Jumat, 08 Maret 2013

Cerpen 'WHEN I NEED YOU'


J When I Need You (Disaat Aku Membutuhkanmu) J

            “Dan suatu saat nanti semua akan mengerti tentang apa yang aku rasakan” Aku menutup buku memoku, menyungging sedikit senyum disudut bibir mungilku. Ya aku memang suka menulis di  buku memo karna buku itu adalah satu satunya yang bisa aku jadikan tempat curhatan ataupun keluhan hatiku. Setiap pagi setelah sholat subuh dan sebelum berangkat sekolah, aku selalu menulis harapan-harapan dan keinginan manis ku di sana, di bukuku.
“Ma aku pergi dulu ya” ucapku lalu mencium punggung tangan mamaku.
“Iya sayang, hati-hati ya” ucap mamaku lembut. Aku hanya menjawab pertanyaan mama tadi dengan anggukan lalu melangkah keluar rumah dan menaiki sepedaku. Ya, aku memang suka naik sepeda dari pada harus membawa mobil mamaku, menurutku kesederhanaan itu lebih baik dari pada harus berlebih-lebihan dan hanyut dalam kemewahan semu. Selang beberapa menit, aku sampai di depan sekolahku tepatnya SMAN 1 BANDUNG, lalu aku memarkirkan sepedaku di samping pagar sekolah, aku melangkah dengan santai menuju ke kelas, mulutku sedikit bergerak bersenandung kecil mengiringi langkah kaki.
“Aduh!” tiba tiba ada yang menabrakku, aku pun jatuh dan lututku sedikit berdarah.
“Ehm maaf ya, aku gak sengaja” ucap orang yang menabrakku itu. Dia cukup tampan, manis, berpostur tinggi, dan berhidung mancung. Akupun berdiri dan menyamakan tinggiku dengan laki-laki itu.
“Kalau kata maaf cukup menyelesaikan masalah, gak akan ada penjara di dunia ini!” ucapku tepat di depan muka laki-laki itu. Lalu dengan sedikit tertatih aku pergi dari hadapannya. Laki-laki itu hanya terdiam mematung 3 detik  kemudian dia berbalik dan memanggilku.
“Hei tunggu, nama kamu siapa?!” seru laki-laki itu mengangkat tangannya namun aku tak menghiraukannya.
“Hm namaku Adit, aku minta maaf!” serunya lagi.
“Hei!” laki-laki itu hanya diam di tempat sambil berteriak memanggilku tapi percuma aku tetap melangkah menuju kelas.
“Ah, cewek aneh. Tapi..... bikin aku penasaran” gumam laki-laki yang bernama Adit itu, dia sedikit menyungging senyum di bibirnya.
~~~~~
“Dasar cowok gila, emang dia pikir aku barang apa, main tabrak aja, emang dia pikir gak sakit gitu?” mulutku tak berhenti mengoceh sepanjang langkahku hingga aku sampai di tempat dudukku.
“Kenapa kamuEsti?” seru teman sebangkuku, namanya Roma.
“Itu, cowok yang sok populer di SMA ini, masa dia nabrak aku? Matanya budeg apa, udah gitu cuma minta maaf lagi” ucapku kesal.
“Bukan budeg tapi buta kali. Haha..... tapi kasian juga ya kamu Esti. Maksud kamu Adit anak IPA 1 itu?” Roma tertawa lepas mendengar ceritaku, kemudian dia balik bertanya.
“Iya!” ucap ku meninggi.
“Yaudah mana orangnya sini aku tonjok!” ucap Roma menantang dan sok jadi pahlawan di depanku.
“Ihh emang kamu berani? Secara tu cowok kan digilai banget di sekolah ini, nanti fans-fans nya yang kecentilan itu marah sama kamu, gimana?” ucapku meremehkan Roma.
“hehe enggak sih”.
“uuu” aku menoyor kepala Roma..
            Aku dan Roma memang bersahabat dekat, aku mau berteman dengan laki-laki ya cuma Roma, itu pun karna Roma tetanggaku sejak SMP, sejak aku pindah ke Bandung. Obrolanku dengan Roma terhenti karna bel masuk berbunyi.
~~~~~
            Ini adalah saat yang aku nantikan. Jam istirahat. Ya, aku memang orang  yang cepat bosan, berlama-lama di kelas membuatku malas tapi walaupun begitu aku salah satu murid yang berprestasi.
“Hm akhirnya istirahat juga, ke taman ahh” gumamku sendiri sambil melangkah ke taman sekolah. Beberapa detik kemudian aku sudah sampai dan duduk di bangku taman yang berwarna coklat itu.
            Ditanganku sudah ada kotak makanan dan minuman yang sengaja aku bawa dari rumah. Walaupun aku anak orang kaya tapi aku berpikir makanan yang dibuat sendiri itu lebih sehat dari pada harus jajan di kantin sekolah, lagi pula uang jajanku bisa disimpan dan digunakan untuk membeli keperluan yang lebih berguna bukan?. Berhemat itu salah satu cara indah untuk mendapatkan hidup yang terjamin. Bukankah begitu?
“Krikss!”
            Aku mendengar seperti ada suara ranting yang terinjak, aku sedikit menoleh ke belakang. Dan benar saja di sana sudah berdiri laki-laki manis yang menabrakku tadi pagi.
“Aduh mampus aku” gumam laki-laki itu, sepertinya dia memperhatikanku dari tadi.
“Eh sejak kapan kamu disitu?” tanyaku sedikit membesarkan mataku.
“Hm ngh, anu itu aku..... aku cuma lewat” laki-laki yang bernama Adit itu berhasil aku buat gugup. Seketika tawaku pecah karna tak kuasa melihat wajah Adit yang begitu lucu saat sedang gugup dan salting seperti itu.
“Hahahahaha... ternyata cowok populer yang katanya kece bin keren itu kayak gini, digituin aja udah kayak kucing diblototin monyet hahahahaha....” Aku benar benar melepas tawaku, aku merasa menang karna telah membuat laki-laki itu salting. Mataku terlihat sipit karna tertawa. Ini seperti drama komedi tanpa layar kaca, yang dapat aku jadikan tontonan gratis.
            Tiba-tiba tawaku berhenti karna entah sejak kapan Adit tiba-tiba berada di depanku, Adit sedikit menundukkan badannya agar menyamai tinggi dudukku. Wajah Adit begitu dekat dengan wajahku, hingga membuat nafasku tak beraturan. Sepertinya Adit kesal padaku dan juga ingin membalas perbuatanku tadi, perbuatanku yang sudah berhasil membuatnya mati gaya. Sekarang sepertinya dia yang akan membuatku begitu. Bisa dilihat dari tatapannya, dia tersenyum devil.
“Kenapa diam?” Adit mulai bersuara, namun tatapannya tetap padaku.
“Ngh, ga.....” aku terlihat gugup. bisa didengar dari suaraku. Adit sedikit memajukan wajahnya tapi aku mundur, Adit malah semakin mendekatiku, dan jarakku dengan Adit sangat dekat sekarang. Adit semakin mendekat hingga hidung kami bersentuhan, karna takut dan gugup aku langsung menutup mataku, wajahku terlihat lucu sekali.
“Hahaha..... kena kamu!” Adit malah menjauhkan wajahnya dan menertawakanku. Sepertinya, tadi dia hanya ingin mengerjaiku. Benar saja, dia berhasil.
“Aaaaaaa dasar cungkring! Berani kamu ya ngerjain aku? Mentang mentang kamu populer disini trus digilai tuh cewek cewek centil? Trus kamu bisa seenaknya gitu sama aku?” ucapku tanpa titik-koma, membuat Adit tertawa kecil.
“Udah, ngomongnya?” Adit. Untuk kedua kalinya Adit membuatku kesal, aku berdiri dan mencubit perutnya.
“Adoohhhhh sakit tau!” ucap Adit.
“Aduhhhhh sakit ya sayang? Mau aku obatin?” godaku. Adit mengangguk polos.
“Auhhhhh” Adit kembali menjerit. Bukannya mengobati tapi aku menginjak kaki Adit dan menjulurkan lidahku lalu berlari pergi dari taman sekolahku itu, meninggalkan Adit yang berdiri dengan wajah kesalnya terhadap tingkahku.
“Dasar cewek gila! Berani banget ya kamu sama cowok manis bin sexi kayak aku” Adit mengoceh dan memuji dirinya sendiri, murid-murid yang lewat di taman itu menggeleng melihat tingkah Adit. Menyadari itu, Adit langsung menepuk jidatnya.
“Aduh! Masa aku ngomong sendiri sih, tuh kan.. diliatin, mau ditaruh di mana muka aku? Nah loh, kok aku jadi kayak orang gila gini ya? Nih pasti gara gara cewek aneh itu deh, aku jadi penasaran sama tuh cewek, sumpah deh pengen ketemu lagi rasanya, aduh! Kok aku ngomong sendiri lagi? Bodo ah!” Adit melangkah, berniat meninggalkan taman itu. Tapi tunggu, Adit menghentikan langkahnya, kelihatannya dia melihat sesuatu. Ya! Kotak makanan yang aku bawa tadi tertinggal di bangku coklat taman itu, Adit mengambil kotak itu dan tersenyum manis.
“Aku punya alasan buat ketemu sama dia lagi” gumam Adit lalu pergi.
~~~~~
            Aku melangkah ke kelasku, saat aku sampai di bangkuku, tiba-tiba bel masuk berbunyi. Ini pelajaran terakhir hari ini. Setelah pelajarannya selesai, aku mengambil tasku dan melangkah keluar kelas.
“Roma aku duluan ya?” ucapku pada sahabatku Roma. Roma hanya mengangguk karna tampaknya dia sedang mengerjakan tugas tambahan dari guru. Aku pastinya ke pagar sekolah dulu untuk mengambil sepeda kesayanganku.
“Aaaaaaaa sepede aku mana?????” Aku berteriak karna sepedaku tak ada di dekat pagar sekolah. Mataku menyapu semua daerah didekat situ. Tiba tiba pandanganku berhenti pada satu titik. Yang benar saja? Di sana Adit sudah berdiri disamping mobil merahnya, sedangkan sepedaku terikat di atas mobil Adit.
“Aaaaaaa cowok resek!” Aku memasang wajah segahar mungkin, dan melangkah menghampiri Adit dengan tangan yang berada di kedua belah pinggangku.
“Ke na pa, kamu ga ng gu sepeda aku!?” aku sengaja menekankan nada disetiap suku kata kalimat yang aku lontarkan pada Adit barusan.
” Adit hanya melempar senyuman manisnya padaku.
“Ihhh jawab” nada bicaraku berubah seperti anak kecil.
“Pulang sama aku” ucap Adit singkat sambil menarik ku. Hingga aku langsung terduduk di dalam mobil Adit.
“Ihhh kamu apa-apaan sih? Aku gak mau!” ucapku tapi Adit tak menghiraukannya.
“Adit turunin gak?” ucapku lagi. Adit menghentikan mobilnya mendadak hingga membuat jidatku terbentur sedikit.
“Apa? Coba panggil namaku lagi dong, aku pengen denger lagi” ucap Adit menatapku. Aku hanya diam karna heran dan bingung.
“Ih apaan sih, gak penting banget A…” ucapku santai dan memalingkan pandanganku ke depan. Tapi Adit memegang wajahku agar melihatnya.
“A apa lagi?” ucapku gugup. Adit mengelus keningku. Aku terdiam.
