekeasih, Adit mengepal tangannya, emosinya benar benar memuncak. Namun
Adit menahannya.
“Kau selalu mempermainkan hatiku
Hingga
membuat diriku merasa tertipu
Ooh...
kau pun harus mengerti
Semua
cinta yang kumiliki
Mungkin
hanya ada satu bintang
Yang
dapat menghiasi hatiku
Dan
jangan pernah engkau siakan
Seseorang
yang ada di hatimu
Pastikan
hanya ada satu bintang
Yang
slalu menyinari jalanmu
Hingga
akhirnya kau sadari
Dirikulah yang
ada di hatimu” Lagu yang cocok
untuk mewakili perasaan Adit saat ini
“Ternyata kamu emang
bener bener jahat, cewek murahan!” ucap Adit agak berbisik supaya aku dan Dicky
tidak mendengarnya. Adit pergi kedalam mobilnya dan pergi entah kemana,
sementara aku merasa menyesal telah melakukan ide konyol itu.
“Dick, aku salah gak sih udah gituin Adit?” ucapku tak lagi
bersandar didada Dicky.
“Gak sih, tapi kayaknya Adit sayang banget ke kamu deh, emang kamu
tega?” tanya Dicky balik.
“Aku aku gak tega Dick, tapi aku terpaksa lakuin itu supaya Adit bisa
lupain aku” ucapku lirih
“Yaudah keputusan ada ditangan kamu kok, mau tetap pada rencana kamu
atau mau minta maaf dan jelasin itu ke Adit” ucap Dicky bijak
“Kayaknya aku gak sanggup deh Dick tanpa Adit, aku mau jelasin semua
ini” ucapku berdiri.
“Yasudah,” ucap Dicky mekamuntarkan senyumannya. Aku berlari
menuju kamar apartemen, mataku menyapu sekeliling kamar itu namun tak ada tanda tanda Adit pulang.
“Mungkin Adit belum pulang” lirihku mengambil telpon genggamku,
baru saja ingin menelpon Adit tiba tiba pintu kamar diketok orang.
“Tok tok tok” suara pintu itu.
“Iya tunggu” ucapku meletakkan Hp ku dan melangkah menuju pintu
lalu membukakannya.
“Iya ada apa?” tanya ku pada orang itu.
“Maaf mbak, apa anda bernama Esti?” tanya orang itu.
“Iya emang kenapa ya?” tanyaku lembut.
“Saudara anda yang bernama Adit mengalami kecelakaan, jasadnya
tidak ditemukan dan hilang, menurut pemeriksaan jasad saudara Adit hancur
ditempat kejadian mbak, Kami dari petugas kepolisian menemukan Hp dan barang
barang ini dikamukasi kecelakaan saudara anda” Darahku berpacu mendengar itu semua,
hatiku hancur, aku tidak tau ini mimpi atau bukan tapi yang jelas aku tidak
kuasa menahan air mataku. Tanganku bergetar mengambil barang barang yang
diberikan petugas polisi itu, petugas itu pergi dan aku masuk ke kamarku.