“Sakit ya?” Tanya Adit. Aku hanya diam dan tak menjawab pertanyaan Adit.
“Kening kamu memar, dikit” ucap Adit lembut.
“Cuppp” Adit mengecup lembut keningku.
“Udah sembuh,” ucap Adit membelai rambutku. Lalu Adit kembali menyetir. Aku terdiam membisu. Getaran-getaran aneh aku rasakan saat ini, sebelumnya aku tidak pernah merasakan ini.
“Kok aku mau aja sih dicium tuh cowok playboy?” ucapku dalam hati
~~~~~
            Adit menghentikan mobilnya di depan sebuah pemakaman.
“Ngapain sih kamu bawa aku kesini? Kamu mau nguburin aku hidup-hidup?” ucapku sekena nya.
“Ya elah Esti, masa iya aku nguburin cewek yang aku sayang” ceplos Adit.
“Apa?” karna sibuk memandang sekitar pemakaman itu, jawaban Adit terdengar samar-samar ditelingaku. Karna itu aku menanyakan kembali.
“Ngh, enggak kok gak papa, aku cuma mau ngajak kamu ke sini” Adit menghentikan langkahnya di depan sebuah kuburan. Aku juga berhenti.
“Ini kuburan siapa?” T\tanyaku sambil mengikuti Adit yang menjongkok.
“Ini kuburan orang yang aku sayang, satu satunya wanita yang berharga dikehidupan aku” ucap Adit mengukir senyum di bibirnya. Tapi kelihatannya ada sakit dibalik senyuman itu.
“Maksud kamu?” tanyaku agak merendahkan suara.
“Ibu aku” Lirih Adit.
“Oh maaf aku gak tau” ucapku juga lirih merasa tidak enak pada Adit. Ternyata kehidupan Adit tidak seperti yang aku bayangkan. Ternyata dibalik kepopulerannya, dan kekayaanya, dibalik Adit yang menyebalkan, Adit yang selalu semangat, ternyata tersembunyi Adit yang lemah dan rapuh tanpa seorang wanita berharga yang sangat berarti bagi kehidupan setiap Insan, termasuk Adit.
“Gak papa kok, hm aku ngajak kamu ke sini karna kamu mirip sama sosok ibu aku, kamu orangnya lucu, apa adanya, sederhana, tegar dan cuek. Aku suka sama sikap kamu yang sama kayak ibu aku yang dulu” ucap Adit mengungkapkan isi hatinya, walau tidak sepenuhnya.
“Aku gak setegar yang kamu bayangin Adit” ucapku dalam hati. Aku menoleh ke arah Adit, mendapati Adit dengan air mata yang sedikit menetes di sudut matanya.
“Loh kok cowok nangis sih?” ucapku sedikit tertawa. Adit mengahlikan pandangannya ke arah kuburan ibunya itu. Dia teringat sesuatu.
“Saat kamu ngeliat cowok nangis, itu bukan berarti dia gak jantan, bukan berarti dia banci dan bukan berarti dia lemah, tapi air mata itu menandakan kalau cowok juga punya perasaan” ucap Adit yang membuatku tertunduk. Mencoba meresapi kata kata Adit.
“Aku bakal seneng kalau kamu mau jadi temen aku” ucap Adit lagi.
            Berniat meresapi kata kata Adit tadi, pikiranku malah tersesaat pada bayangan masa lalu ku. Ayahku..... Kejahatannya..... Ayah yang selalu membuat ibuku menangis. Membuatku terjatuh dalam cahaya namun menyakitkan. Kejadian yang membuatku benci terhadap makhluk atas nama LAKI-LAKI.
“Enggak!” Adit menatapku, dia kaget karna aku berdiri dan suaraku yang meninggi. Sedangkan Adit masih menonggok/mencangkung.
“Kalau semua cowok punya hati, gak akan ada yang tega bikin air mata wanita jatuh” ucapku tanpa memandang Adit. Lalu aku pergi meninggalkan Adit.
“Tunggu!” ucap Adit berdiri.
“Dan aku gak akan pernah mau jadi temen kamu” ucapku berhenti sebentar tanpa berbalik. Lalu melanjutkan langkah cepatku. Adit terdiam heran akan tingkahku itu.
~~~~~
            “Kucoba untuk mengartikan getar itu namun aku tak sanggup karna jujur, aku tidak mengerti dengan rasa yang kau tinggalkan di hatiku. Ku coba menyadari, namun terlalu gelap untuk aku lalui dan aku jalani. Kucoba mengakuinya, namun hanya membuatku jatuh pada cahaya yang menyakitkan. Aku tak sanggup bersamamu, bersamanya, bersama semua orang yang kuanggap hanya akan meninggalkan sakit dihatiku. Aku tak ingin kau tau dan aku tak ingin kau memahami ini.”
            Air mataku menetes disampul biru buku memoku. Entahlah, entah untuk siapa tetes air mata itu, entah hanya untuk ayahku atau malah untuk Adit.
“Esti.. ayo kesini makan dulu sayang” suara mamaku terdengar samar-samar mungkin karna sedang hujan. Ya, hujan turun entah sejak kapan, melengkapi perasaanku saat ini.
            “Musim hujan kali ini mewakili tentangku. Derasnya air hujan itu mewakili tangisnya diriku. Kerasnya suara petir mewakili amarahku. Dan adanya angin mewakili semua perasaanku” aku menulis sebait kata-kata sebelum aku menuju ke ruang makan.
“Iya ma” aku langsung turun dan menghapus air mataku.
“Duduk disini sayang” ucap mama ku, dan aku hanya menurutinya.
“Gimana sekolah kamu hari ini? Menyenangkan?” mamaku membuka pembicaraan baru. Ini memang kebiasaannya, di saat makan malam seperti ini, mamaku selalu menanyakan tentang sekolahku.
“Baik baik aja kok ma” ucapku sambil menyungging sedikit senyuman.
“Bagus deh kalau gitu, kamu sekolah yang rajin ya, supaya kelak kamu jadi orang sukses” pesan mamaku.
“Iya ma, pasti” ucapku lalu kembali menyantap makananku.
“Tok tok tok” tiba-tiba terdengar suara ketokan pintu rumahku, sepertinya ada tamu.
“Biar aku aja yang buka ma” mamaku tersenyum dan ucapku langsung ke pintu depan.
“Siapa ya malam-malam gini kok dateng ke rumah orang sih” omelku disepanjang langkah.
“Iya sia....” omonganku terputus karna sudah ada seorang laki-laki yang aku benci disana. Ya, Adit
“Ngapain lagi sih kamu? Lagian dari mana kamu tau rumah aku? Heran deh aku sama kamu. Udah pulang sana pulang!” ucapku mengusir Adit.
“Esti aku cuma mau ngan.....” Adit belum selesai bicara aku sudah memotong pembicaraan Adit yang terbata bata karna kedinginan itu
“Ah kelamaan, udah sana pulang” ucapku sedikit mendorong Adit dan menutup kasar pintu rumahku.
“Siapa sayang?.....” ucap mamaku menghampiriku.
“Ha? Eng enggak ma. Bukan siapa-siapa kok” ucapku berlalu dari depan mamaku. Mamaku menghela kain penutup jendela dan melirik keluar, sedetik kekudia mamaku tersenyum.
“Hm anak muda jaman sekarang”  gumam mamaku pergi sambil menggeleng.Bukannya menghabiskan makan malam ku, tapi aku malah langsung pergi menuju ke kamar. Melihat itu, mamaku hanya memakluminya
~~~~~
“Dasar cowok keras kepala, ngapain sih dia masih disitu” ucapku sendirian di depan jendela, melihat Adit terduduk sambil menyandar di dinding rumahku.
“Gak kedinginan apa?” gumamku pelan.
“Aduh.....” aku sedikit bingung.
“Ah bodo ah, kan dia yang maunya itu ya biarin aja” ucapku berlalu. Aku naik ketempat tidurku dan menutup mata, mencoba untuk mekulai tidurku.
~~~~~~
            Jam menunjukkan pukul 12.25 aku terbangun dari tidurku. Entah kenapa perasaanku sedikit gelisah. Aku keluar kamar dan mencari segelas air putih. Hujan masih belum redah, aku teringat akan seseorang diluar sana. Ya, Adit
“Pasti dia udah pulang” gumamku sedikit melirik keluar
“Adit!” aku kaget karna ternyata Adit masih disitu, wajahnya kelihatan pucat dan tubuhnya menggigil kedinginan. Aku keluar dan memopong Adit untuk masuk ke rumah, aku membawa Adit ke kamar tamu.
“Berat banget sih kamu, badan aja yang cungkring tapi berat banget, ah ini badan kamu yang berat apa dosa kamu sih” ucapku masih sempat saja mengomel saat menidurkan tubuh Adit di atas kasur
“Aduh kamu dingin banget” gumamku sedikit khawatir. Aku melangkah mengambil selimut di dalam lemari dan menyelimuti Adit.
“Gimana ya, nanti kalau kamu kenapa napa aku yang repot” ucapku memegangi kepalaku sendiri.
“Ngh,” Adit membuka matanya perlahan. Aku menatap Adit berharap laki-laki itu tidak kenapa napa.
“Esti” ucap Adit saat melihatku. Dia mengukir senyum dibibirnya.
“Ih kamu sarap ya, baru aja bangun udah senyum senyum gak jelas gitu” ucapku terkekeh geli.
“Kamu emang lucu ya, aku senyum karna ada kamu” ucap Adit sambil berusaha duduk.
“Hm aku kesini cuma mau ngasih ini” ucap Adit memberikan sesuatu padaku. Ya, tempat makan kesayanganku yang tertinggal di taman waktu itu.
“Ya ampun, aku pikir ilang. Makasih ya” ucapku mengambilnya cepat.
“Ngh, makasih ya. Maaf aku udah......” Adit menyentuh bibirku dengan telunjuknya.
“Suttt, gak papa kok” ucap Adit lembut lalu menurunkan tangannya dari bibirku. Aku sedikit salah tingkah dibuatnya.
“Hm ya yaudah ngapain lagi disini?” ucapku kembali ketus.
“Ngapain ya.....” goda Adit mendekatiku.
“Wah kayaknya nih kamar kosong ya, trus disini cuma ada kita berdua” ucap Adit menaik turunkan alisnya. Dia semakin mendekatiku.
“Apaan sih kamu! Aku panggilin mama aku mau kamu ha?” ucapkuu mengancam.
“Panggil aja gak papa kok, paling kita disangka ngapa ngapain” ucap Adit semakin mendekat.
“Eh nanti kita malah dinikahin cungkring!” ucapku menjauh.
“Ya gak papa, itu yang aku mau” ucap Adit tersenyum.
            Aku menelan ludahku, merasa sedikit takut bin bingung. Ini Adit becanda apa serius. Akhirnya aku mentok ditembok dengan badan Adit yang tidak ada jarak lagi denganku.
“Adit becanda kamu gak lucu” ucapku.
“Siapa sih yang becanda” goda Adit.
“Adit, kamu jangan macem macem! Aku jago silat! Aku juga jago kungfu” ucapku mengancam padahal aku tidak bisa silat ataupun kungfu sama sekali.
“Masa sih.....” ucap Adit menyentuh rambutku. Aku menutup mata. Aku mulai ketakutan sepertinya Adit serius. Keringatku sedikit keluar dikeningku.