“Adit.....” lirihku dengan air mata berderai. Aku duduk
bersandar didinding kamar itu, aku membuka kantong yang berisi barang barang
yang dibawa Adit, tanganku meraih sebuah buku, buku diary Adit. Aku membuka
halaman demi halaman
Halaman 1
“Disaat aku melihatnya, dunia berubah, seakan tersenyum dan
membuatku tersenyum. Karnanya aku mampu untuk menulis di buku kecil ini, buku
yang akan menjadi saksi cinta tulusku untuknya”
Halaman 2
“Kucoba mendekatinya, diikuti lembar demi lembar kehidupannya yang
sangat menarik dihatiku”
Halaman 3
“Saat rasa ini semakin besar, dia tetap menjauh dan tidak
menghiraukan pengorbanan ku yang tulus”
Halaman 4
“Aku terus berusaha menggapainya, mengikutinya, dan melihat senyum
demi senyuman yang dia hembuskan walau bukan untukku”
Halaman 5
“Biarlah awan menutupi ketulusanku untuknya, karna aku yakin suatu
saat akan ada hujan yang membuka ketulusan itu”
Halaman 6
“Karna cinta, aku tak takut pergi walau untuk selamanya, semua
untuknya”
Halaman 7
“Aku terluka, sakit memang, tapi akan lebih sakit jika dia yang
terluka dan tidak ku lindungi dengan ketulusan ini”
Halaman 8
“Hatinya dan hatiku telah bertemu pada satu kenyataan indah, yang
akan menjadi awal kebahagiaan ku”
Halaman 9
“Cinta, membuatku mengerti, arti ketulusan, arti kasih sayang,
arti cinta, dan kebersamaan”
Halaman 10 (TEPATNYA
HARI INI)
“Saat bintang telah berada dalam genggamanku, dia hancur menjadi
butiran butiran pasir yang tak bisaa kugenggam lagi, dan hanya akan bisa aku
lihat dari sini, dari hati kecilku. Karna sang rembulan telah datang untuk
memilikinya, dan mengambilnya dari lembaran kehidupanku, hingga sulit untuk aku
miliki kembali. Harapanku untuk memetikkannya sebuah Bintang terterang, mungkin
akan berakhir sampai disini, hingga harapan itu tidak akan pernah terwujud
dalam kehidupku"
Air mataku
mengalir deras membaca Diary Adit, hatiku sakit sangat sakit aku menyesal telah
mengecewakan Adit, membuat Adit terluka, dan membuatnya lemah. Mungkin sakit
yang dia rasakan lebih dari yang aku rasakan sekarang.
“Adit..” lirihku mencium foto Adit yang berada digenggamanku saat
ini, aku memeluknya erat, melampiaskan kesedihanku walau tak akan pernah
terlepas.
~~~~~
7 Bulan kemudian
Sekarang aku berada disebuah taman, taman yang
terletak disamping RSJ. Mungkin, kepergian Adit tidak bisa diterima oleh hati
apalagi pikiranku. Aku benar-benar lemah tanpa Adit.
“Hiks hiks, saya menyesal tidak membiarkan Adit dan Esti untuk
bersatu, padahal sebenarnya dalam adat kita semua itu boleh boleh saja” lirih
mamaku dari jauh tepatnya disamping papa ku (mantan papaku)
“Iya Ros, sekarang kita kehilangan Adit dan kehilangan senyuman Esti,
semuanya pergi” ucap papaku.
Hari semakin
gelap namun aku tetap menatap langit dengan tatapanku yang kosong, mataku
seakan terfokus pada satu bintang diatas sana.
“Aku janji Adit, aku akan menggapai Bintang itu, mengambilnya dan
menjaganya untukku. Walau bintang itu aku raih tanpa senyumanmu, tapi aku akan
mendapatkannya dengan cintaku yang masih tertinggal dihatimu.
Karna
cinta akan tetap indah tanpa Cinta
Karna
cintaku dan cintamu telah menjadi satu
Karna
hatiku selalu merasakan apa yang hatimu rasakan
Karna
hadirmu dulu, begitu berarti dalam kehidupanku”
Air mataku
menetes perlahan, namun mataku tetap menatap langit. Hari hariku kosong, dan
hampa tanpa Adit. Tanpa kasih sayang Adit, tanpa kejailan Adit, tanpa cinta Adit,
tanpa perhatian Adit dan tanpa kekonyolan Adit yang slalu membuatku tersenyum
Tiba tiba mama papa dan seseorang menghampiriku
“Esti..” lirih orang itu, namun mataku tetap memandang langit,
seakan tak mendengar orang itu.
“Es.. ini aku” lirih orang itu lagi berdiri di depanku dengan air
mata yang membasahi kedua pipinya, dia memegang bahuku namun aku tetap tak
merespon semua itu.