“Hap!” Adit memelukku erat
“Aku gak ngapa-ngapain kamu kok, dan gak akan pernah” ucap Adit sambil memelukku.
“Aku sayang sama kamu. Aku butuh kamu. I Need You” ucap Adit memperat pelukannya.
            Aku tidak tau harus berkata apa, aku mendorong pelan tubuh Adit tapi nihil. Percuma
“Aku tau, kamu benci sama aku tapi kenapa? Aku butuh alesan kamu Esti” ucap Adit .
“Karna kamu playboy, lepasin aku” ucapku mendorong pelan Adit lagi tapi Adit tidak mau melepaskanku.
“Ok, aku akan berubah demi kamu” ucap Adit mempererat pelukannya. Lalu melepaskan dan mencium lama keningku.
Bye.  I Need You And I Hope You Need Me Too. Because I Will Come To You, When You Need Me ucapan Adit lalu pergi keluar rumahku dan pulang dengan mobil merahnya walau masih jam 12.30. Ucapan Adit tadi terekam jelas di otakku. Aku terdiam sejenak meresapi kata kata Adit.
“Sometime, I Will Need You. Adit” lirihku dalam hati.
~~~~~
            Sekarang sudah jam 07.00 tentunya aku sudah di luar rumah mengambil dan menaiki sepedaku. Aku teringat sesuatu, malam tadi ternyata Adit bukan hanya mengantarkan kotak makananku tapi juga mengantarkan sepedaku. Aku menyungging sedikit senyuman. Dalam perjalanan menuju sekolah, pikiranku melayang pada kejadian tadi malam. Entah kenapa, jujur, kejadian itu membuatku bimbang.
“Akhirnya sampai juga” gumamku memarkirkan sepeda seperti biasa. Aku masuk ke kelas. Disana nampaknya sudah banyak murid-murid lain tapi tidak Roma
“Roma kemana?” aku bertanya dalam hati. Saat aku duduk, aku melihat kertas biru di atas mejaku. Cantik, warnanya dan hiasan dikertas itu sangat manis. Kertas itu hanya satu lembar. Kemudian aku mengambilnya. Ternyata dibalik hiasan gambar indah di depan kertas itu, di belakangnya terdapat tulisan.
            “Cinta sejati itu, berawal dari ketidak sengajaan, berjalan dengan proses yang    menyakitkan, dan berakhir dengan kebahagiaan”
Begitulah bacaan dari tulisan dikertas biru kecil itu. Aku mengerutkan dahiku, mencoba memahami makna kata kata dikertas itu.
“Dari siapa? Kok gak ada tanda atau namanya” Ucapku sendiri.
“Ah paling orang iseng” jawabku juga.
~~~~~
            Istirahat pun datang, karna Roma tidak masuk hari ini, jadi aku berniat makan di taman sendirian. Aku melangkah dengan santai dan ceria menuju taman sekolah itu. Seperti biasa aku duduk dibangku yang berwarna coklat. Saat duduk, aku melihat kertas seperti yang ada di kelas tadi. Kertas kecil berwarna biru.
            “Kalau aku yang terbaik untukmu, apalagi mencari yang lain yang belum tentu seindah aku, sebaik aku, sesederhana aku Dan yang pasti mampu melewati semua kesedihanmu. Setiap keputusan yang kamu ambil sekarang, itu menyangkut hidupku ke depannya. Meski 'perih' tapi akan indah pada akhirnya, karna aku yakin aku yang tertepat”
“Siapa sih?” Gumamku bingung dan penasaran.
~~~~~
            Setelah makan di taman, aku langsung ke kelas, berhenti di depan kelasku sambil menunggu bel masuk berbunyi. Tiba-tiba tiga orang wanita menghampiriku, mereka adalah teman sekelasku. Mungkin, mereka ingin mengajakku mengobrol.
“Hy Esti” ucap mereka sambil ikut duduk disampingku tepatnya di teras depan kelas.
“Hy juga” balasku dengan lembut.
“Eh ada gosip baru loh” ucap salah satu wanita yang ada didekatku itu.
“Apa” tanya wanita satunya lagi. Aku hanya diam dan mendengarnya, karna aku tidak teralu suka sama yang namanya Ngegosip.
“Pastinya kamu tau Adit dong, cowok populer di SMA kita ini?” ucap cewek itu memulai ceritanya
“Yaiyalah, aaa dia kan cowok idaman aku” jawab cewek satunya. Aku yang mendengar itu hanya diam
“Dia lagi, dia lagi. Dunia ini kan luas, emang gak ada cerita lain apa” ucapku dalam hati. Dengan santai aku berdiri dan berniat masuk ke kelas sedangkan tiga wanita temanku itu sibuk dengan gosip mereka
“Adit berubah tau, dia mutusin SEMUA cewek-ceweknya, dan setau aku udah 9 cewek yang nangis gara-gara diputusin Adit”
            Langkahku terhenti namun  aku tidak berbalik, aku sedikit kaget atas pernyataan temanku itu.
“Jadi Adit serius sama omongannya waktu itu? Tapi, apa ini semua dia lakuin bener-bener buat aku?” aku berfikir sejenak, kekudian menggeleng dan meneruskan langkahku
~~~~~
            Sekarang sudah jam pulang sekolah, aku langsung membawa tasku dan menuju sepedaku. Tidak sengaja aku melihat sesuatu dikeranjang depan sepedaku. Selembar kertas kecil biru itu lagi.
            “Cinta memang datang tanpa disadari, tumbuh tanpa disirami, dan berkembang tanpa alasan. Jika gelap telah membuat kamu terjatuh, maka kamu butuh cahaya untuk membuatmu bangkit dan harusnya kamu sadari bahwa akulah cahaya itu” 
            Aku membuang kertas itu.
“Apa sih maksud semua ini? Siapa yang bikin ini?” ucapku lalu pergi dengan sepedaku. Pulang.
~~~~~
“Siapa ya yang ngirim itu semua” aku bergumam diatas kasurku sambil istirahat siang ini.
“Kayaknya orang itu selalu tau apa yang lagi aku rasain” ucapku lagi.
“Kringtakhkn...” suara vas bunga yang pecah. Aku kaget dan langsung melihat ke jendela kamarku sepertinya suaranya dari sana.
“Apaan sih tuh” ucapku berusaha melihatnya dengan jelas. Terlihat sosok laki-laki manis dengan rambut yang sedikit menutupi sebelah matanya. Dia menatap satu titik dimataku, membuatku terdiam kemudian dia melempar senyum  padaku lalu pergi.
“Ha! Kok ilang?” ucapku kaget.
“Adohhhhh kok ilang? Kemana dia? Itu apaan ya yang aku lihat? Bulu roma aku berdiri, Soalnya dia ganteng banget aaaa” Entah apa yang terjadi denganku, baru kali ini aku memuji laki-laki.
“Siapa ya” aku kembali bergumam dan berfikir, ah hari ini memang penuh dengan teka teki. Tapi yang jelas semua kejadian dihari ini adalah salah satu momen dari ribuan momen yang aku tulis dibuku memoku.
            “Jika bintang mampu menerima dua bulan, aku akan menjadi bintang itu. Jika bumi sanggup merasakan dua matahari, mungkin aku ingin menjadi bumi itu. Dan jika hati bisa menyimpan dua cinta, sungguh aku ingin belajar dari hati itu” 
            Setelah menulis dibuku memoku, aku langsung tidur, mencoba menutup mata dan menikmati bunga tidur yang akan menemani malamku.
~~~~~
“Hai” sapa seseorang dari belakangku.
“Kamu siapa?” ucapku sambil menatapnya.
“Aku Dicky. Bukankah kau Esti?” jawabnya dan tanyanya balik padaku.
“Iya aku Esti. Aku dimana? Kok disini putih semua?” ucapku melihat sekelilingku.
“Kau dialamku. Maaf, aku tidak meminta izin dulu padamu. Aku hanya ingin membawa kau kesini, hanya sebentar” ucapnya. Kelihatannya laki-laki ini hanya bita berbahasa formal, terdengar ditelingaku.
“Bisakah kau merubah gaya bahasamu dan membuatnya sedikit lebih santai tuan?” tanyaku meniru gaya bahasanya. Berniat meledeknya.
“Tentu” ucapnya mendekatiku dan tersenyum manis.
“Panggil aku Dicky” ucapnya lagi.
“Sip” jawabku santai. Dicky mengajakku berjalan jalan disekeliling tempat itu. Aku mencoba akrab dengannya.
“Aku bingung deh, sebenarnya ini dimana sih? Dan kenapa juga aku bisa disini?” tanyaku ditengah tengah obrolan kami.
“Ini tempat aku, mmm aku bukan manusia sepenuhnya” ucap Dicky sedikit ragu mengakui itu.
“Bu bu bukan manusia? Trus kamu kamu siapa?” ucapku kulai takut dan mengatur jarakku dengan Dicky.
“Kamu gak usah takut, aku gak bakal nyakitin kamu kok” ucap Dicky mendekatiku dan membelai rambutku. Akhirnya aku luluh dan duduk di sebuah kursi putih bersama Dicky.
“Terus kamu sebenarnya siapa?” tanyaku.
“Aku setengah malaikat dan setengah manusia” ucap Dicky.
“Gak, gak mungkin” ucapku menggeleng.
“Iya, itu emang kenyataanya dan aku gak boong karna aku gak pernah bohong” ucap Dicky meyakinkanku.
“Terus kenapa kamu bisa tau aku? Kenal aku? Dan bawa aku kesini?” ucapku sedikit panik.
“Aku udah lama kenal kamu, dari kamu lahir dan sampai sekarang” ucap Dicky.
“Gak masuk akal Dick” ucapku menatap Dicky.
“Kita berbeda, di sini semua bisa terjadi, so gak ada yang gak masuk akal” ucap Dicky tersenyum. Ah, senyuman Dicky benar benar membuatku melayang. Wajar saja, karna dia malaikat.
“Dan jujur, dari dulu aku cinta dan sayang sama kamu” lanjut Dicky. Membuatku membulatkan mata.
“Aku pengen kamu jadi pacar aku” sambung Dicky lagi, kali ini dia membelai rambutku.
“Gak mungkin Dick, kamu sendiri yang bilang, kita beda” ucap ku menepis pelan tangan Dicky.
“Tapi aku rela ngelakuin apapun buat kamu” ucap Dicky jujur. Namun belum sempat menjawab pertanyaan Dicky, aku sudah menghilang.
~~~~~
“Aaaaaaaaaa” pekikku dan bangun dari tidurku.
“Jadi, itu cuma mimpi?” tanyaku sendirian. Aku melihat jam kamarku, sudah pukul 07.25. Oh tidak 5 menit lagi aku akan terlambat ke sekolah.
“Aduh mampus aku” jeritku langsung ngacir kekamar mandi.
Setelah siap siap, aku langsung kelur rumah menuju sepedaku tapi...
“Adit?” aku kaget karna Adit sudah menungguku di depan rumahku dengan mobil merahnya.
“Silahkan masuk tuan putri” ucap Adit memperlakukanku seperti putri raja.
“Ah Adit apa apan sih?” ucapku menahan senyuman. Namun kembali memasang wajah jutekku agar Adit tak kegeeran.
“Udah ayo, mau masuk apa mau terlambat?” tanya Adit diiringi senyuman.
“Yaudah deh” ucapku masuk.
~~~~~
            Saat tiba di kelas, aku masuk dan duduk di bangkuku tepatnya disamping Roma.
“Kenapa kemaren kamu gak masuk?” tanyaku.
“Gak papa kok, mobil aku mogok jadi aku pulang aja deh” ucap Roma cengengesan.
“Uuuuu dasar tukang males” ucapku menoyor kepala Roma. Roma mengusap kepalanya dan cemberut.
            Aku membuka tas berniat mencari buku pelajaran yang akan di pelajari nanti tapi aku menekukan kertas kecill biru itu lagi.
            “Bagiku, indahnya hidup tidak terletak pada seberapa banyak orang mengenalku.  Tapi,  seberapa banyak aku mendapatkan senyuman dari orang yang aku sayangi. Dan aku akan selalu berusaha membuatmu tersenyum, berusaha mengubah tangismu menjadi senyuman, mengubah luamu menjadi kenangan, dan mengubah gelapmu menjadi terang. Karna kau yang terindah. Disini, di hati kecilku” 
            Aku tersenyum simpul membaca kata-kata di kertas biru itu. Entah mengapa ini terasa menyentuh bagiku.
"Jangan jangan ini dari Dicky” fikirku sejenak. Setelah itu aku senyum senyum gak jelas.
“Woy! Ngapain sih kamu dari tadi, senyam senyum, senyam senyum. Kayak orang gila tau gak!” ucap Roma tiba-tiba, membuatku sedikit kaget.
“Enggak kok, gak papa” ucapku mencoba santai agar Roma tak curiga.
“Pagi anak-anak” seru seseorang dari depan kelas, ternyata guruku sudah masuk.
“Pagi, Bu!” jawab murid-murid serentak termasuk aku dan Roma.
“Hari ini ibu tidak mengajar seperti biasanya karna ada pengumuman yang harus disampaikan pada kalian, dan juga perlu kita bahas bersama. Besok, kita akan mengadakan perkemahan di hutan ransia, disana kalian harus menulis selembar kertas yang mengisi tentang pengalaman kalian disitu tentunya nanti, setelah kita selesai menginap selama 3 hari disana” ucap ibu guru itu menjelaskan.
“Wah kayaknya seru tuh Rom, kamu ikut gak?” bisikku pada Roma.
“Kalau kamu ikut, aku pasti ikut” balas Roma. Dan aku tersenyum.
“Sipp deh” ucapku mengangkat kedua jempolku.
~~~~~
            Hari ini adalah hari keberangkatanku ke hutan ransia untuk melakukan perkemahan bersama teman temanku. Aku sudah mempersiapkan barang barang yang akan dibawa, dan makanan makanan juga. Aku juga sudah sampai di sekolah tidak terlalu jauh dari bis pribadi sekolah yang akan kami tumpangi untuk pergi keperkemahan itu. Murid murid lainpun sudah berkumpul
“Baiklah anak anak, silahkan kami masuk kedalam bia” ucap salah satu guru disitu. Semua muridpun mulai melangkah membawa barang barangnya kedalam bis.
“Aduh nih barang barang aku apa rumah aku sih? Berat banget” ucapku asal.
“Esti! Biar aku bawain ya” ucap orang yang tiba tiba saja berlari kearahku. Adit.
“Enggak usah!” ucapku jutek dan membawa barang barang itu sendiri.
“Udah deh gak usah gengsi gitu, sini aku bawain” ucap Adit mengikutiku.
“Aku bilang gak usah ya gak usah”balasku makin jutek. Namun barang barang dalam koper itu tidak kunjung beranjak juga.
“Tuh kan sini” ucap Adit langsung menarik koperku dan mengangkatnya masuk ke dalam bis.
“Kok disini?” tanyaku.
“Iya, kamu duduk sama aku” jawab Adit santai.
“Ih mau kamu aja” Aku melangkah berniat mencari tempat duduk lain.
“Eh mau kemana? Bis nya berangkat nih” ucap Adit memegang tanganku dan menarikku hingga terduduk.
“Dasar resek” Kataku memasang wajah cemberut.
“Hohoho” Adit tertawa lucu.
“Haha kok ketawanya gitu sih? Aneh” ucapku terkekeh geli.
“Biar! Dari pada kamu kayak nenek lampir cemberut terus” ledek Adit.
“Apa kamu bilang??” ucapku dengan suara meninggi
“Hehehehe J ! Peace Esti! Bercanda aja” Adit dengan senyum-senyum meringis
~~~~~
            Setelah setengah hari di bis, akhirnya aku dan murid murid lain sampai juga di tempat perkemahan.
“Ayok turun, aku pegangin” ucap Adit saat jalan yang kami lalui agak menurun dan licin.
“Cie cie” seru murid murid lain melihat perhatian lebih Adit padaku. Aku tak kuasa menahan senyumanku walau sudah berusaha menyembunyikannya tapi pipiku memerah, kemudian aku berusaha memasang wajah jutek kembali.
“Ngapain sih pegang pegang?” ucapku menepis tangan Adit yang aku gandeng.
“Nah loh? Kan kamu yang gandeng dari tadi” kata Adit pokamus, dan jujur.
“Em yaudah deh, jauh dikit dari aku” ucapku mengusir Adit.
“Selalu dikit kok, aku gak bakal jauh jauh kok dari kamu” ucap Adit berhasil memutar balikkan ucapanku tadi.
“Ihhh maksud aku bukan kayak gitu!” ucapku kesal dan berlari lebih dulu dari Adit, dan Adit tetap mengikutiku dan murid lain.
~~~~~
            Akhirnya kami sampai ditengah tengah hutan ransia itu, dan tenda tenda perkemahanpun sudah dipasang, hari sudah kulai gelap, api unggun juga sudah dinyalakan. Beberapa murid duduk menglilingi api unggun itu, termasuk aku,Roma dan Adit. Roma disamping kananku dan Adit disamping kiriku
“Ada yang bawa gitar gak nih? Sepi aja” seru seorang murid laki-laki lain
“Iya yang bisa nyanyi kek” lanjud murid lainnya. Adit mengambil sesuatu dari belakangnya dan ternyata itu gitar.
“Ih emang dia bisa main gitu?” ucapku dalam hati, meremehkan Adit.
“Paling gaya doang” ceplosku. Dengan cepat aku menutup mulutku sedangkan Adit hanya tersenyum. Adit memetik gitarnya
            “Jreng.....”
            “Melihat tawamu, mendengar senandungmu.....”  
            “Terlihat jelas dimatamu warna warna indahmu.....”
Diawal lagunya, Adit menatapku sambil bernyanyi dan memainkan gitarnya, sekalipun terlihat diam dan mendengarkan Adit.
            “Menatap langkahmu, meratapi kisah hidupmu.....”
            “Terlihat jelas bahwa hatimu.....”  
            “Anugrah terindah yang sulit kumiliki.....”
Dibagian ini Adit sedikit mengubah lirik lagu SheilaOn7 ini dari kata Pernah menjadi kata Sulit 
            “Sifatmu kan slalu ledakkan ambisiku..”
            “Tepikan khilafmu dari bunga yang layu..”  
Dibagian ini Adit membayangkan kejadian di malam itu, waktu aku membawa Adit ke kamar tamu. Yang sebenarnya Adit berniat menciumku tapi akhirnya dia mengurungkan niatnya karna baginya aku terlalu indah untuk disentuh. Dan keindahanku telah membuat kehilafannya REDUP
            “Saat kau disisiku, kembali dunia teriak..”
            “Tegaskan bahwa kamu, anugrah terindah yang sulit kumilki..”
            “Belai lembut jarimu.. sejuk tatap wajahmu.. hangat peluk janjimu..”
            “Anugrah terindah yang sulit kumiliki..”
 Semua tepuk tangan, kecuali aku, aku terdiam dan mengalihkan pandanganku. Aku hanya bisa diam. Dicky yang melihatku dari atas sana, juga sedang menahan emosinya, dia tau kalau Adit menyukaiku dan Dicky tak mau aku juga menyukai Adit. Dicky tak akan membiarkan itu terjadi
“Anak anak, ayo semuanya cari kayu bakar sekitar sini untuk menambah persiapan buat nanti malam” ucap seorang guru tiba tiba, membuat lamunanku lenyap.
“Iya pak” ucapku lirih begitu juga anak anak lainnya.
            Aku melangkah, terlihat aku melangkah sambil memikirkan sesuatu. Selang beberapa menit kemudian aku baru menyadari kalau aku berada entah diamana, sepertinya aku tersesat.
“Aduh mampus aku, ini dimana? Anak anak gak ada yang disini lagi” ucapku mencari dan melihat jalan menuju perkemahan tapi aku tidak tau yang mana. Tiba tiba.
“Jangan dekat dengannnya lagi” tiba tiba saja ada orang di depanku aku tidak bisa melihat wajahnya karna dia membelakangiku.
“Si siapa?” ucapku mundur. Lalu orang itu berbalik dan ternyata dia Dicky!
“Dicky??!” ucapku kaget.
“Aku sudah terlalu lama menunggumu Esti, aku yang selalu menyelamatkanmu dari bahanya sejak kau kecil, dan aku ingin sekarang kau jadi milikku, sebelum dia merebutmu dariku. Karna aku mencintaimu” ucap Dicky membawa sebuah benda tajam. Entah siapa yang dimaksud Dicky, entah mungkin Adit.
“Kau harus ku bunuh agar bisa masuk kekal ke alamku” lanjut Dicky lagi.
“Dicky, bukan seperti itu jalannya! Aku masih punya keluarga, ibuku, aku gak mungkin ninggalin ibu aku” ucapku menjerit takut. Dicky semakin maju dan aku semakin mundur. Tiba tiba Dicky menghilang dan muncul tepat di depanku mendorongku hingga tersandar ke sebuah pohon. Air mataku menetes, keringat dingin membasahi tubuhku.
“Dicky, kamu malaikat tapi kenapa kamu jahat?!” ucapku berani membentak Dicky.
“Karna aku juga manusia dan hanya separuh malaikat. Aku punya emosi dan nafsu” jawab Dicky mengalahi suaraku, itu membuatku terdiam dan semakin takut.
            Tiba tiba Dicky mengangkat tangannya yang memegang benda tajam itu, perlahan menuju leherku. Saat benda itu sudah sangat dekat tiba-tiba saja ada yang menarik dan mendorong Dicky. Ternyata dari tadi Adit mengikutiku sampai ke sini.
“Adit!” ucapku kaget dan langsung memeluk Adit, sangat erat.
“Aku akan slalu jagain kamu. Kamu gak papa kan” ucap Adit sangat khawatir.
“Enggak papa kok Dit” jawabku agak terisak karna air mataku yang sempat terjatuh di pipiku, tiba-tiba Dicky muncul dari belakangku dan.
“Esti! Awas!” jerit Adit sambil mendorongku ke samping dan.
“Arrhhh.....” Benda tajam itu mengenai tangan Adit. Karna takut Dicky tiba tiba menghilang. Aku berlari ke arah Adit, air mataku menetes dikedua pipiku, aku membuka jeketku dan membalut tangan Adit yang berdarah dan terkulai lemah. Seketika hujan turun memecahkan kesunyian yang ada ditengah hutan itu, tanpa teman-temanku, tanpa guru-guruku. Tak peduli setiap hembusan air dalam angin yang menerpa tubuhku, yang jelas Adit harus selamat, setidaknya jeketku dapat menghentikan darah yang keluar dari luka Adit. Walau tubuhku kedinginan saat ini.