“Esti.. ini aku Adit.. aku datang untuk kamu, karna kamu dan
dengan senyumanmu yang sempat tenggelam
karna ku, aku membawa sejuta alasan yang akan mengembalikan senyuman itu” ucap Adit
tertunduk sambil menjongkok di depanku dan memegang kedua bahuku. Saat aku
sedang duduk di kursi taman ini. Namun aku tetap tak merespon, mataku tertuju
pada bintang itu dengan tatapan kosong.
“Adit.. bintang itu akan aku miliki dan aku bawa pergi untuk kamu,
hanya untuk kamu” ungkapku masih dengan tatapan kosong, namun itu bukan berarti
responku untuk Adit, karna aku sama sekali tak sadar Adit disini. Adit menarikku
dalam pelukan hangatnya, air matanya berderai dan mengalir dikedua pipinya.
“Aku sayang banget sama kamu, dulu, saat ini, dan selamanya akan
selalu begitu” ucap Adit mempererat pelukannya, berharap aku akan sadar dari
keterpurukanku saat ini. Adit melepaskan pelukannya dan mengambil 7 kertas biru
dari dalam sakunya, karna sedikit kaget dan merasa ada yang tak asing, aku
sedikit menoleh ke arah kertas itu teringat akan masa lalu ku. Adit memberikan
kertas itu satu persatu agar aku baca
1.“Bukan
sekedar rasa, tapi karna melihatmu aku merasakan rasa itu”
2.“Bukan
sekedar cinta, tapi karnamu aku merasakan cinta itu”
3.“Bukan
sekedar setia, tapi denganmu aku tak bisa lari dan mengingkari kata itu”
4.“Bukan
sekedar cemburu, tapi melihatmu bersamanya membuat aku khilaf karna terlalu
menyayangimu”
5.“Bukan
sekedar sayang, tapi berkatmu aku memahami arti dan makna sesungguhnya”
6.“Bukan
sekedar ingin, tapi denganmu bersama cinta aku akan slalu mensyukuri nikmat
indah yang kuharap tidak akan pergi lagi dariku”
7.“Bukan
sekedar menyukai dan mengagumi, tapi kamu terlalu mengerti dan memahamiku”
Pandangan kosongku
perlahan hilang, pandangan indahku mulai menatap dan melihat inci demi inci
wajah orang yang berdiri di depanku saat ini, tiba tiba air mataku mengalir,
aku berhambur kedalam pelukan orang itu, ya Adit pelukan orang yang amat aku
sayangi dan aku cintai, orang berharga yang menjadi sumber kebahagiaanku.
Kedua orang tuaku
tersenyum, termasuk papa Adit, tersenyum bahagia melihatku dan Adit. Pernikahan
kami pun segera dilangsungkan untuk mengekalkan dan menghalalkan cinta tulus
diantara kami☺. Ternyata selama ini Adit hanya merekayasa kematiannya, untuk
pergi sementara dan memenangkan diri, juga untuk menyelidiki benar atau
tidaknya pengakuanku yang berkata hanya memamfaatkan Adit itu. Ternyata aku
hanya bohong, aku tulus mencintai Adit.
“Cinta itu
berawal dari proses yang menyakitkan, berjalan dengan kesejukan dan kehangatan,
lalu berakhir dengan seyuman dan air mata. Jangan pernah menyianyiakan
orang yang kalian cintai, dan jangan pernah meragukan ketulusan orang yang rela
berkorban demi kalian, karna kalian, dan untuk kalian. Jangan pernah takut menerima satu cinta yang
mungkin akan menjadi yang terakhir dalam kehidupanku. Karna cinta bukan
sekedar cinta, namun harus diiringi kepercayaan, kasih sayang, dan dan
kesetiaan dalam menjalaninya dan mengikutinya, butuh kenyataan saling mengerti
dan memahami dengan ketulusan”
Satu pesan buat kalian: “Jangan pernah menyerah
mendapatkan sesuatu positif yang tersimpan di hati kalian, karna harapan akan
tinggal impian jika tak ada usaha dan kemauan”
0 komentar:
Posting Komentar