“Aku sayang kamu Adit..” lirihku memeluk raga Adit. Erat.
             “Maafkan aku yang slalu menyakitimu..”
            “Mengecewakanmu, dan meragukanmu..”
            “Tersadar aku memang kamu yang terbaik..”
            “Terima aku, mencintaiku, apa adanya..”
            “Diantara beribu bintang hanya kaulah yang paling terang..”
            “Diantara beribu cinta pilihanku hanya kau sayang”
            “Takkan ada selain kamu dalam segala keadaanku..”
            “Cuma kamu, ya hanya kamu yang slalu ada untukku..”
Lagu Hello-Diantara Bintang. Lagu yang cocok untuk mewaliki perasaanku saat ini. Senandung lagu itu terdengar jelas ditelingaku, entah dari mana dan entah bagaimana yang jelas sekarang hatiku rapuh melihat Adit yang terluka karna menyelamatkanku.
            “Tersadar, kalau cinta itu bukan bagaimana mengungkapkannya tapi bagaimana cinta itu terungkap dengan sendirinya. Bukan bagaimana menumbuhkan rasa, tapi bagaimana rasa itu tumbuh karna cinta itu sendiri.
            ”Tersadar, kalau penyesalan adalah jawaban yang tidak akan terlepas dari air mata, kesedihan dan kerapuhan, penyesalan yang akan membuka semuanya dan mengungkapkan kenyataan manis dalam keraguan dan ketakutan”  
            Aku menangis sambil memeluk Adit, sangat erat. Berharap ada keajaiban yang datang dimalam yang gelap ini. Keajaiban yang bisa menyelamatkan Pangeran hatiku, cinta dan senyumanku.. Tiba tiba Adit mengambil sesuatu dari saku bajunya, walau sulit dia menguatkan hatinya, mengeluarkan kertas kecil biru dan memberikan padaku.
             “Disaat aku terlalu menyayangimu dan menaruh harapan besar terhadapmu, disaat itu pula aku harus siap menerima kenyataan yang  mungkin akan menyakitkanku”
            Air mataku semakin jatuh.. Aku tersenyum dan menatap teduh wajah Adit, Adit pun membalas senyumanku. Senyum manis ku perlahan tenggelam dalam air mata yang mengalir dipipiku.
“Adit.....” Lirihku, tak ada kata-kata lagi yang bisa aku ucapkan, ternyata yang memberiku kertas itu adalah Adit, ternyata yang membuatku tersenyum itu adalah Adit. Pahlawan yang diam diam, sembunyi sembunyi selalu berusaha dan punya 1000 cara untuk membuatku tersenyum..
“Makasih karna kamu udah nepatin kata kata kamu, Dan sekarang “I Need You too, Adit” aku membutuhkanmu. Sangat membutuhkanmu” Lirihku lagi, kembali memeluk erat tubuh Adit
Adit pernah bilang bukan, “I Need You, and I Hope You Need Me Too. Because I Will Come To You, When You Need Me” Artinya “Aku membutuhkanmu, dan Aku Harap Kamu Membutuhkanku Juga. Karna Aku Akan Datang Untuk Kamu, Disaat Kamu Membutuhkan Ku” Dan sekarang Adit telah membuktikan kata-katanya, satu bukti dari 1000 bukti yang akan dia berikan padaku.
“Kamu harus kuat ya” ucapku menyemangati Adit.
“Aku selalu kuat kok, kalau kamu ada didekat aku” jawab Adit memegangi pipiku lembut. Walau sulit bersuara Adit tetap menjawab perkataanku.
“Adit.. kamu lagi sakit masih bias-bisanya ngegombal” ucapku memaksa senyumanku keluar walau terasa pahit karna tak sanggup melihat Adit seperti ini. Adit hanya tersenyum manis membalas perkataanku tadi. Waktu semakin berputar, hujan tak kunjung reda membuatku kedinginan karna jeketku dibalutkan ketangan Adit
“Kamu kedinginan?”  tanya Adit yang sedang bersandar dipohon. Dan aku disampingnya.
“Eng enggak kok Dit” lirihku dan menyembunyikan wajahku dikedua lututku. Tiba tiba aku merasakan pelukan hangat karna Adit tiba tiba memelukku dari samping.
“Kamu tidur aja ya, besok pagi kita cari jalan kembali keperkemahan” ucap Adit mencoba tegar didepanku, padahal dia sedang kesakitan.
“Tapi tangan kamu.....” omonganku belum sempat selesai tapi Adit sudah menjawabnya.
“Gak papa kok, besok pasti sembuh” jawab Adit asal, supaya kehawatiranku berkurang.
“Yaudah, aku tidur dulu” ucapku membalas pelukan Adit dan bersandar didada Adit. Entah kenapa ini terasa nyaman bagiku. Hening..
“Adit...” Lirihku memecahkan keheningan itu
“Ya”
“Makasih ya,” ucapku hampir tak terdengar. Sepertinya aku menahan air mataku.
“Semua buat kamu” jawab Adit mempererat pelukannya dan mencium lama puncak kepalaku. Aku menutup mataku perlahan mencoba menikmati kenyamanan yang diberikan Adit. Hembusan angin dan air hujan jatuh menyentuh kulitku dan Adit.
~~~~~
            Tetes demi tetes air, terjatuh menetesi Adit. Sisa sisa air hujan yang ada didedaunan pohon itu. Matahari pun sudah keluar, bersiap menerangi bumi di pagi ini. Cahaya lembut menyentuh kulitku dan kulit Adit, menyilaukan mata indahku..... perlahan mata itu terbuka.
“Udah pagi ya..” lirihku mengusap mataku.
“Iya” jawab seseorang tersenyum, seseorang  yang sedang aku peluk saat ini. Adit.
“Pagi..” ucapku menyapa Adit dan menebar senyum manisku.
“Pagi juga” jawab Adit. Hei! Tak taukah kami ini sedang tersesat dan dalam bahaya? Sadarlah!
“Yaudah kita mulai yuk cari jalan keperkemahannya” ajak Adit.
“Yuk” jawabku.
            Aku dan Adit berdiri, Adit menggenggam tanganku dan melangkah bersamku, aku kembali tersenyum atas perlakuan Adit.
~~~~~
            Sudah berjam-jam aku dan Adit berjalan dihutan ini namun perkemahan tidak kunjung terlihat.
“Istirahat dulu yuk Dit, aku capek” ucapku terduduk lemas ditanah,
“Yaudah disini aja ya, mumpung ada kayu bakar, kayaknya bekas orang deh” ucap Adit membereskan kayu bakar yang terlihat sudah separuh terbakar  itu. Kemudian dengan peralatan seadanya, Adit menghidupkan api agar membuat udara terasa lebih hangat.
“Dit, aku minta maaf ya, selama ini aku udah jahat sama kamu” ucapku menatap api unggun didepanku itu. Tanpa menatap Adit.
“Aku gak pernah ngerasa kamu jahat” jawab Adit jujur.
“Tapikan..” ucapku terpotong.
“Gak papa kok. Aku gak pernah marah dan gak akan pernah” tegas Adit dengan satu senyumannya sambil menatapku dari balik api unggun itu. Hening.
 “Adit! Dit!” Tiba tiba segerombolan orang menghampiri kami ternyata itu.. Teman teman dan guru kami
“Ya ampun untung saja kalian tidak kenapa napa” Ucap salah satu guru yang menghampiriku.
“Tangan Adit luka, Bu” ucapku pada guru itu.
“Yasudah kita obati diperkemahan” ucap guru itu.
“Aduh Adit kamu gak kenapa-napa kan?” teriak gadis cantik yang terlihat centil pada Adit.
“Sayang..... tangan kamu kenapa” ucap gadis lain lagi.
“Eh kita udah putus” bisik Adit pada gadis itu.
“Aku gak peduli Adit, aku itu tetap pacar kamu karna aku gak mau putus” teriak gadis itu.
“Eh apaan sih kamu! Gak malu apa” bisik Adit lagi.
“Bodo!” bentak gadis itu menggandeng tangan Adit.
            Aku yang melihat itu hanya diam dan membuang muka saat Adit memandangiku. Akhirnya kami semua kembali ke perkemahan, aku mengatur jarak dengan Adit sekarang. Mungkin aku kesal karna kejadian tadi. Kami sedang berkumpul di luar kemah saat ini. Aku mengambil Gitar dan menyanyikan sebuah lagu. Sedangkan Adit sedang diobati oleh gadis gadis centil yang tergila gila padanya itu.
            “+....+......+....+”
            “Ucapkanlah kasih satu kata yang kunantikan..”
            “Sebabku tak mampu membaca matamu, mendengar bisikmu..”
            “Nyanyikanlah kasih senandung kata hatimu..”
            “Sebabku tak sanggup mengartikan getar ini..”
            “Sebabku meragu pada dirimu..”
            “Mengapa berat ungkapkan cinta, padahal ia ada..”
            “Dalam rinai hujan dalam terang bulan, juga dalam sedu sedang..”
            “Mengapa sulit mengaku cinta padahal ia terasa..”
            “Dalam rindu Redam, hening malam, cinta.... terasa ada..” 
Senandung lagu Acha itu seakan mewakili perasaanku saat ini. Semua tepuk tangan, aku tersenyum, sedangkan Adit diam menatapku dari jauh. Adit berdiri dan menepis tangan gadis centil itu, kemudian melangkah ke arahku. Adit mengajakku berdiri, awalnya aku tidak mau tapi Adit menarik tanganku dan berjongkok didepanku
 “Aku udah lama merasakan ini, mengungkapkan dan mengisyaratkan, namun ternyata aku tidak pernah mengerti dan tidak mau mengerti tentang apa yang aku rasakan..” ungkap Adit sejenak berhenti. Semua yang ada disitu menatapku dan Adit.
“Kucoba mengukir senyuman namun kau membalasnya dengan air mata, kucoba memberi kenyataan namun kau kubur dalam impian. Bisakah kamu sedikit mengerti nona tentang semua itu, mencoba peka terhadap hal hal kecil yang ku hembuskan padamu? Bisakah kau mengerti tentang apa yang aku rasakan?” jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, aku tertunduk.. dan
Satu bait yang harus kalian ingat:
            Cinta itu akan rela tersakiti saat dia terhenti pada satu pilihan
            Cinta, akan rela diacuhkan saat dia menaruh sebuah harapan
            Cinta, akan rela pergi demi cahaya dalam satu bintang
            “Cinta bukan dimiliki dan memiliki. Sebab cinta, hanya untuk Cinta”
“Jawab Es” lirih Adit menatapku dengan penuh harapan.
“Oke kalau memang kamu gak ngerasain apapun, akugak bisa maksa kamu” ucap Adit melepaskan tanganku dan berbalik. Tanpa berfikir panjang, aku berlari dan memeluk Adit dari belakang.
“Aku merasakan apa yang kau rasakan Adit, sangat..” lirihku. Adit tersenyum, dia berbalik dan memelukku.
“Prok prok prok!” suara tepuk tangan dari teman teman dan guru ku. Aku tersenyum malu, menatap Adit lalu memeluk Adit erat.
~~~~~
            Karna kejadian, yang menimpaku dan Adit, perkemahan dipersingkat menjadi 1 hari. Dan pulang kami dipercepat, itu keputusan kepala sekolah. Sekarang, aku dan Adit berada di depan rumahku, Adit mengantarkanku pulang dari sekolah karna bus perkemahan itu hanya mengantarkan sampai di sekolah.
“Makasih buat hari kemaren, tadi dan detik ini” ucap Adit memegang kedua pipiku. Aku  hanya tersenyum. Adit memelukku dan mencium puncak kepalaku, lama.
“I Need You, and Always Need You” lirih Adit mengeratkan pelukannya lalu melepaskanku.
“I Need You Too Adit” balasku. Adit naik ke mobilnya dan pulang. Aku hanya melambaikan tanganku.
“Aku harap ini yang terbaik” gumamku dan melangkah ke dalam rumah.
~~~~~
            “Saatku berfikir cinta itu sakit, diam-diam kau datang menepis bayangan itu. Saat kubimbang dalam dua pilihan, kau datang membawa 1000 alasan dan kenyataan bahwa kaulah yang terbaik untuk melengkapi lembar demi lembar cerita kehidupanku. Kusambut 1000 alasan itu, kusulap ketakutan dan masa lalu menjadi kenangan yang tidak akan hadir lagi dalam kehidupan ku yang sekarang. Luka perih yang pernah tertanam dalam hatiku, kini melayang disela-sela angin cinta yang kau tebarkan dalam hati dan fikiranku. Aku bahagia bersamamu.. Adit”
            Untuk kesekian kalinya, buku memoku tergores tinta tinta kasih sayang yang membuat hidupku semakin berwarna. Aku memeluk boneka biru yang ada ditanganku sekarang, aku mencoba menutup mataku dan tertidur untuk menyambut mimpi indahku.
~~~~~
“Pagi sayang” bisik suara serak serak basah yang terdengar lembut ditelingaku. Perlahan aku membuka mata dan terlihat Adit yang sudah duduk ditepi kasurku.
“Aaaaaaaaaaa” aku berteriak, tampaknya aku kaget.
“Suttttttsss” Adit menaruh telunjuknya dibibirnya sendiri, arti isyarat menyuruhku diam dan mengecilkan volume suaraku yang cukup membesar tadi.
“Isss ngapain kesini?” bisikku.
“Bangunin kamu” jawab Adit sambil tersenyum.
“Aduh kalau mama aku tau gimana? Nanti dikira macem macem” ucapku dengan wajah melemas.
“Gak akan marah kok, aku udah minta izin” jawab Adit santai.
“Ha? Emang diizinin gitu? Ya amplop, kemasukan setan apa ibu aku Dit?” ceplosku asal.
“Wiss kamu jangan ngomong kayak gitu dong, yaiyalah diijinin kan calon ” kata Adit dengan PD nya.
“Iya bener Calon, calon pembantu tapi hahahaha” ucapku tertawa.
“Bukan, tapi calon menantu dong” bantah Adit.
“Gak terima! wluekk” ucapku melempar  boneka ke arah Adit.
“Ihh bukannya dikasih kiss, malah dilempar” kata Adit memanyunkan bibirnya.
“Oh kiss ya? Nih kiss” ucapku mengepal tanganku di depan wajah Adit.
“Gak mau” ucap Adit menggeleng seperti anak kecil.
“Hahaa gak lucu Dit, gak lucu” ucapku kembali tertawa.
“Ayo ketawa lagi, sekali lagi.. aku cium” ancam Adit. Dengan cepat aku menutup mulutku dengan kedua tangan.
“Yaudah mandi dulu sana, mumpung ini hari minggu aku mau ajak kamu ke suatu tempat” kata Adit menyatakan.
“Iya aku mandi” ucapku langsung turun dari kasur dan menuju kamar mandi.
“Eisssttt, you out!” ucapku menunjuk Adit..
“Iya deh iya” jawab Adit keluar dari kamarku
~~~~~
“Mau kemana sih Dit?” tanyaku. Dari tadi sejak mobil Adit berhenti, Adit memegang tanganku dan mengajakku melangkah ke dalam kerumunan tumbuh tumbuhan liar ini, entah mau kemana aku tidak tau.
“Udah tenang aja, aku mau tunjukin sesuatu” jawab Adit.
            Tiba tiba saat tangan Adit menarik dan membuka semak semak liar itu, terlihat pemandangan kebun teh yang indah sekali, embun embun masih ada disekitar kebun itu karna hari masih pagi. makin indah karna terlihat dari tempat tinggi seperti ini.
“Wahhh indah bangat” Pernyataanku. Aku melepaskan genggaman tangan Adit sambil berlari agar lebih dekat pada pemandangan itu.
“Hmmmm segar bangat udaranya. Masih alami” ucapku merentangkan kedua tanganku dan menghirup udara segar itu. Tiba tiba aku merasakan pelukan hangat, ternyata Adit memelukku dari belakang. Aku tersenyum dan menikmati pelukan itu, mencoba larut dalam keindahan yang mungkin hanya sesaat ini
“Aku sayang banget sama aku..” lirih Adit mempererat pelukannya dan menenggelamkan wajahnya disela sela rambutku
“Aku juga.. lebih dari yang kamu tau” balasku sambil menutup kedua mataku. Adit membalikkan tubuhku dan memelukku dari depan sekarang.
“Jangan pernah jauh dari aku, karna aku gak sanggup jika harus hidup tanpa ada kamu dilembaran kehidupanku” ucap Adit mencium puncak kepalaku, sangat lama..
“Kamu kasih aku bukti Dit, Bukan hanya janji” jawabku menyandarkan kepalaku di dada Adit.
“Yang kamu butuh hanya ucapan yang tulus dari hati aku, gak perlu ada bukti yang harus aku korbankan buat kamu, karna didalam cinta tidak ada kata paksaan” jawab Adit membuat kelopak mataku menahan butiran air mata yang hampir menetesi pipiku. Mencoba tetap tegar walau hatiku rapuh mendengar kata kata tulus dari hati Adit.
“Aku merasakan apa yang kamu rasakan Adit, aku mengerti apa yang kamu isyaratkan, dan selagi cinta ini penuh dengan arti sayang yang tulus, aku akan selalu mengerti dan memahami kamu” lirihku dengan air mata yang akhirnya mengalir juga dikedua pipiku. Sisa sisa embun dengan lembut menyentuh kulitku, anginpun membelai rambutku, membuat kenyamanan antara aku dan Adit semakin terlengkapi.
            “Ingin rasanya aku terlelap pada kehangatan dan kenyaman yang membuatku bahagia ini. Menyentuh hatiku dan menguatkan jiwaku. Aku mampu mengeluarkan ketegaran saat hati lunglai dan rapuh karna ketulusannya yang tak terhingga. Mencoba mengharapkan satu kepastian dari Tuhan, agar aku selalu bersamanya, agar hatiku selalu diruang hatinya. Namun kesadaran dalam kata takdir kini hadir dalam fikiranku, mengingatkanku pada perpisahan yang bisa saja menghampiriku dan Adit, memisahkan kasih sayang yang ada diantara kami, mengubah satu menjadi dua kepingan. Kuharap itu tidak akan pernah terjadi..” Suaraku dalam hatiku
 Aku melangkah menuju ke dalam rumahku, Adit yang mengantarkanku pulang dan sekarang sudah hampir siang..
“Es kamu udah pulang?” tanya mamaku tiba tiba, dan langsung menghampiriku.
“Iya ma” jawabku tersenyum. Mamaku membawaku duduk di depan TV.
“Soal hubungan kamu sama Adit, lebih baik diperjelas aja ya” ucap mamaku tiba tiba, aku kaget dan menatap mamaku dengan penuh tanda Tanya.
“Iya, mama gak mau aja nanti terjadi apa apa sama kalian, lebih baik dihalalkan dulu” jawab mamaku memegang bahuku.
“Tapikan aku baru SMA ma” aku kelihatannya agak keberatan.
“Setelah lulus SMA. Lebih cepat, lebih baik. Kan kamu masih bisa lanjutin kuliah walaupun udah nikah” jelas mamaku.
“Yaudah deh ma, tapi aku omongin ke Adit dulu ya” pintaku.
“Iya” jawab mamaku tersenyum.
~~~~~
“Hallo Dit, mm ada yang mau aku omongin” ucapku memulai pembicaraan Via telpon itu. Sekarang aku berada di kamarku karna malam sudah tiba.
“Hallo sayang ada apa, kangen ya sama aku” balas Adit dengan PDnya.
“PD Banget sih kamu, aku cuma mau ngomongin sesuatu” jawabku memperjelas.
“Ngomongin apa sih sayang?” kata Adit menanyakan.
“Tadi mama ngomong ke aku, mama nyuruh kita cepat cepat nikah supaya gak terjadi hal yang gak diinginkan.. tapi..” Belum selesai berbicara, Adit sudah memotong pembicaraanku.
“Ha? Serius? Sumpah demi apa? Aku mau sayang, mau banget” ucap Adit membuat bibirku mayun
“Tapi aku belum siap Adit” ucapku menekankan. Sejenak suasana hening.
“Kamu gak beneran sayang ya sama aku?” lirih Adit.
“Bukan nya gitu Dit tapi kita kan masih terlalu muda” jawabku jujur.
“Kan gak ada salahnya, bener kok kata mama kamu, dari pada terjadi yang gak diinginkan kan?” Adit bernada serius.
“Yaudah deh terserah kamu” jawabku pasrah.
“Oke besok pagi aku bawa papa aku kerumah kamu ya, buat bicarain tentang rencana kita” kata Adit padaku.
“Iya Adit sayang” ucapku mencoba memanggil Adit dengan kata saying.
“Nah gitu kek terus, biar romantis” goda Adit.
“Romantis dari sumedang?” ejekku pada Adit.
“Haha dari hongkong kali” balas Adit.
“Hehe suka suka aku dong, mau dari apa kek” jawabku.
“Iya deh, lagian apa sih yang gak buat Esti yang paling aku sayang di dunia ini” puji Adit jujur membuatku Fly.
“Hahaa lebay deh kamu” ucapku mengejek Adit lagi. Begitu seterusnya sampai aku tertidur malam ini.
~~~~~
“Silahkan masuk om, Dit” ucapku setelah membukakan pintu rumahku. Sedangkan mamaku menunggu di ruang tamu. Aku mengajak Adit dan papanya melangkah menuju ruang tamu. Wajah papa Adit yang tadinya ceria, sekarang berubah kaget saat melihat mamaku, entah apa yang terjadi aku pun Bingung, sejenak semua diam.
“Ros!!!!” pekik papa Adit menunjuk mamaku.
“Mas Budi!!!!” balas mamaku dengan nada kaget. Aku dan Adit saling menatap. Penuh dengan tanda tanya, aku menggeleng tanda tak mengerti begitupun Adit.
“Esti kamu dan Adit adek kakak sayang! Kami lain Ibu, satu ayah! Kalian tidak boleh menikah! Ataupun menjalin hubungan!” pekik mamaku langsung menatapku dan Adit.
            Wajahku kaget seketika, mataku memerah, semua ini tidak pernah terlintas difikiranku, hal besar yang tidak aku sangka. Aditpun begitu. Aku menggeleng cepat.
“ENGGAK! Nggak mungkin ma!” teriakku tak terima.
“Ini gak mungkin kan pa, pa jawab!” ucap Adit memegang kedua bahu papanya sekaligus papaku itu..
“Ini kenyataan Adit!” balas papa Adit.
“Enggak pa, Adit gak percaya! Kalian pasti bohong!” bentak Adit sambil mundur kearahku.
“Kalian gak mau kan kami menikah? Makanya kalian bohong!” ucap Adit dengan nada tinggi.
“Jaga omongan kamu Adit!” bentak papa Adit, Adit tersenyum masam..
“Kalau kalian gak ngijinin kami nikah gak papa, kami bisa berdua” ucap Adit merangkulku dan membawaku melangkah berniat keluar rumah. Aku hanya bisa pasrah, bingung, sedih, takut, gelisah, semua bercampur aduk dalam hatiku, aku hanya Dita menangis sekarang ini.
“Adit! Tunggu!” himbau papaku sekaligus papa Adit itu.
“Apa?” lirih Adit.
“Kalian adek kakak! Kalian punya tanda lahir yang sama dileher belakang! Itu bukti Adit!” jelas papa Adit meyakinkan. Sedangkan mamaku hanya bisa memegangi kepalanya yang pusing melihat keadaan dan kenyataan ini.
“Es lihat leher aku, gak ada tanda kan, gak ada kan?” suruh Adit padaku untuk melihat leher belakangnya.
“Hiks hiks, ada Dit..” lirihku tertunduk dengan suara bergetar.
“gak! Sekarang aku liat leher kamu, pasti gak ada” ucap Adit menyingkirkan rambutku.
“hm, gak kan gak ada Es gak ada!” ucap Adit berbohong dan menarik tanganku pergi ke dalam mobilnya. Menginjak gas dengan kencang.
“Adit!! Dit!! Kalian mau kemana???!” pekik mamaku dan papaku sekaligus papa Adit itu.
~~~~~
“Beneran gak ada Dit?” lirihku menghapus air mataku.
“I i iya gak ada!” jawab Adit sedikit gugup karna dia berbohong. Mungkin dia terlalu menyayangiku dan tidak akan pernah menerima kenyataan itu.
“Kamu gak bohong kan Dit?” lirihku dengan tetes air mataku yang kembali mengalir.
“Udahlah Es, orang tua kita gak setuju dengan hubungan kita, makanya mereka bikin rencana yang konyol itu! Aku bisa kok bahagiain kamu tanpa harus ada mereka!” ucap Adit meyakinkanku. Aku hanya mengangguk dan menunduk. Adit membawaku keapartemennya, disana cukup mewah.
~~~~~
“Besok kita kepenghulu ya” ucap Adit memegangi kedua pipiku.
“Gak mungkin kita nikah kayak gitu Dit? Kalau orang tua kita gak ngizinin, kita bakal hidup menderita” lirihku menatap Adit dengan sendu.
“Kamu gak cinta sama aku?!” bentak Adit.
“Aku cinta sama kamu, aku sayang banget, tapi gak gitu caranya Dit!” ungkapku. Adit mengepal tangannya, dan pergi sambil menedang pintu kamar.
“Maafin aku Dit, aku salah ngelakuin ini semua” lirihku. Aku terlihat memikirkan sesuatu, mencari ide agar Adit tidak keras kepala seperti ini
“Aku harus lakuin itu supaya Adit gak kayak gini, dan ngelupain aku” kata aku sendirian. Entah apa rencanaku itu, yang jelas itu akan membuat Adit sadar, fikirku..
~~~~~
            Jam sudah menunjukkan pukul 11.25 malam Adit tak kunjung pulang sejak dia pergi tadi siang entah kemana saat dia kelihatannya marah padaku.
“tok tok tok” suara pintu kamar yang diketok seseorang. Aku turun dari kasur dan membuka pintu. Ternyata itu Adit, Adit terlihat berantakan, seperti orang... Mabuk!
“Adit! Kamu kenapa?” teriakku membantu Adit melangkah masuk ke kamar.
“Aku mau nikah sama aku Es, aku gak mau kehilangan kamu!” ucap Adit dengan nada mabuk.
“Itu gak boleh Dit, kita adek kakak! Dan kamu gak usah bohong lagi karna aku udah tau kalau di leher aku juga ada tanda itu” ucapku pada Adit.
“Hahaha.. aku gak peduli!,, aku maunya nikah sama kamu!” jawab Adit mengusap rambutnya kasar.
“Tapi, itu gak boleh! Karna dilarang adat kita. Lupain aja aku Dit, kamu pasti bisa kok, di dunia ini kan masih banyak cewek lain” jawabku memegang bahu kanan Adit. Adit tersenyum devil, dan memegang pipiku lembut.
“Di dunia ini emang masih banyak yang lain, tapi kalau yang aku mau cuma kamu gimana?”  ucap Adit mencium bibirku namun hanya sekilas karna aku menghindar.
“Kamu mabok Adit! Lebih baik kamu keluar deh!” ucapku sedikit takut pada sikap Adit yang tak seperti biasanya.
“Ini apartemen aku sayang, jadi terserah aku mau dimana aja” jawab Adit mengikutiku karna aku berdiri.
“Oke gak papa kalau kamu gak mau nikah sama aku, fine fine aja. Tapi aku mau coba paksa kamu” ucap Adit menyudutkanku ke tembok.
“Ini satu satunya jalan yang tersisa” ucap Adit mencium pipiku.
“Adit sadar!” teriakku mendorong Adit tapi hasilnya nihil.
“Aku sayang banget sama aku” ucap Adit menciumi ku.
            Air mataku menetes, aku tertunduk, aku tak menyangka dengan sikap Adit yang setega ini. Adit berhenti dan menaikkan wajahku agar menatapnya. Adit menghapus air mataku, dia tampaknya sadar.
“Es maafin aku, aku gak bermaksud, aku tulus sayang sama kamu, aku janji gak akan kayak gitu lagi sama kamu Es” ucap Adit dengan matanya yang memerah karna menahan air mata. Mungkin dia sangat takut kalau aku membencinya karna niat jahatnya tadi.
“Kamu pernah bilang, kalau aku terlalu indah untuk kau sentuh, kamu pernah bilang, kalau kamu akan slalu menepikan khilaf kamu, tapi kamu ternyata cuma bohong, aku gak nyangka..”  ucapku duduk dan menenggelamkan wajahku dikedua kakiku, dan masih tersandar di dinding tadi.
“Engggak, aku minta maaf.. maafin aku” lirih Adit memelukku..
            “Hidup memang penuh dengan harapan,keinginan, dan kepahitan. Begitu pun cinta. Disaat cinta hadir, semua hal pun menjadi mungkin saat seseorang berkemauan keras untuk mendapatkannya. Namun jangan sampai keindahan menjadi kepudaran, jangan sampai kesucian menjadi hitam, dan jangan sampai cinta menjadi penyesalan yang akan menghantui kehidupanku J
“Enggak!, aku gak mau maafin kamu! Aku gak suka sama orang kasar dan jahat kayak kamu!” pekikku sambil mendorong Adit.
“Kamu tuh gak pernah cinta sama aku, jadi kamu mending lupain aku deh, karna aku bosen sama kamu” ucapku agak ragu karna semua itu bohong. Aku sekarang hanya berfikir bagaimana cara mencari cari alasan supaya Adit meupakanku dan menerima kenyataan kalau aku saudaranya.
“Es.. kamu bohong kan?” ucap Adit berdiri dan menyamai tinggiku.
“Aku gak bohong, aku.. aku Cuma maamfaatin kepopuleran kamu, cuma itu kok, supaya aku juga terkenal udah naklukin cowok populer di SMA kita” kataku berlaga seperti wanita licik. Padahal dalam hati aku tersiksa,
“Aku gak nyangka, kamu tega banget sama aku..” ucap Adit dengan matanya yang memerah karna menahan tangis, dia mengangkat tangannya berniat menamparku.
“Ayo tampar! Gak masalah kok, kamu udah abis sama aku, ya aku buang lah. Seperti kata pepatah, habis manis sepah dibuang Adit!” ucapku tersenyum sinis.
“Plak! Dasar cewek murahan!” ucap Adit akhirnya menamparku.
“Aaw” aku memegangi pipiku, sepertinya disudut bibirku berdarah. Aku menunduk supaya Adit tak tau kalau air mataku menetes.
“Thanks udah sukses bikin aku tergila gila sama kamu, sumpah aku sayang banget sama kamu tapi kamu ngecewain aku, sakit sih iya, sakit banget. Tapi aku yakin kok suatu saat kamu bakal dapet balesannya” ucap Adit pergi dari hadapanku. Aku terduduk lemas, air mataku mengalir, perasaanku hancur saat ini.
“Maafin aku Dit, aku gak pernah berniat nyakitin kamu, aku sayang sama kamu, dan aku tulus, aku gak pernah mamfaatin kamu, maaf kalau aku harus ngelakuin cara ini buat bikin kamu ngelupain aku dan ngebuat kamu benci sama aku” lirihku melampiaskan perasaanku dengan air mata.
Tiba tiba ada seseorang yang berdiri di depanku, aku tersenyum sakit dan kembali menangis
“Mau apa lagi dick? Mau bunuh aku? Bunuh aku sekarang!” ucapku pasrah.Dicky memegang kedua bahuku dan membawaku berdiri.
            “Saat aku simpen sebuah rasa cinta buat kamu, sejak itu pula semua berubah dari aku. Kesepian menjadi indah saat hari hari aku bisa merhatiin kamu walau hanya dari jauh. Tangis menjadi senyuman saat aku liat kamu bahagia. Kebosanan aku tenggelan dalam kebiasaan aku buat selalu jagain kamu, walau aku sadar kecil kemungkinan kamu bakal balas rasa aku, aku tetap tegar dan semangat untuk slalu jagain kamu, dan bantu kamu tanpa kamu tau, tapi setelah ada seseorang yang pengen milikin kamu, tiba tiba hati aku hancur, aku berubah jahat cuma karna gak rela kehilangan sosok kamu yang sendiri dimata aku. Tapi sekarang, aku sadar kalau cinta itu tidak memiliki ataupun dimiliki karna cinta aku dan cinta kamu hanya untuk cinta. Kulai kemaren aku belajar untuk mencintai kamu dan menyayangi kamu dengan tulus tanpa mengaharapkan harapan apapun dari kamu. Aku akan slalu jagain kamu dan akan slalu bantu kamu kapanpun kamu butuh aku” Ucap Dicky mengungkapkan perasaannya, aku berhambur kedalam pelukan Dicky. Aku menangis lepas didada Dicky.
“Kita ketaman apartemen ini aja ya, kita cari jalan yang tepat buat masalah kamu” ucap Dicky membelai rambutku, karna Dicky tau kalau aku sedang ada masalah
~~~~~
            Sementara Adit pergi dengan mobilnya entah kemana, Adit berhenti disebuah danau. Air matanya sudah menetesi kedua pipinya.
“arhhhhhhhhhhhhh............... kenapa semua harus jadi gini?? Kenapa??” teriak Adit menjambak rambutnya kasar.
            Adit sejenak termenung, lalu melangkah menuju ke mobilnya, Adit berniat mengambil semua pakaiannya yang ada di apartemen. Saat mobil Adit sampai didepan apartemen itu, tidak sengaja mata Adit tertuju pada dua sosok insan yang ada di taman disamping apartemen itu, Adit mendekatinya dan melihat dari sela sela tumbuhan disitu, ternyata 2 insan itu adalah aku dan Dicky. Karna Adit melihatnya dari belakang, aku terlihat sedang bersandar didada Dicky seperti orang yang bermesraan atau sepasang kekeasih, Adit mengepal tangannya, emosinya benar benar memuncak. Namun Adit menahannya.
            “Kau selalu mempermainkan hatiku
            Hingga membuat diriku merasa tertipu
            Ooh... kau pun harus mengerti
            Semua cinta yang kumiliki
            Mungkin hanya ada satu bintang
            Yang dapat menghiasi hatiku
            Dan jangan pernah engkau siakan
            Seseorang yang ada di hatimu 
            Pastikan hanya ada satu bintang
            Yang slalu menyinari jalanmu
            Hingga akhirnya kau sadari
            Dirikulah yang ada di hatimu”  Lagu yang cocok untuk mewakili perasaan Adit saat ini 
 “Ternyata kamu emang bener bener jahat, cewek murahan!” ucap Adit agak berbisik supaya aku dan Dicky tidak mendengarnya. Adit pergi kedalam mobilnya dan pergi entah kemana, sementara aku merasa menyesal telah melakukan ide konyol itu.
“Dick, aku salah gak sih udah gituin Adit?” ucapku tak lagi bersandar didada Dicky.
“Gak sih, tapi kayaknya Adit sayang banget ke kamu deh, emang kamu tega?” tanya Dicky balik.
“Aku aku gak tega Dick, tapi aku terpaksa lakuin itu supaya Adit bisa lupain aku” ucapku lirih
“Yaudah keputusan ada ditangan kamu kok, mau tetap pada rencana kamu atau mau minta maaf dan jelasin itu ke Adit” ucap Dicky bijak
“Kayaknya aku gak sanggup deh Dick tanpa Adit, aku mau jelasin semua ini” ucapku berdiri.
“Yasudah,” ucap Dicky mekamuntarkan senyumannya. Aku berlari menuju kamar apartemen, mataku menyapu sekeliling kamar  itu namun tak ada tanda tanda Adit pulang.
“Mungkin Adit belum pulang” lirihku mengambil telpon genggamku, baru saja ingin menelpon Adit tiba tiba pintu kamar diketok orang.
“Tok tok tok” suara pintu itu.
“Iya tunggu” ucapku meletakkan Hp ku dan melangkah menuju pintu lalu membukakannya.
“Iya ada apa?” tanya ku pada orang itu.
“Maaf mbak, apa anda bernama Esti?” tanya orang itu.
“Iya emang kenapa ya?” tanyaku lembut.
“Saudara anda yang bernama Adit mengalami kecelakaan, jasadnya tidak ditemukan dan hilang, menurut pemeriksaan jasad saudara Adit hancur ditempat kejadian mbak, Kami dari petugas kepolisian menemukan Hp dan barang barang ini dikamukasi kecelakaan saudara anda” Darahku berpacu mendengar itu semua, hatiku hancur, aku tidak tau ini mimpi atau bukan tapi yang jelas aku tidak kuasa menahan air mataku. Tanganku bergetar mengambil barang barang yang diberikan petugas polisi itu, petugas itu pergi dan aku masuk ke kamarku.
 “Adit.....” lirihku dengan air mata berderai. Aku duduk bersandar didinding kamar itu, aku membuka kantong yang berisi barang barang yang dibawa Adit, tanganku meraih sebuah buku, buku diary Adit. Aku membuka halaman demi halaman

Halaman 1
“Disaat aku melihatnya, dunia berubah, seakan tersenyum dan membuatku tersenyum. Karnanya aku mampu untuk menulis di buku kecil ini, buku yang akan menjadi saksi cinta tulusku untuknya”
Halaman 2
“Kucoba mendekatinya, diikuti lembar demi lembar kehidupannya yang sangat menarik dihatiku”
Halaman 3
“Saat rasa ini semakin besar, dia tetap menjauh dan tidak menghiraukan pengorbanan ku yang tulus”
Halaman 4
“Aku terus berusaha menggapainya, mengikutinya, dan melihat senyum demi senyuman yang dia hembuskan walau bukan untukku”
Halaman 5
“Biarlah awan menutupi ketulusanku untuknya, karna aku yakin suatu saat akan ada hujan yang membuka ketulusan itu”
Halaman 6
“Karna cinta, aku tak takut pergi walau untuk selamanya, semua untuknya”
Halaman 7
“Aku terluka, sakit memang, tapi akan lebih sakit jika dia yang terluka dan tidak ku lindungi dengan ketulusan ini”
Halaman 8
“Hatinya dan hatiku telah bertemu pada satu kenyataan indah, yang akan menjadi awal kebahagiaan ku”
Halaman 9
“Cinta, membuatku mengerti, arti ketulusan, arti kasih sayang, arti cinta, dan kebersamaan”
Halaman 10  (TEPATNYA HARI INI)
“Saat bintang telah berada dalam genggamanku, dia hancur menjadi butiran butiran pasir yang tak bisaa kugenggam lagi, dan hanya akan bisa aku lihat dari sini, dari hati kecilku. Karna sang rembulan telah datang untuk memilikinya, dan mengambilnya dari lembaran kehidupanku, hingga sulit untuk aku miliki kembali. Harapanku untuk memetikkannya sebuah Bintang terterang, mungkin akan berakhir sampai disini, hingga harapan itu tidak akan pernah terwujud dalam kehidupku"
            Air mataku mengalir deras membaca Diary Adit, hatiku sakit sangat sakit aku menyesal telah mengecewakan Adit, membuat Adit terluka, dan membuatnya lemah. Mungkin sakit yang dia rasakan lebih dari yang aku rasakan sekarang.
“Adit..” lirihku mencium foto Adit yang berada digenggamanku saat ini, aku memeluknya erat, melampiaskan kesedihanku walau tak akan pernah terlepas.
 ~~~~~
7 Bulan kemudian
Sekarang aku berada disebuah taman, taman yang terletak disamping RSJ. Mungkin, kepergian Adit tidak bisa diterima oleh hati apalagi pikiranku. Aku benar-benar lemah tanpa Adit.
“Hiks hiks, saya menyesal tidak membiarkan Adit dan Esti untuk bersatu, padahal sebenarnya dalam adat kita semua itu boleh boleh saja” lirih mamaku dari jauh tepatnya disamping papa ku (mantan papaku)
“Iya Ros, sekarang kita kehilangan Adit dan kehilangan senyuman Esti, semuanya pergi” ucap papaku.
            Hari semakin gelap namun aku tetap menatap langit dengan tatapanku yang kosong, mataku seakan terfokus pada satu bintang diatas sana.
“Aku janji Adit, aku akan menggapai Bintang itu, mengambilnya dan menjaganya untukku. Walau bintang itu aku raih tanpa senyumanmu, tapi aku akan mendapatkannya dengan cintaku yang masih tertinggal dihatimu.
Karna cinta akan tetap indah tanpa Cinta
Karna cintaku dan cintamu telah menjadi satu
Karna hatiku selalu merasakan apa yang hatimu rasakan
Karna hadirmu dulu, begitu berarti dalam kehidupanku”
            Air mataku menetes perlahan, namun mataku tetap menatap langit. Hari hariku kosong, dan hampa tanpa Adit. Tanpa kasih sayang Adit, tanpa kejailan Adit, tanpa cinta Adit, tanpa perhatian Adit dan tanpa kekonyolan Adit yang slalu membuatku tersenyum Tiba tiba mama papa dan seseorang menghampiriku
“Esti..” lirih orang itu, namun mataku tetap memandang langit, seakan tak mendengar orang itu.
“Es.. ini aku” lirih orang itu lagi berdiri di depanku dengan air mata yang membasahi kedua pipinya, dia memegang bahuku namun aku tetap tak merespon semua itu.
“Esti.. ini aku Adit.. aku datang untuk kamu, karna kamu dan dengan senyumanmu  yang sempat tenggelam karna ku, aku membawa sejuta alasan yang akan mengembalikan senyuman itu” ucap Adit tertunduk sambil menjongkok di depanku dan memegang kedua bahuku. Saat aku sedang duduk di kursi taman ini. Namun aku tetap tak merespon, mataku tertuju pada bintang itu dengan tatapan kosong.
“Adit.. bintang itu akan aku miliki dan aku bawa pergi untuk kamu, hanya untuk kamu” ungkapku masih dengan tatapan kosong, namun itu bukan berarti responku untuk Adit, karna aku sama sekali tak sadar Adit disini. Adit menarikku dalam pelukan hangatnya, air matanya berderai dan mengalir dikedua pipinya.
“Aku sayang banget sama kamu, dulu, saat ini, dan selamanya akan selalu begitu” ucap Adit mempererat pelukannya, berharap aku akan sadar dari keterpurukanku saat ini. Adit melepaskan pelukannya dan mengambil 7 kertas biru dari dalam sakunya, karna sedikit kaget dan merasa ada yang tak asing, aku sedikit menoleh ke arah kertas itu teringat akan masa lalu ku. Adit memberikan kertas itu satu persatu agar aku baca

1.“Bukan sekedar rasa, tapi karna melihatmu aku merasakan rasa itu”
2.“Bukan sekedar cinta, tapi karnamu aku merasakan cinta itu”
3.“Bukan sekedar setia, tapi denganmu aku tak bisa lari dan mengingkari kata itu”
4.“Bukan sekedar cemburu, tapi melihatmu bersamanya membuat aku khilaf karna terlalu menyayangimu”
5.“Bukan sekedar sayang, tapi berkatmu aku memahami arti dan makna sesungguhnya”
6.“Bukan sekedar ingin, tapi denganmu bersama cinta aku akan slalu mensyukuri nikmat indah yang kuharap tidak akan pergi lagi dariku”
7.“Bukan sekedar menyukai dan mengagumi, tapi kamu terlalu mengerti dan memahamiku”
            Pandangan kosongku perlahan hilang, pandangan indahku mulai menatap dan melihat inci demi inci wajah orang yang berdiri di depanku saat ini, tiba tiba air mataku mengalir, aku berhambur kedalam pelukan orang itu, ya Adit pelukan orang yang amat aku sayangi dan aku cintai, orang berharga yang menjadi sumber kebahagiaanku.
            Kedua orang tuaku tersenyum, termasuk papa Adit, tersenyum bahagia melihatku dan Adit. Pernikahan kami pun segera dilangsungkan untuk mengekalkan dan menghalalkan cinta tulus diantara kami☺. Ternyata selama ini Adit hanya merekayasa kematiannya, untuk pergi sementara dan memenangkan diri, juga untuk menyelidiki benar atau tidaknya pengakuanku yang berkata hanya memamfaatkan Adit itu. Ternyata aku hanya bohong, aku tulus mencintai Adit.
            “Cinta itu berawal dari proses yang menyakitkan, berjalan dengan kesejukan dan kehangatan, lalu berakhir dengan seyuman dan air mata. Jangan pernah menyianyiakan orang yang kalian cintai, dan jangan pernah meragukan ketulusan orang yang rela berkorban demi kalian, karna kalian, dan untuk kalian. Jangan pernah takut menerima satu cinta yang mungkin akan menjadi yang terakhir dalam kehidupanku. Karna cinta bukan sekedar cinta, namun harus diiringi kepercayaan, kasih sayang, dan dan kesetiaan dalam menjalaninya dan mengikutinya, butuh kenyataan saling mengerti dan memahami dengan ketulusan”

Satu pesan buat kalian: “Jangan pernah menyerah mendapatkan sesuatu positif yang tersimpan di hati kalian, karna harapan akan tinggal impian jika tak ada usaha dan kemauan”

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar